SOLOPOS.COM - Penyerahan santunan jaminan kematian kepada ahli waris anggota KPPS di TPS 006 Gubug, Cepogo, Boyolali yang meninggal dunia, di rumah duka, Selasa (20/2/2024). (Istimewa/BPJS Ketenagakerjaan Boyolali)

Angka kematian petugas Pemilu 2024 telah mencapai setidaknya 94 orang. Lebih dari 13.000 tercatat sakit. Ini berdasarkan data yang dikumpulkan Kementerian Kesehatan pekan lalu. Tentu saja ini tak boleh hanya dimaknai sebagai angka. Ini adalah peristiwa menyedihkan, bukan sekadar angka.

Peristiwa ini seperti mengulang yang terjadi saat Pemilu 2019. Sejumlah langkah pencegahan memang telah diambil. Para pakar menyerukan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap beban kerja garda depan penyelenggara pemilu sembari menyerukan pemisahan antara pemilu di tingkat nasional dan lokal.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Sebulan setelah pemilu serentak pada April 2019 lalu, Kementerian Kesehatan merilis data yang menunjukkan 527 petugas pemilu meninggal dunia dan 11.239 sakit. Dalam konteks Pemilu 2024, ternyata solusi yang dirumuskan dan diterapkan tidak secara signifikan menyelesaikan masalah.

Kematian petugas pemilu di garda terdepan, khususnya anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) terulang lagi. Hingga Sabtu (24/2/2024), KPU menyebut ada 60 anggota KPPS dan 30 petugas ketertiban di tempat pemungutan suara (TPS) meninggal dunia dan  13.000 orang petugas Pemilu 2024 jatuh sakit.

Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh. Evaluasi mencakup beban kerja petugas garda terdepan pemilu, sistem kerja, dan kondisi sumber daya manusia. Salah satu usulan yang mengemuka dari kalangan pemerhati pemilu adalah masa kerja petugas KPPS diperpanjang dengan sesi pembekalan dan simulasi pemilu lebih banyak dan efektif.

KPU sebenarnya telah melakukan sejumlah langkah untuk menekan risiko kecelakaan kerja para petugas pemilu. Batas usia petugas KPPS adalah 17 tahun hingga 55 tahun. KPU juga mewajibkan calon petugas KPPS menyerahkan surat keterangan sehat.

Anggota KPPS harus memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa berdampak buruk bagi kesehatan mereka, misalnya kelelahan fisik karena proses penyelesaian pemungutan dan penghitungan suara yang begitu lama sejak pagi sampai dini hari dan bahkan sampai keesokan harinya.

Selain evaluasi dalam hal pemilihan anggota KPPS, pemerintah harus mempertimbangkan kembali pemilu serentak. Pemilu serentak dengan lima kotak suara cukup melelahkan bagi petugas KPPS.

Ihwal pemilu serentak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Undang-undang tersebut mengatur pelaksanaan pemilu setiap lima tahun sekali secara serentak, yang meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Upaya lain yang bisa dilakukan adalah memisah pemilu anggota legislatif daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan pemilu nasional yang memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR dan anggota DPD.

Pernah ada yang mengajukan permohonan uji materi undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada 2020, namun ditolak. Kala itu, perubahan sistem politik dianggap mendesak karena banyak korban jiwa pada Pemilu 2019.

Tahun ini  jumlah petugas KPPS yang meninggal memang berkurang dibandingkan pada 2019, tapi jumlah petugas yang sakit tetap sangat banyak. Evaluasi pelaksanaan pemilu harus dilakukan secara menyeluruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya