SOLOPOS.COM - Flo. Kus Sapto W. (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Selasa (2/2/2016), ditulis Flo. Kus Sapto W. Penulis adalah praktisi pemasaran.

Solopos.com, SOLO — Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2016 ini dibarengi ketakutan membanjirnya tenaga kerja asing (TKA). Ketakutan semacam ini sebetulnya wajar sebab di samping masih ada tujuh juta lebih tenaga kerja lokal yang menganggur, TKA dikhawatirkan merebut posisi-posisi pekerjaan kelas bawah.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Di bidang kontruksi, misalnya, posisi tukang las, tukang ukur, tukang pasang pipa, ahli administrasi (dokumen), bisa dimasuki oleh TKA (lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 247/2011).

Di Pasal 26 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker No. 16/2015 mengatur adanya posisi sebagai pemandu karaoke oleh TKA. Sebelumnya, pada pertengahan 2015, kehadiran sejumlah besar buruh kasar dari Tiongkok sempat menggelisahkan.

Para pekerja dari Negeri Panda itu di antaranya terlibat dalam proyek pembangkit listrik di Ketapang, Kalimantan Barat. Sebanyak 700 TKA dari Tiongkok lainnya menjadi pekerja di proyek pembangunan pabrik semen di Lebak, Banten.

Seratusan lebih buruh kasar dari Tiongkok juga dipekerjakan di proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Buleleng, Bali. Sengaja tingkatan pasar tenaga kerja kasar menjadi sebuah perhatian tersendiri di sini setidaknya untuk tiga alasan.

Pertama, mereka adalah bagian besar dari wajah tenaga kerja tidak terdidik (47% dari total tenaga kerja). Kedua, dibandingkan dengan pangsa pasar tenaga kerja di posisi atas (komisaris, direksi, konsultan) mereka lebih rentan terpinggirkan jika sudah berhadapan dengan sebuah persaingan dengan TKA.

Dengan kata lain, pekerja lokal di tingkat atas lebih bisa punya banyak pilihan daripada tenaga kerja kasar lokal. Keunggulan-keunggulan lain para pekerja lokal masih bisa dijadikan sebuah nilai tambah, misalnya dalam hal kejujuran, tenggang rasa, dan kekerabatan.

Di dalam sebuah mekanisme industri, kelebihan-kelebihan bawaan semacam itu tidaklah cukup. Diperlukan kemampuan-kemampuan teknis yang secara langsung mendukung produktivitas. Kemampuan-kemampuan teknis inilah yang sepertinya menjadi titik lemah.

Potensi ancaman terhadap pasar tenaga kasar lokal bagaimanapun perlu diantisipasi. Apakah dengan demikian ancaman gelombang kedatangan TKA–terutama level pekerja kasar–memang nyata? Di era globalisasi, kehadiran TKA sejatinya merupakan sebuah keniscayaan.

Pengembangan bisnis di hampir semua industri memungkinkan pembukaan kantor-kantor baru di negara lain. Secara manajerial tentunya akan ada banyak kepentingan kantor pusat yang harus diimplementasikan di kantor-kantor cabang.

Relasi tersebut sudah dengan sendirinya memunculkan potensi adanya TKA. Secara prinsip, sebuah investasi pasti juga membutuhkan segala sumber daya yang paling efisien. Wajar jika untuk alasan efisiensi, pemilik bisnis cenderung membawa serta mayoritas tim dan alat kerjanya.

Hal ini dilandasi beberapa alasan praktis, misalnya kendala bahasa, tidak hanya dalam hambatan komunikasi dengan pekerja lokal, tapi juga karena banyak alat-alat kerja teknis yang manualnya masih dalam bahasa asal. Jika harus berganti alat atau pengadaan baru, akan ada implikasi biaya dan waktu.

Bisa juga karena target penyelesaian pekerjaan yang ketat. Proses perekrutan tenaga kerja lokal, pelatihan, dan berbagai penyesuaian lainnya jelas akan menyita waktu. Jadi, kehadiran TKA nyaris akan seiring berdampingan dengan bergulirnya bisnis global. [Baca selanjutnya: Formalisasi Aktivitas]Formalisasi Aktivitas

Secara sederhana, MEA dapat dikatakan hanyalah salah satu bentuk formalisasi aktivitas bisnis global yang salah satunya berimbas dalam penggunaan TKA. Meskipun demikian, secara normatif masing-masing teritorial tentu akan melindungi diri dengan berbagai proteksi terhadap potensi masuknya TKA secara masif.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 72/2014, terutama Pasal 4 ayat (1), mewajibkan seluruh pelaku industri mengutamakan tenaga kerja lokal untuk semua jenis jabatan yang tersedia.

Pasal 11 ayat 1 (a) mewajibkan pengguna TKA menunjuk tenaga kerja lokal sebagai pendamping dan (b) memberikan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja lokal sesuai kualifikasi jabatan TKA yang dipekerjakan (transfer knowledge).

Di Permenaker No. 16/2015, Pasal 3 ayat (1), ditegaskan lagi adanya kewajiban bagi pengguna TKA untuk mengimbangi setiap seorang TKA yang dipekerjakan dengan 10 pekerja lokal. Di daerah, beberapa kebijakan protektif telah dicoba digulirkan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur, misalnya, hendak mengharuskan TKA level manajer ke bawah bisa menguasai bahasa Jawa. Mengingat masih adanya beberapa peluang ketidaksesuaian antara peraturan dengan pelaksanaan, apa yang sebaiknya dilakukan para pelaku (pekerja) industri lokal?

Pertama, di dalam setiap persaingan pasar, masing-masing industri semestinya memiliki spesifikasi standar kualitas produk. Jika diasumsikan spesifikasi kualitas itu adalah standar nasional Indonesia (SNI), masing-masing pekerja di sebuah rantai industri harus memahaminya.

Implementasi sertifikasi menjadi penting tidak hanya bagi hasil akhirnya (produk jadi) tapi juga kompentensi bagi berbagai keterampilan teknis pekerjanya, semacam surat izin mengemudi (SIM) bagi pengemudi atau sertifikat lulus pendidikan sekuriti bagi petugas satuan pengamanan (satpam).

Sertifikasi semacam ini bisa disinergikan antara berbagai pihak (dinas terkait dan pengusaha). Serikat pekerja dalam hal ini bisa mengambil peran besar. Jika selama ini masih sibuk menuntut perbaikan gaji, perolehan sertifikat kompetensi justru perlu dipertimbangkan sebagai salah satu jaminan profesi.

Kedua, satuan-satuan kerja harus memperdayakan diri untuk bisa memiliki kalkulasi capaian minimal dan maksimal dari setiap unit produksi. Capaian tersebut harus sampai pada jumlah output per satuan waktu yang dikomparasikan dengan beban biaya tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada tenaga kerja.

Dengan demikian bisa didapatkan gambaran perbandingan antara tingkat produktivitas faktual dan ideal. Jika ternyata produktivitas masih dibawah produktivitas yang dijanjikan oleh TKA, realitas demikian perlu dijadikan bahan pemikiran.



Mungkinkah hal itu disebabkan karena terlalu santai (bekerja sambil mengobrol), tidak fit (akibat begadang di kafe atau angkringan), atau sebab lain (alat kerja)? Demikian juga jika hasilnya justru lebih baik.

Bagi pelaku usaha yang hendak menggunakan TKA, hal ini dapat dijadikan pembanding seandainya dengan upah yang lebih murah tenaga kerja lokal ternyata justru lebih produktif. Pada gilirannya, situasinya bisa dibalik untuk menawar upah lebih rendah bagi TKA.

Isu upah bagaimanapun adalah bagian dari fenomena TKA. Lumrah terjadi pembedaan standar upah antara tenaga kerja lokal dengan TKA. Normalnya, di Indonesia, tenaga kerja lokal digaji lebih rendah daripada TKA.

Hal ini berbeda dengan, misalnya, di Amerika Serikat (AS). Bendick et al (2009) menemukan adanya pramuniaga, bartender, dan pengawas asli AS (kulit putih) yang digaji 35,8% lebih tinggi daripada jabatan serupa yang dimiliki oleh tenaga kerja kulit berwarna.

Penelitian yang dilakukan di sejumlah restoran di New York itu juga menemukan adanya selisih gaji 12% lebih rendah bagi pekerja kulit berwarna setelah proses perekrutan. Dengan adanya transparansi tolok ukur antara produktivitas dikomparasikan dengan upah, secara masuk akal hal itu bisa dicegah.

Ketiga, penggunaan TKA sedikit banyak adalah permintaan dari pemilik modal sehingga dengan berbagai pertimbangan untung-rugi dapat dipastikan berbagai pengerjaan proyek berbasis investasi asing tentu akan memberi tempat bagi kehadiran TKA. Di dalam persaingan semacam itu tenaga kerja lokal tidak bisa lain kecuali harus lebih tangkas dan cerdas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya