SOLOPOS.COM - Mustika Sari Yuliastuti (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tangga l 2 Mei sakral bagi dunia pendidikan Indonesia. Setiap tanggal tersebut guru dan murid jamak mengikuti upacara Hari Pendidikan Nasional. Tiap tahun diperingati, tiap tahun dirayakan, namun sesungguhnya bagaimana nasib dunia pendidikan Indonesia?

Apakah pendidikan Indonesia sudah menunjukkan tanda-tanda cerah dan membahagiakan ataukah sebenarnya masih jalan di tempat? Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan kualitas dan kemajuan bangsa. Oleh karena itu, untuk memajukan kualitas bangsa, dunia pendidikan Indonesia diatur oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Pemerintah telah merilis 11 model kurikulum sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, yaitu Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (Cara Belajar Siswa Aktif), Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013 (K-13), dan terbaru adalah Kurikulum Merdeka.

Dengan begitu banyak model kurikulum yang telah dirilis, ditambah dengan banyak tokoh pendidikan di Indonesia, idealnya dunia pendidikan Indonesia menempati posisi unggul. Faktanya, berdasarkan data pemeringkatan pendidikan yang dirilis situs worldtop20.org, pada 2023, Indonesia berada di peringkat ke-67 dari 209 negara.

Di Asia Tenggara, Indonesia tertinggal dari Singapura, Brunei, dan Vietnam. Indonesia hanya berada dua  peringkat di atas Timor Leste, negara yang belum lama merdeka. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Banyak faktor yang memengaruhi, dari kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik, sarana-prasarana, pemerataan pendidikan, hingga model kurikulum yang diterapkan.

Selain tenaga pendidik, kurikulum memegang peran kunci sekaligus ”roh” dalam dunia pendidikan karena kurikulumlah yang mengatur struktur, bentuk, arah, hingga kegiatan belajar-mengajar dilakukan. Ketepatan kurikulum sangat diperlukan agar upaya pengembangan dan peningkatan kualitas anak-anak bangsa dapat dilakukan dengan prima.

Belum lama ini, dunia pendidikan Indonesia dikenalkan dengan Kurikulum Merdeka. Ingar bingar Kurikulum 2013 belum usai, kini ada lagi model kurikulum baru, yang menurut Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, memiliki sejumlah keunggulan.

Tentu saja ada pro dan kontra yang menyertai peluncurannya. Ada yang pesimistis, ada pula yang optimistis. Wajar karena, menilik perjalanan pendidikan di Indonesia, apa pun model kurikulumnya, tetap saja aktivitas pembelajaran tidak banyak berubah.

Model pembelajaran teacher-centered yang hanya mengandalkan bentuk ceramah, tak banyak dialog dan diskusi di dalam kelas, score-oriented, materi pelajaran yang betumpuk, hingga berorientasi pada menghafal saja pada saat negara lain berlomba-lomba menerapkan student-centered dan meaningful learning. Kita masih setia dengan pola-pola lama.

Hal seperti inilah yang sebenarnya berandil pada matinya potensi anak didik. Imbasnya adalah kualitas pendidikan kita jalan di tempat. Rentetan persoalan tersebut dicoba dijawab oleh Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka menawarkan sekaligus menjanjikan terciptanya meaningful learning, pembelajaran bermakna.

Siswa tidak lagi dibebani materi belajar yang bertumpuk-tumpuk, namun diajari materi-materi yang fundamental, esensial, dan mendalam. Hafalan yang seabrek tidak lagi menjadi fokus utama siswa, melainkan siswa dibimbing untuk menjadi paham terhadap tema yang sedang dipelajari.

Idealisme Tinggi

Harapannya, setelah terbentuk pemahaman, siswa dapat mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, siswa tidak hanya diajarkan menghafal, namun dibimbing untuk memahami dan mengaplikasikan. Bukankah apabila ini terjadi, berarti salah satu tujuan pendidikan telah tercapai?

Kurikulum Merdeka juga memberikan wewenang kepada sekolah untuk merancang kurikulum operasionalnya sendiri sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Bukankah seharusnya pendidikan memang begitu?

Dengan demikian, setiap sekolah memiliki peluang untuk mengembangkan potensi anak didik yang berbeda-beda. Mengingat luas dan beranekanya wilayah Indonesia, kebijakan yang diusung Kurikulum Merdeka tersebut logis serta realistis.

Pastilah berbeda kondisi dan potensi pendidikan di wilayah Jawa dengan luar Jawa, kondisi di pesisir dengan pegunungan. Oleh karena itu, memberikan wewenang kepada setiap sekolah dalam perancangan kurikulum operasional mutlak dilakukan.

Sebenarnya kurikulum ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan Indonesia. Kurikulum ini sebenarnya sejalan dengan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, bahwa sebenarnya setiap peserta didik adalah unik dan perlu dikembangkan sesuai dengan keunikan tersebut.

Untuk itulah, agar rancangan Kurikulum Merdeka dapat diimplementasikan dengan baik dan benar, yang perlu disiapkan kali pertama adalah tenaga pendidik. Mindset lama tentang pendidikan harus diubah. Diikuti dengan peningkatan kompetensi guru yang bisa dilakukan melalui training atau workshop.

Sosialisasi masif tentang Kurikulum Merdeka juga perlu dilakukan kepada orang tua siswa dan siswa sehingga mereka memiliki cara pandang yang sama terhadap dunia pendidikan. Disusul dengan peningkatan kualitas sarana dam prasarana. Teknologi menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan.

Apabila setiap langkah tersebut dilakukan dan setiap pihak yang terlibat setia melaksanakan rancangan Kurikulum Merdeka, tidak berlebihan bila kita tinggal menunggu waktu perbaikan peringkat pendidikan Indonesia. Dengan segala kelebihan, idealnya, kita menyambut gembira hadirnya Kurikulum Merdeka karena berpotensi membawa babak baru bagi pendidikan Indonesia.

Kurang bijaksana rasanya apabila kurikulum tersebut dinafikan hanya karena dipandang mengandung idealisme tinggi. Bila kita ragu dan takut berubah, bagaimana bisa dunia pendidikan kita maju dan sumber daya manusia kita unggul?

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2023! Semoga semangat dan cita-cita Ki Hadjar Dewantara tidak hanya diperingati secara seremonial, namun juga diejawantahkan melalui penerapan pendidikan yang berkualitas.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Mei 2023. Penulis adalah pendidik di SMP Focus Independent School di Kota Solo, Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya