SOLOPOS.COM - Moh. Khodiq Duhri (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Seorang teman yang kebetulan membuka toko kelontong menggerutu karena dalam beberapa bulan terakhir stok air minum dalam kemasan merek A menumpuk di tokonya.

Benar juga ketika saya amati. Ada belasan galon air minum dalam kemasan merek A yang memenuhi lantai di depan etalase toko itu.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Sebagian besar galon air minum dalam kemasan merek A itu terisi penuh. Entah sudah berapa lama galon-galon penuh air minum itu menumpuk di toko tersebut.

Pemandangan kontras terlihat pada stok air minum dalam kemasan merek L yang hanya tinggal beberapa galon. Produk air minum dalam kemasan yang mengusung konsep galon sekali pakai itu belakangan lebih cepat terjual dibandingkan air minum dalam kemasan merek A.

”Sejak ada gerakan memboikot produk Israel, penjualan air minum dalam kemasan A turun drastis. Stok menumpuk di toko. Kalau merek L memang lebih cepat terjual karena tidak termasuk merek yang masuk daftar boikot,” ujar teman saya itu.

Sebagai pedagang biasa, teman saya itu tidak pernah tahu apakah air minum dalam kemasan merek A benar-benar terafiliasi dengan negara Israel.

Yang dia tahu, pendapatan sebagai pedagang toko kelontong berkurang karena stok air minum dalam kemasan merek A itu menumpuk. Alhasil, perputaran uang dari berjualan di toko kelontong miliknya tersendat.

Israel tengah menjadi sorotan dunia karena belum juga berhenti membombardir Jalur Gaza hingga mengakibatkan ribuan jiwa melayang. Konflik di Timur Tengah yang tak berkesudahan itu mengundang reaksi keras dari masyarakat dunia.

Hingga akhirnya muncul gerakan memboikot sejumlah produk yang diduga terafilisasi dengan Israel. Muncul jenama 121 produk yang diboikot karena dianggap terafiliasi dengan Israel. Seruan untuk memboikot 121 produk itu begitu masif.

Seruan tak hanya disampaikan melalui media sosial. Seruan aksi boikot itu juga disampaikan dalam berbagai aksi demonstrasi mengecam serangan brutal pasukan Israel terhadap warga Palestina.

Perasaan senasib sesama muslim membuat gerakan ini begitu masif di Indonesia. Seruan memboikot produk yang diduga terafiliasi dengan Israel itu besar kemungkinan sudah masuk ke ranah pendidikan di sekolah-sekolah.

Saya sempat kaget ketika anak sulung saya yang baru duduk di bangku kelas III SD ragu-ragu saat hendak minum air minum dalam kemasan merek A.

Bocah yang masih berusia delapan tahun itu beralasan air minum dalam kemasan merek A tidak boleh dibeli, apalagi diminum, karena merupakan produk dari Israel.

Sampai detik ini saya belum mendapat penjelasan yang bisa dipertanggungjawabkan mengenai benar tidaknya 121 produk itu terafiliasi dengan Israel sehingga layak untuk diboikot.

Narasi yang dibangun selama ini tidak cukup untuk meyakinkan saya bahwa 121 produk itu benar-benar terafiliasi dengan Israel. Saya justru cukup prihatin dengan pemberitaan sejumlah media massa online yang merilis daftar produk yang diduga terafiliasi dengan Israel.

Bukannya mengambil peran untuk mencerahkan masyarakat, sejumlah media massa online justru ikut arus. Mereka turut menyebarkan daftar produk yang belum diketahui secara pasti terafiliasi dengan Israel atau tidak.

Sejumlah media massa online ini telah mengorbankan idealisme dan prinsip dasar jurnalisme demi mengejar lonjakan traffic atau kunjungan berdasar tema apa yang banyak dicari masyarakat dalam search engine Google.

Verifikasi data menjadi langkah yang perlu dikedepankan oleh media massa sebelum menerbitkan sebuah berita. Verifikasi menjadi kewajiban awak media agar berita yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.

Tentu dibutuhkan kerja ekstra bagi awak media untuk memverifikasi informasi yang menyebut ada 121 produk yang terafiliasi dengan Israel. Dibutuhkan penelitian yang cukup mendalam serta investigasi yang komprehensif untuk mengetahui hasil akhirnya.

Kesulitan dalam verifikasi itu bukan menjadi alasan pembenar untuk menerbitkan berita yang tingkat akurasi dan kebenarannya masih abu-abu. Sulit bagi saya untuk percaya dengan pernyataan-pernyataan yang dibumbui kata ”konon” atau ”katanya”.

Dua kata itu biasa menjadi jurus yang digunakan pihak-pihak tertentu yang ingin membuat kehebohan semata tanpa tahu duduk perkaranya. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hingga kini belum mengeluarkan daftar produk apa saja yang terafiliasi dengan Israel.

Bagi Apindo, tentu bukan perkara gampang memastikan produk-produk itu benar-benar terafiliasi dengan Israel atau tidak. Hal itu yang membuat saya tidak yakin Apindo akan mengeluarkan daftar produk yang terafiliasi dengan Israel seperti yang dijanjikan organisasi itu pada akhir November 2023 lalu.

Tujuan aksi memboikot produk-produk tak lain memberikan tekanan ekonomi kepada Israel. Pelemahan ekonomi kepada Israel diharapkan mampu menghentikan serangan membabi buta mereka kepada warga Palestina.

Tentu, kehidupan dunia yang penuh kedamaian menjadi harapan kita bersama, namun jangan sampai aksi memboikot 121 produk itu hanya berlandaskan tudingan-tudingan yang tidak punya dasar kuat.



Jangan sampai aksi memboikot 121 produk itu justru ditumpangi oleh kepentingan bisnis perusahaan lain yang menjadi kompetitor.

Dalam konteks ini, yang patut diwaspadai adalah munculnya persaingan usaha yang tidak sehat di balik aksi memboikot produk yang diduga terafiliasi dengan Israel. Jangan sampai aksi memboikot produk yang diduga terafiliasi dengan Israel itu justru mematikan usaha toko kelontong.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Januari 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya