SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Akademikus  atau akademisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seseorang yang berpendidikan tinggi. Dalam percakapan di komunitas masyarakat Jawa pada umumnya, konsep akademikus sering diungkapkan untuk memberikan label spesifik kepada seseorang yang wis wareg sing mangan sekolahan.

Akademikus merujuk seseorang yang terdidik dan terpelajar secara personal maupun kolektif. Dalam definisi yuridis, akademikus lebih merujuk sosok atau figur dosen, yakni pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian (riset), dan pengabdian kepada masyarakat.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

Akdemikus boleh diartikan orang-orang profesional terpelajar dan terdidik yang mendedikasikan diri di lingkungan kampus sebagai habitat asli. Cerita dedikasi akademikus sejak dulu hingga sekarang memang dikenal publik sebagai dedikasi yang relatif sunyi dan senyap.

Dedikasi dalam wujud produk keilmuan dan karya intelektual cenderung soft, terkesan jauh dari ingar bingar dan hiruk pikuk. Karya akademikus umumnya senyap walau sebenarnya ”sangat bergemuruh dalam ruang kesunyian”. Dalam pemberitaan di media massa mainstream dan media sosial, cerita tentang perguruan tinggi umumnya lebih diramaikan oleh berita-berita lain tentang dinamika kampus.

Jamak tentang modus-modus baru perjokian dalam penerimaan mahasiswa baru, plagiarisme dan malapraktik karya  ilmiah untuk kenaikan pangkat dosen, aksi demonstrasi mahasiswa, hingga berita-berita panas lain yang sensasional. Sesekali diselingi berita tentang hasil pemeringkatan perguruan tinggi versi tertentu.

Performa yang menjadi dimensi inti sistem pemeringkatan mutu perguruan tinggi umumnya mengacu pada nilai komprehensif aspek input, proses, output, dan outcome. Sentuhan dedikasi ”sunyi” akademikus menyumbang pada semua aspek tersebut.

Dedikasi akademikus didesain dengan dasar regulasi tertentu agar berkontribusi secara signifikans dalam performa perguruan tinggi untuk mendongkrak reputasi. Akademikus terikat dan mengikatkan diri dalam bentuk komitmen transformatif di seluruh bidang tridarma perguruan tinggi.

Itu mulai dari tugas bidang pendidikan dan pengajaran, riset, dan aneka kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Artinya, di samping sebagai pendidik dan pengajar, akademikus memiliki peran spesifik sebagai ilmuwan, sekaligus pengabdi masyarakat sesuai dengan kompetensi dan keahlian masing-masing.

Pertama, dalam mendedikasikan pada bidang pendidikan dan pengajaran akademikus berinteraksi dengan civitas academica yang lain, dengan kolega maupun mahasiswa. Mahasiswa dapat berada pada posisi sebagai peserta kuliah. Akademikus pada ranah yang lain berganti peran dalam tahap panjang sebagai pembimbing akademik atau pembimbing mahasiswa dalam penyelesaian tugas akhir, seperti skripsi, tesis, maupun disertasi.

Tugas sunyi yang disekat ruang kuliah atau ruang konsultasi dalam batas kurun waktu tertentu. Tugas intelektual mentransformasi ilmu, estafet soft skill dan hard skill, serta peran fasilitasi penyelesaian studi. Performa senyap yang konon hanya akan diingat, disegani, dan dikagumi oleh mahasiswa yang bersangkutan.

Ingar bingar dalam ruang kesunyian berkarya di bidang pendidikan dan pengajaran ketika akademikus berhasil menyusun diktat, buku teks, atau referensi sesuai mata kuliah yang diampu. Kedua, dedikasi senyap akademikus tatkala menjalankan tugas sebagai ilmuwan. Jalan menuju capaian pekerjaan (output dan outcome) sebuah riset memang lintasan yang sunyi.

Pekerjaan intelek yang disekat oleh didnding-dinding laboratorium, perpustakaan, studio, atau ruang publik yang terbatas. Pekerjaan senyap yang dilakukan demi mendapatkan penguatan kebenaran fakta-fakta alamiah maupun sosial. Temuan ilmiah dari akademikus bukan hanya ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa, tetapi oleh masyarakat luas.

Akademikus wajib memutakhirkan diri dalam penguasaan metodologi riset bersamaan dengan konsisten menjaga integritas akademis karena ilmuwan boleh keliru atau bahkan salah, tetapi tidak boleh berbohong. Hasil riset kendati dipublkikasikan, dihilirisasikan, bahkan dikomersialisasikan, tetap saja kerja ilmuwan akan terhubung dengan pihak-pihak yang terbatas dalam sebuah “tendangan karya besar” yang senyap, yang cenderung hanya dikenal oleh sesama ilmuwan.

Ketiga, dedikasi dalam bidang pengabdian kepada masyarakat merupakan darma yang membuka peluang akademikus berinteraksi dengan khalayak sasaran tertentu. Akademikus akan mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan ilmuwan bidang keilmuan yang lain, bahkan berbagai stakeholders.

Persoalan masyarakat secara faktual tentu bersifat multidimensio. Pendekatan yang solutif tentu juga harus bersifat multidisiplin keilmuan. Persoalan masyarakat ibarat sungai panjang yang mengalir dengan debit yang kuat. Tema pengabdian kepada masyarakat sudah tentu tidak akan mampu mencakup dari hulu hingga hilir.

Artinya, kegiatan pengabdian hampir semuanya akan memberikan fokus pada segmen tertentu. Gaung besar kegiatan pengabdian kepada masyarakat sangat tergantung pada berbagai faktor sehingga tetap saja banyak kegiatan penting tetapi terasa senyap dalam pandangan publik yang sangat kompleks dan luas.

Merdeka Berdedikasi

Prinsip merdeka berdedikasi bagi akademiskus tentu saja bukan berarti aksi yang bebas leluasa untuk memecah kesunyian atau mengubah kesenyapan menjadi ingar bingar. Kemerdekaan yang dimaksud lebih terkait dengan bergerak bersama semarakkan Merdeka Belajar.

Dalam konsep education is a journey terdapat fenomena ”pergerakan” yang perlu selalu dikontrol secara saksama, yakni tentang ”jarak tempuh”, arah, kecepatan, serta akselerasi. Jika wujud kampus boleh diilustrasikan sebagai ”serangkaian gerbong kereta api”, fungsi lokomotif dan mesin pembangkit menjadi dua komponen utama untuk memelesatkan pergerakan secara merdeka.

Para akademikus yang memenuhi karakteristik tertentu ada yang sebagian kecil berada di ruang lokomotif untuk mengemban ”tugas-tugas tambahan”. Sebagian besar akademikus sesuai passion masing-masing akan mengemban amanah sebagai fungsi ”mesin pembangkit”.

Di sebuah stasiun kereta api, setiap penumpang akan mengenali gerbong penumpang yang didesain dengan tampilan yang indah, bersih, sejuk ber-AC, wangi berparfum, serta tempat duduk yang nyaman. Akademikus yang berdedikasi secara sunyi lebih mirip sebagaimana fungsi mesin pembangkit.

Sebuah wujud ”gerbong khusus” berwarna gelap yang biasanya menempel di belakang lokomotif. Tak banyak dilihat oleh penumpang yang pasti lebih sibuk mencari nomor gerbong dan seat number masing-masing. Wujud dan peran penting sebuah mesin pembangkit baru disadari oleh para penumpang pada saat mereka sampai stasiun tujuan dan kebetulan berjalan melintas dan melihat posisi mesin pembangkit.

Akademikus secara khas akan terus bekerja dan berkarya di bilik-bilik yang sunyi. Kesunyian yang bukan berarti ”kesepiaan”, tetapi keheningan yang di dalamnya bergemuruh proses pergulatan aneka gagasan dan pemikiran baru yang tiada henti.

Diperlukan kondisi spesifik agar passion para akademikus tersebut tetap eksis terjaga dan berenergi untuk menggerakkan peradaban berkemajuan. Mereka pasti juga memiliki aneka pengharapan yang kritis, walau acap kali diungkapkan dalam ekspresi kesunyian.

Tuntutan sunyi mereka cukup sederhana, yakni ke depan tidak terlalu ”terganggu” oleh beban-beban pelaporan administratif yang berlebihan, yang justru menyita waktu dan energi untuk maju berkarya.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 Mei 2023. Penulis adalah guru besar Analisis Pembangunan Olahraga dan Pendidikan Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya