SOLOPOS.COM - Danang Nur Ihsan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Ruang redaksi di banyak media arus utama (mainstream) mengalami perubahan yang signifikan seiring terpaan kencang disrupsi dalam beberapa tahun terakhir. Muncul “gejolak” akibat perubahan itu, mencakup alur, pola, dan sistem kerja hingga kemunculan pos pekerjaan baru.

Selama puluhan tahun ruang redaksi media arus utama didominasi reporter atau wartawan yang melakukan reportase dan menuangkan informasi menjadi berita. Kemudian ada wartawan yang bertugas menjadi redaktur atau editor yang bertugas menyunting dan mengolah berita dari reporter agar layak muat.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Di media arus utama yang berbasis cetak seperti koran atau majalah  ada tim desainer yang mengatur tata letak koran atau majalah. Kini di ruang redaksi media menjamur pekerjaan baru seperti content writer, social media specialist, content creator, social media analysis, hingga search engine optimization (SEO) specialist.

Kehadiran kreator konten di ruang redaksi media arus utama adalah fenomena menarik. Selama ini kreator konten cenderung dimaknai sebagai orang atau sekelompok orang yang mengelola media alternatif di platform media sosial.

Kreator konten “indie” atau yang berada di media arus utama bila ditilik dari sisi tugas pekerjaan tidak banyak berbeda. Mereka berkreasi dengan ide, mengeksekusi menjadi konten, dan mendistribusikan dalam berbagai platform.

Meski sama pada teknis pekerjaan, keduanya memiliki perbedaan dalam urusan payung besarnya. Kreator konten di media arus utama—karena bekerja di perusahaan pers—payung besarnya adalah UU Pers, strandar jurnalistik, kode etik jurnalistik, dean berbagai pedoman dari Dewan Pers.

Kreator konten pada umumnya tidak punya kewajiban dan tidak terikat secara langsung dengan berbagai aturan untuk perusahaan pers. Kreator konten di ruang redaksi dimaknai beragam. Ada media yang menganggap para kreator konten ini bukan wartawan.

Ada pula yang menilai ada kemiripan proses kerja para kreator konten dengan reporter. Ada pula yang menyatakan kreator konten di media harus sama dengan wartawan karena standar atau kaidah yang dipakai sama.

Diskursus ini kerap muncul di kalangan pekerja media. Perbedaan posisi para kreator konten di berbagai media ini berimplikasi pada pemosisian mereka. Bagi media yang menganggap ada korelasi antara pekerjaan kreator konten dengan wartawan, ada pembekalan mengenai dasar-dasar jurnalistik, kode etik, dan hal-hal mendasar tentang jurnalisme.

Ada media yang merasa kreator konten yang penting bisa menulis untuk situs berita dan menghasilkan traffic atau kreator konten di media sosial yang fasih membangun engagement hingga akun media sosial milik media arus utama terus tumbuh tanpa perlu mereka paham dan tahu soal jurnalisme.

Kemunculan kreator konten di media arus utama bersamaan dengan sorotan pada media arus utama, khususnya media online, yaitu penurunan kualitas jurnalisme. Sorotan tentang berita receh, judul clikbait, hingga tulisan bombastis demi mengejar traffic.

Para kreator konten, khususnya content writer, kerap menjadi tertuduh utama atas kondisi ini. Tidak semua media memberikan pembekalan dasar kepada para kreator konten tentang dasar-dasar jurnalisme.

Kehadiran para kreator konten secara umum, termasuk di ruang redaksi media arus utama, tidak bisa dilepaskan dari perubahan pola konsumsi informasi di masyarakat.

Berdasarkan riset Reuters Institute dalam Digital News Reports 2023, media online dan media sosial paling populer sebagai sumber berita di Indonesia. Riset ini juga menyebut kepercayaan terhadap berita secara keseluruhan stabil di angka 39% selama tiga tahun berturut-turut.

Kini media pertama untuk mendapatkan informasi tidak lagi harus berasal dari media arus utama, namun lewat media sosial. Meski informasi awal diperoleh dari media sosial, saat masyarakat ingin mencari kebenaran atas informasi yang diperoleh, media arus utama yang dominan.

Riset Dewan Pers dan Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama pada 2021 menunjukkan informasi pertama bisa diperoleh dari mana pun, namun verifikasi atas informasi bertumpu pada media arus utama.

Ada harapan atau kepercayaan dari publik mengenai informasi yang disampaikan media arus utama—lewat berbagai platform baik situs berita atau akun di media sosial, namun para kreator konten di redaksi media belum memiliki standar kerja jurnalisme.

Perusahaan pers dan Dewan Pers harus mengambil peran lebih dalam menyikapi kondisi ini. Standardisasi kreator konten di media arus utama penting karena mereka berada di perusahaan pers yang dinaungi UU Pers.

Perusahaan pers idealnya membekali para kreator konten dengan pegangan dasar jurnalisme. Uji kompetensi wartawan (UKW) yang selama ini digelar Dewan Pers bersama lembaga penguji yang memberikan standar yang sama dalam proses kerja wartawan belum menyentuh para kreator konten.

Ihwal apakah standar untuk kreator konten setara dengan UKW muda atau seperti apa tentu harus dikupas lebih dalam. Standardisasi kerja kreator konten di media arus utama bisa menjadi jawaban untuk beberapa hal sekaligus.

Itu harus mencakup kualitas jurnalisme di media online sekaligus menjaga kepercayaan publik atas informasi yang disampaikan media massa atau pers.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Desember 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya