SOLOPOS.COM - Ilustrasi demokrasi. (freepik)

Kegaduhan mengemuka setelah muncul wacana debat dalam tahapan kampanye calon presiden-calon wakil presiden yang difasilitasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) meniadakan sesi khusus debat calon wakil presiden.

Wacana yang mengemuka adalah debat calon presiden dan calon wakil presiden dilakukan lima kali dan melibatkan semua pasangan, tanpa membedakan debat calon presiden dan debat calon wakil presiden.

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

Wacana ini berbeda dengan pelaksanaan debat calon presiden dan calon wakil presiden yang pernah dilaksanakan setidaknya pada tiga pemilihan umum (pemilu) sebelumnya, yaitu Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019.

Wacana yang memang bersumber dari KPU itu memunculkan perdebatan politis yang tidak produktif. Salah satu esensi perdebatan yang mengemuka adalah tudingan tentang kelompok pasangan calon presiden dan calon wakil presiden mana yang berinisiatif “meminta” KPU mengubah format debat itu.

Mengemuka penilaian pengubahan format debat calon presiden dan calon wakil presiden itu semata-mata untuk menguntungan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Bisa jadi ini pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang terindikasi tidak siap menjalani debat atau malah tidak mampu menjalani debat.

Tentu saja perdebatan tentang debat ini menjadi tidak produktif, tidak sehat, dan sama sekali tak berkontribusi pada upaya mendewasakan demokrasi kita. Walakin, debat itulah yang justru akan berperan penting mendewasakan demokrasi kita.

Format debat calon presiden-calon wakil presiden diatur dalam Pasal 277 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023. Pasal 277 menyatakan bahwa debat calon presiden dan calon wakil presiden digelar lima  kali.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan debat untuk calon presiden dilakukan sebanyak tiga kali dan debat untuk calon wakil presiden dilakukan dua kali. KPU cukuplah menjalankan amanat undang-undang dan PKPU itu. Tidak ada multitafsir di sana.

Kalimat dan penjelasannya telah gamblang. Kehendak KPU menafsirkan dan mengubah format debat malah berujung kegaduhan dan tafsir-tafsir politik yang berimbas merugikan aspek kepercayana publik kepada KPU.

Nelson Mandela pernah mengatakan seorang pemimpin yang baik dapat berdebat dengan terus terang dan tidak setengah-setengah. Ia tahu akhirnya harus saling debat dengan lawannya. Dengan itulah ia akan muncul lebih baik.

Debat dalam tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden sangat penting. Ini harus dijadikan ”tradisi” dalam pemilu kita. Perhitungan praksis-politis—dalam perspektif kontestan pemilu—bahwa debat tak memengaruhi elektabilitas tidak boleh menjadi alasan meniadakan debat atau meniadakan substansi debat—dengan mengubah format debat yang telah berjalan baik.

Debat adalah bagian dari ikhtiar mendewasakan demokrasi sehingga kelak ketika bangsa ini telah benar-benar cerdas dan demokrasi kita benar-benar dewasa debat kandidat pemimpin akan menjadi elemen penting menentukan pilihan bagi para pemilih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya