SOLOPOS.COM - Dartim Ibnu Rushd (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Secara mekanistis semantik istilah filantropi berasal dari bahasa Yunani. Dari kata philien yang artinya cinta dan anthropos yang artinya manusia. Filantropi adalah cinta manusia dalam arti memiliki kepedulian dan rasa belas kasihan melihat kesulitan orang lain atau sesama manusia.

Sedangkan secara istilah filantropi merupakan konsep filosofis yang dirumuskan untuk memaknai hubungan antarmanusia dan rasa cinta seseorang atau sekelompok orang kepada sesama yang sedang mengalami kesulitan.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Rasa cinta ini diekspresikan, antara lain, melalui tradisi berderma atau memberi. Menurut Hilman Latief dalam buku berjudul Melayani Umat, istilah filantropi dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai sikap kedermawanan dan cinta kasih terhadap sesama.

Konsep filantropi secara praktis sebenarnya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Sebagai contoh adalah kepedulian terhadap saudara-saudara kita di Palestina yang sedang mengalami bencana kemanusiaan (penjajahan).

Termasuk kepedulian kepada saudara-saudara kita yang terkena bencana alam, kesulitan ekonomi, atau mengalami penindasan atas nama hukum atau karena lainnya. Kepedulian itu kemudian kita ubah menjadi pemberian bantuan atau pertolongan sesuai kebutuhan mereka.

Oleh karena itu, konsep filantropi berhubungan erat dengan rasa kepedulian, empati, solidaritas, dan kepekaan dalam relasi sosial antara orang miskin (mustad’afin) dan orang kaya (aghniya), antara yang kuat dan yang lemah, antara yang beruntung dan yang tidak beruntung, atau bahkan antara yang kuasa dan yang tunakuasa.

Dalam perkembangan termutakhir konsep filantropi mengalami perluasan makna, yakni tidak hanya yang berhubungan dengan kegiatan berderma, melainkan juga peningkatan efektivitas strategi kegiatan memberi atau berderma.

Berderma material maupun nonmaterial agar dapat mendorong perubahan lebih luas secara kolektif di masyarakat. Dalam beberapa hal, terkait strategi filantropi inilah sebenarnya yang sering menimbulkan beragam masalah baru.

Saya berpendapat latar belakang sosiologis filantropi muncul salah satunya karena ada kaitan dengan teori hegemoni Antonio Gramsci. Teori ini adalah pandangan hidup dan cara berpikir sosiologis yang mengatakan bahwa secara alamiah akan selalu ada dominasi di antara kelompok-kelompok sosial.

Kelompok yang kuat mendominasi yang lemah. Kelompok yang kaya mendominasi yang miskin. Kelompok penguasa mendominasi rakyat biasa. Maksud konsep dan praktik filantropi adalah agar meminimalisasi dominasi itu.

Tujuannya tidak terjadi hal-hal yang dapat merampas hak-hak kemanusiaan. Terutama hak-hak kemanusiaan dari pihak kelompok-kelompok yang terdominasi. Konsep filantropi tidak hanya berhubungan dengan berderma, tapi juga pada efektivitas kegiatan memberi itu secara manajerial sehingga tepat sasaran dan tidak terjadi manipulasi.

Secara manajerial tidak menimbulkan kecemburuan sosial dan juga tidak menimbulkan kesenjangan sosial baru karena mungkin sering kali terjadi korupsi atau manipulasi dalam prosesnya.

Sisi material maupun nonmaterial filantropi harus didorong agar dapat menumbuhkan perubahan kolektif di masyarakat menuju kesejahteraan yang merata. Implementasinya harus tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat strategi.

Sebenarnya konsep filantropi ada kaitannya dengan teori hegemoni Antonio Gramsci, hanya berbeda dalam tujuan dan motivasi. Filantropi adalah gerakan rakyat atas dasar kepedulian dan cinta kasih.

Konsep hegemoni Antonio Gramsci lebih atas dasar kepentingan politik kekuasaan penguasa kepada rakyat untuk meraup dukungan suara. Filantropi bisa diistilahkan sebagai gerakan memberi.

Hegemoni adalah gerakan mencari keuntungan dengan modus pemberian, seperti pemberian bantuan sosial yang dilakukan saat mendekati Pemilu 2024 yang pada akhirnya menuai ragam kritik dan kontroversi.

Filantropi sebagai gerakan cinta dan gerakan memberi terhadap sesama relevan dengan ajaran Islam. Cinta dalam Islam disebut dengan istilah rahmah. Wujud dari rahmah adalah semangat memberi dengan sukarela.

Pemberian yang bersifat wajib dalam Islam adalah zakat bagi yang mampu. Zakat fitrah atau zakat mal. Sedangkan pemberian yang bersifat sunah tapi sangat dianjurkan dalam Islam misalnya infak, sedekah, dan wakaf.

Secara filosofis sebenarnya selain kata rahmah istilah cinta juga disebut dengan istilah mawaddah. Perbedaannya adalah mawaddah artinya cinta yang bersyarat sedangkan rahmah cinta yang tidak bersyarat.

Mawaddah memiliki makna mahabbah. Cinta yang tergantung syarat. Kalau syaratnya terpenuhi timbul rasa cinta, tapi kalau syaratnya tidak terpenuhi tidak ada cinta. Seperti ungkapan “ada uang abang kusayang, tidak ada uang abang ditendang”.

Itulah mengapa disebut sebagai cinta yang bersyarat atau mahabbah. Konsep cinta ini sering terjadi pada manusia-manusia yang sedang jatuh cinta. Berbeda dengan rahmah yang diterjemahkan sebagai asy-syafaqah, artinya kepedulian atau kerelaan.

Makna cinta yang kedua ini adalah semangat kepedulian dan kerelaan menolong dan membantu meringankan sesama. Hati nurani manusia sangat halus dan lembut dan sangat responsif terhadap kesulitan-kesulitan orang lain.

Cinta dalam arti yang kedua inilah yang memiliki relevansi dengan konsep filantropi. Cinta kemanusiaan dalam arti ikut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain sehingga tergerak untuk membantu dan memberikan pertolongan.

Tidak memandang agamanya apa, sukunya apa, kulitnya apa, dan lain sebagainya. Siapa pun yang mengalami kesulitan harus segera ditolong. Dalam Islam kita mengenal zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian gerakan filantropi Islam yang bisa dirasakan manusia di seluruh dunia.



Tidak hanya bagi muslim manfaatnya, tapi termasuk bagi nonmuslim. Islam adalah rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Khusus mengenai zakat, menurut Sayyid Sabiq, berasal dari kata zaka, artinya suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.

Dinamakan zakat karena terkandung harapan untuk memperoleh berkah, sebagai pembersih jiwa, dan tumbuh dengan berbagai kebaikan yang lain. Pada umumnya zakat yang harus dibayarkan sebesar 2,5%.

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta. Pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak.

Sedangkan makna suci menunjukkan zakat adalah menyucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan, dan pencuci dosa-dosa. Mengutip pendapat Al-Mawardi, zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dibayarkan terkait harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.

Orang yang menunaikan zakat disebut muzaki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut mustahik. Zakat adalah bentuk nyata filantropi Islam yang sangat potensial jika dikelola dengan baik. Termasuk penyaluran dan pemanfaatan yang diharapkan bisa lebih produktif.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 April 2024. Penulis adalah dosen di Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya