SOLOPOS.COM - Ilustrasi pendaftaran siswa baru SMAN dengan sistem zonasi. (Antaranews.com)

Wakil Ketua MPR dan Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani ketika  bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan menyampaikan bahwa kebijakan sistem zonasi sekolah dalam penerimaan peserta didik baru  (PPDB) selalu menimbulkan berbagai persoalan di banyak daerah.

Ia meminta pemerintah mengevaluasi zonasi sekolah dalam PPDB. Presiden Joko Widodo merespons pendapat dan saran tersebut dengan menyatakan akan mengevaluasi secara mendalam plus dan minus zonasi sekolah. Evaluasi akan dilakukan secara komprehensif.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Sistem zonasi sekolah dalam PPDB adalah mekanisme penerimaan siswa baru yang diharapkan lebih transparan dengan mengedepankan pemerataan berdasarkan tempat tinggal calon siswa. Sistem ini digulirkan pada 2017.

Tujuan sistem ini adalah agar semua sekolah (negeri) memberikan layanan pendidikan yang bermutu secara merata di suatu kawasan tertentu. Tujuan lain adalah mengubah pandangan tentang sekolah favorit dan sekolah tidak favorit yang pada akhirnya semua sekolah berkualitas sama dan mempunyai fasilitas sama.

Sistem ini mementingkan keadilan, salah satu teknisnya adalah calon siswa yang bertempat tinggal terdekat dengan sekolahan mempunyai kesempatan masuk ke sekolahan itu. Ide dasar penerapan zonasi sekolah adalah menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.

Zonasi sekolah berprinsip pada keadilan sekaligus sebagai upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu. Ide baik itu sejauh ini belum terwujud optimal.

Masalah yang mengemuka dalam zonasi sekolah sejauh ini adalah peta koordinat potensi siswa baru yang tidak tepat sehingga siswa yang berumah di dekat sekolah malah tidak diterima; pemerintah daerah kesulitan memetakan jumlah anak usia sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah; dan memunculkan kecurangan baru, yaitu manipulasi kartu keluarga agar anak bisa memasuki sekolah tertentu.

Tujuan baik yang juga belum terwujud adalah pemerataan pendidikan yang berkualitas (sekolah pinggiran butuh intervensi pemenuhan sarana, prasarana, dan fasilitas); rotasi guru yang merata (banyak guru merasa nyaman dengan sistem sebelumnya); mencegah ”pembelian bangku”.

Mencegah “pembelian bangku” belum berhasil karena kini berganti dengan manipulasi jarak tempat tinggal. Sebenarnya masalah yang mengemuka tak jauh beda dengan sistem lama, yaitu manipulasi, kecurangan, dan keengganan berubah pada sistem manajemen pengelolaan pendidikan.

Pendataan berbasis teknologi digital tak dimanfaatkan sepenuhnya untuk memetakan potensi siswa di suatu wilayah zona sekolah yang sesungguhnya bisa diketahui setidaknya enam bulan sebelum penerimaan siswa baru.

Evaluasi zonasi sekolah seharusnya tetap berpangkal pada tujuannya yang sangat baik. Evaluasi dengan cara mengganti zonasi sekolah dengan sistem lain—zonasi sekolah baru berjalan enam tahun dan menunjukkan banyak gejala baik—hanya menunjukkan manajemen pengelolaan pendidikan yang tanpa imajinasi, selalu pragmatis, dan memosisikan peserta didik hanya sebagai objek kebijakan trial dan error.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya