SOLOPOS.COM - Ronny P. Sasmita (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Sebelum  Balfour Declaration 1917, muslim dan Yahudi nyaris tak pernah ada masalah serius. Orang-orang Yahudi jauh lebih nyaman berada di daerah-daerah Islam karena di dataran Eropa dan Rusia mereka acapkali mengalami persekusi.

Kali pertama Umar bin Khattab memasuki Jerusalem, pada 637, berhasil mengalihkan kekuasaan Jerusalem ke tangan muslim. Umar menolak permintaan Saphronius untuk melarang orang Yahudi memasuki The Holly Site.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Umar menjamin hak yang sama bagi semua penduduk Jerusalem untuk beribadah. Saat Saladin atau Salahudin (Salah Ed Din) merebut Jerusalem dari tangan pasukan salib, ia menunjukan kearifan yang tak kalah mengagumkan.

Setelah Balian dari Ibelin bersedia menyerah pada 2 Oktober 1187, Saladin memberi pilihan kepada penduduk Jerusalem tetap bertahan atau meninggalkan kota dengan damai. Bagi yang ingin meninggalkan kota, termasuk tahanan perang, cukup dengan membayar pajak.

Sampai Jerusalem jatuh kembali ke tangan King Freiderick II, melalui diplomasi alias tanpa peperangan, selama 10 tahun, masa perjanjian antara Al Kamel (saudara Saladin penerus Dinasti Ayyubi) selesai dan Jerusalem kembali ke pangkuan muslim.

Pada 1258 dunia Islam dikejutkan invasi Hulagu dari Mongolia. Bagdad jatuh, lalu Damaskus, Aleppo, dan Palestina. Mamluk yang menggantikan Dinasti Ayyubi datang sebagai penyelamat memenangi perang besar di Ayn Jalut, Palestina, pada 1260. Bendera muslim kembali tegak berdiri di Jerusalem.

Di Palestina dan Jerusalem bendera itu terus berkibar sampai ke khilafah Otoman. Muslim nyaris tak pernah ada masalah berarti dengan orang-orang Yahudi. David Ben Gurion,  deklarator the Independence of Israel, setelah terdeportasi dari Rusia,  datang ke Thesaloniki (Thesalonski) pada 1911, kota Yahudi yang megah di bawah bendera Otoman.

Saat perang dunia pertama pecah pada 1915, Ben Gurion mengorganisasi 40 orang mahasiswa Yahudi membantu Otoman. Saat tertangkap, Ben Gurion diasingkan ke Amerika Serikat. Bersama sahabat dekatnya, Ben Gurion berkeliling ke 35 kota di Amerika Serikat menghimpun solidaritas mendukung Otoman. Begitulah fakta sejarahnya.

Kelahiran Belfour Declaration, satu dari dua pengkhianatan Inggris dan Prancis kepada orang Arab,  setelah perjanjian diam-diam Inggris dan Prancis dalam ksepakatan Sykes-Picot, adalah langkah Inggris membangun lautan permusuhan antara orang Yahudi dengan muslim.

Keinginan orang Yahudi mempunyai negara sangat bisa dipahami. Sepanjang sejarah, mereka tak pernah memiliki homeland sendiri. Di bawah bendera muslim,  mereka terlindungi,  tapi dunia Arab dirobek-robek oleh Inggris dan Prancis dalam penjanjian rahasia Sykes Picot.

Inggris mengkhianati janji kepada Hussein Syarif soal Arab merdeka dan Palestina masuk ke dalamnya. Dalam perjanjian Sykes Picot, Inggris dan Prancis menjadikan Palestina kawasan internasional di bawah kekuasaan internasional, kecuali Pelabuhan Haifa.

Hussein Syarif marah,  mengapa wilayah Levant (Syiria, Lebanon,  Trans-Jordan) dimandatkan kepada Prancis, Mesopotamia untuk Inggris, dan Palestina menjadi kawasan internasional? Dalam perjanjian dengan Hussein Syarif, Inggris menjanjikan kemerdekaan Arab,  termasuk wilayah Levant dan Palestina.

Inggris hanya menjanjikan gaji untuk Faisal, anak Hussein Syarief, dan pasukannya setelah itu, lalu mengangkat Faisal sebagai gubernur boneka di Syria dan Abdullah di Trans-Jordan, setelah Faisal mencoba mendeklarasikan kemerdekaan Arab di Syria dan ditaklukkan oleh Prancis.

Inggris mendukung Al Saud, penguasa Hijaz, memgambil daerah kekuasaan Faisal di wilayah yang sekarang menjadi Arab Saudi. Bantuan Inggris kepada Al Saud bukanlah makan siang gratis.

Inggris meminta Al Saud, jika sudah menguasai Arab Saudi, mengakui Balfour Declaration yang membuat Arab Saudi sampai hari ini tak pernah berperang dengan Israel.

Di satu sisi,  melalui Abraham Accord, UEA, dan Israel mengembalikan kondisi lama antara orang Arab dan Israel, yang semestinya bisa  bersaudara.

Arab mau tak mau harus mulai berdamai dengan keadaan. Saudara-saudaranya di Israel memang harus diberi kesempatan untuk hidup berdampingan dengan dunia muslim, layaknya dulu.

Saat Ben Gurion membacakan deklarasi kemerdekaan Israel pada 1948, Ben Gurion menggunakan Declaration of Belfour sebagai landasan. Israel hanya menagih janji Inggris.

Apa pun itu, hari ini, Arab harus belajar menerimanya. Arab tak perlu lagi bermusuhan dengan Israel. Yang harus dilakukan dunia Arab adalah menagih Inggris,  Prancis,  dan Amerika Serikat memenuhi sisa yang belum mereka realisasikan.

Itu adalah  mendorong,  membantu,  memperjuangkan lahirnya negara Palestina merdeka (two states solution)  layaknya kelahiran Israel dan melepaskan pengaruh-pengaruh Iran di Palestina dan negara-negara sekitar Israel.

Palestina sebenarnya tak ada urusan dengan Iran. Syiah tak mengakui Umar bin Khattab sebagai khalifah dan tak pernah merayakan kemenangan Umar di Jerusalem. Dinasti Fatimid (Fatimiyah) tak tercatat dalam sejarah ikut merebut Palestina dan Jerusalem.

Saladin mengubah Mesir dari Dinasti Fatimiyah menjadi bagian dari Khilafah Abbasiyah, setelah itu baru merebut Jerusalem. Itu pun setelah provokasi tak penting dari Reynald the Chattalion.

Jadi,  hari ini,  UEA telah mengembalikan situasi ke situasi terdahulu ketika muslim dan Yahudi tak pernah ada masalah, saling bergandeng tangan.

Kini tugas Inggris,  Prancis, dan Amerika Serikat mengembalikan Jerusalem menjadi kawasan internasional,  kawasan suci tiga agama,  dan mendorong terbentuknya negara Palestina merdeka



Saya memahami beatapa sulitnya ini mengingat begitu kompleksnya urusan di Westbank atau Tepi Barat. Berdasar pengalaman saya di Palestina dan Tepi Barat,  permukiman Yahudi dan orang Palestina berdiri secara acak sehingga sangat sulit menarik garis batas.

Mendirikan negara Palestina yang merdeka adalah kewajiban tiga negara imperialis yang telah merusak Timur Tengah. Abraham Accord adalah tugas yang sudah dipenuhi oleh dunia Arab dan Israel, sekarang tugas selanjutnya harus diselesaikan oleh tiga negara imperialis tersebut.

Negara-negara besar ini harus bisa memaksa Israel mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, jika perlu menghukum mereka, seperti menghentikan dana bantuan yang setiap tahun diberikan Amerika Serikat  dan memaksa Iran melepas dukungan kepada Hamas.

Jika tidak, Timur Tengah akan terus membara. Dosa itu akan melekat di pundak tiga negara besar tersebut sepanjang masa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 November 2023. Penulis adalah Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya