SOLOPOS.COM - Hamidah (Solopos/Istimewa)

 Solopos.com, SOLO – Fenomena  perubahan iklim menjadi isu yang semakin menguat seiring dengan kerusakan lingkungan yang terjadi.

Menurut laporan yang dirilis Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pemanasan global dapat meningkatkan risiko kekeringan, perubahan pola cuaca, hingga peningkatan intensitas cuaca ekstrem.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Kondisi ini kemudian berdampak pada peningkatan frekuensi bencana alam yang terjadi. Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada 2013 jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia 1.666.

Jumlah bencana alam meningkat menjadi 3.544 pada 2022. Banjir adalah bencana alam yang paling sering terjadi selama tiga tahun terakhir dan disusul oleh cuaca ekstrem.

Fenomena perubahan iklim tidak hanya berdampak terhadap lingkungan, melainkan turut memberikan efek domino terhadap sektor keuangan.

Bank for International Settlements menyatakan perubahan iklim disebut sebagai the green swan atau fenomena yang berpotensi mengganggu stabilitas sektor finansial dan dapat menjadi cikal bakal krisis keuangan sistemik.

Pengaruh perubahan iklim terhadap stabilitas sistem keuangan terjadi melalui risiko fisik dan risiko transisi yang ditimbulkan. Risiko fisik merepresentasikan kerugian finansial yang timbul akibat fenomena perubahan iklim.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat selama periode 2010-2022 kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat bencana hidrometeorologi yang lekat kaitannya dengan perubahan iklim mencapai Rp22,8 triliun.

Risiko transisi adalah risiko yang muncul dalam proses transisi menuju ekonomi rendah karbon, seperti transisi pengunaan energi fosil ke energi terbarukan yang berdampak pada terhentinya aktivitas ekonomi di sektor pertambangan maupun subsektor penunjangnya hingga berujung pada penurunan harga aset dan peningkatan risiko kredit macet.

Dampak besar yang ditimbulkan perubahan iklim mendorong negara-negara di dunia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah kenaikan suhu global lebih dari dua derajat Celcius melalui Paris Agreement pada 2016.

Dalam dokumen Enchanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% pada 2030 dengan sumber daya sendiri atau 43,2% dengan bantuan internasional.

Untuk mendukung komitmen Indonesia dalam Paris Agreement perlu suatu konsep ekonomi yang mampu menyinergikan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan.

Ekonomi hijau menjadi salah satu konsep yang dapat menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Konsep ekonomi mengarah pada perekonomian rendah karbon, hemat sumber daya, dan inklusif secara sosial.

Konsep ekonomi hijau dinilai mampu mewujudkan pemerataan, peningkatan kesejahteraan sosial, dan secara signifikan mampu mengurangi risiko kerusakan lingkungan dan kelangkaan ekologis.

Penerapan ekonomi hijau memberikan peluang penguatan pertumbuhan ekonomi 6,1% hingga 6,5%  per tahun sampai tahun 2050, penurunan intensitas emisi hingga 68% pada tahun 2045, serta menambah lapangan pekerjaan (green jobs) sampai 1,8 juta pada 2030.

Transisi menuju ekonomi hijau didukung potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang tersebar di Indonesia. Menurut Institute for Essential Service Reform (IESR), Indonesia memiliki potensi sumber energi tenaga air mencapai 75 GW, panas bumi 28 GW, bioenergi 33 GW, angin 61 GW, surya 208 GW, dan arus laut 18 GW.

Persebaran potensi EBT yang melimpah menyebabkan Indonesia masuk dalam daftar negara penghasil EBT terbesar di dunia. Negara industri maju yang dapat memanfaatkan potensi alam, seperti Kanada, India, Brasil, Jerman, Rusia, Jepang, Norwegia, dan Italia menjadi negara penghasil EBT terbesar di dunia saat ini.

Trade Off

Dalam jangka pendek penerapan ekonomi hijau dapat menimbulkan trade-off antara upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Penggunaan energi fosil yang masih mendominasi bauran energi nasional hingga 87,4% menjadi tantangan besar untuk transisi menuju ekonomi hijau.

Penerapan konsep ekonomi hijau akan membatasi penggunaan energi fosil sehingga dapat mengganggu berbagai aktivitas ekonomi yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengandalkan energi fosil sebagai sumber pendapatan dari penerimaan pajak maupun ekspor. Ketika produksi energi fosil dibatasi, Indonesia harus bersiap menerima pendapatan yang lebih rendah.

Kebijakan lingkungan yang ketat juga dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi profitabilitas sektor usaha. Hal ini dapat membatasi pertumbuhan ekonomi dengan memaksa pelaku usaha mengurangi limbah dan emisi serta mengadopsi teknologi bersih.

Demi mencapai target nett zero emission Indonesia membutuhkan pembiayaan yang cukup besar. Setidaknya dibutuhkan dukungan pembiayaan Rp306 triliun. Dukungan fiskal dari APBN hanya mampu membiayai sekitar Rp23,45 triliun hingga Rp34,52 triliun dari total kebutuhan investasi.

Dengan demikian, dukungan swasta sangat diperlukan untuk pembiayaan transisi menuju ekonomi hijau. Transisi menuju paradigma hijau adalah proses yang rumit, namun penting untuk keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Potensi EBT yang dimiliki perlu dimanfaatkan secara maksimal dengan sejumlah regulasi yang komprehensif dan adaptasi teknologi untuk menciptakan iklim pengembangan energi yang berkelanjutan.



Sumber daya manusia sebagai aktor pembangunan perlu disiapkan dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan guna mengisi lapangan kerja yang berorientasi pada pelestarian lingkungan.

Melalui pendekatan yang terencana, koordinasi yang baik, dan komitmen seluruh pihak terkait diharpakan dapat meminimalisasi risiko yang dapat terjadi akibat perubahan iklim.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Agustus 2023. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya