SOLOPOS.COM - Fakhruddin Aziz, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (FOTO/Istimewa)

Fakhruddin Aziz, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (FOTO/Istimewa)

Dengan film besutannya yang bertitel “Innocence of Muslims”, Sutradara asal California Amerika Serikat, Nakoula Basseley Nakoula atau Sam Bacile telah menggegerkan masyarakat di berbagai belahan dunia, khususnya umat Islam.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Film garapan Sam Bacile tersebut dianggap merendahkan Islam dan Nabi Muhammad. Kepentingan-kepentingan Amerika pun menjadi sasaran unjuk rasa, bahkan Duta Besar AS di Libya, Christopher Stevens bersama tiga stafnya tewas akibat serangan ke gedung konsulatnya [SM, 14/9].

Belum reda ketegangan film kontroversial itu, sebuah majalah mingguan di Prancis, Charlie Hebdo, memuat karikatur yang dianggap melecehkan Nabi Muhammad. Tak pelak lagi, berbagai demonstrasi menentang film dan kartun provokatif itu meletus di berbagai negara.

Ini adalah untuk kesekian kalinya Barat bersitegang dengan Timur (umat Islam), setelah sebelumnya, amarah umat Islam disulut oleh pemuatan karikatur Nabi Muhammad di koran Jyllands-Posten dan beberapa media di Denmark, munculnya film “Fitna” karya Geert Wilders, aksi pendeta kontroversial Terry Jones yang membakar Alquran dan lain sebagainya.

Mengapa mereka nekat membuat film amatir dan memuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad dan Islam tersebut? Hal itu bisa saja sebagai wujud ketakutan berlebihan yang tidak mempunyai dasar berpikir yang kuat terhadap Islam [Islamophobia].

Istilah Islamophobia sendiri menjadi semakin populer semenjak tragedi serangan World Trade center (WTC) 11 September 2001 silam. Selain karena tragedi WTC tersebut, Islamophobia menyeruak ke permukaan juga karena perkembangan Islam yang cukup signifikan di bumi Eropa.

Ketakutan yang berlebihan pada Islam berangkat dari minimnya pengetahuan serta pola pikir dan sudut pandang yang sempit terhadap Islam. Mereka memahami Islam secara dangkal dan parsial, yakni memahami teks agama lepas dari konteksnya, dan mengabaikan penafsiran teks agama, sehingga telah salah kaprah dalam menyimpulkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya rahmatan lil ‘aalamiin [rahmat bagi alam semesta].

 

Toleran dan Antikekerasan

Upaya stigmatisasi negatif terhadap Nabi Muhammad dan pemutarbalikan fakta teologis Islam menjadi agama yang sarat dengan doktrin kekerasan memang kerap terjadi. Padahal, Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada pemeluknya.

Justru, doktrin teologis Islam sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia [HAM] dan antikekerasan. Alquran secara substansial juga tidak melarang umat Islam berhubungan dengan masyarakat non-Islam, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya.

Islam secara gamblang melarang aksi kekerasan dan perusakan di muka bumi sebagaimana difirmankan Allah dalam Alquran “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [Asy-Syu’ara :183].

Allah juga berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi sesudah [Allah] memperbaikinya…” [Al-A’raf: 56]. Selain kedua ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat yang melarang dan mencela perbuatan perusakan di muka bumi.

Hidup di tengah keragaman agama/keyakinan, jelas meniscayakan sikap toleransi. Setiap agama tentu mengajarkan pemeluknya untuk saling menghargai sesama. Dalam Islam sudah sangat jelas spirit dan ajaran toleransi itu sebagaimana yang tertuang dalam Alquran, yakni Al-Baqarah: 256 [tidak ada paksaan dalam beragama], Al-Kaafirun: 1-6 [toleransi beragama], Yunus: 99 [larangan memaksa penganut agama lain memeluk Islam], dan Al-Mumtahanah: 8-9 [anjuran berbuat baik, berlaku adil dan menolong orang-orang non-muslim yang tidak memusuhi dan tidak mengusir mereka].

Prinsip-prinsip toleransi, humanisme juga dapat dilihat dalam Piagam Madinah, di mana Nabi Muhammad SAW sangat menaruh perhatian betapa pentingnya membangun harmoni kehidupan bersama meski dalam keragaman keyakinan/agama.

Di dalamnya, toleransi dan kebebasan dalam beragama bagi komunitas-komunitas agama di wilayah Madinah ditekankan dan dijamin secara konstitusional. Artinya, kebebasan beragama dijamin oleh negara dan undang-undang. Jadi salah besar jika Islam dilabeli sebagai agama yang sarat dengan kekerasan dan intoleran.

Dari sisi humanisme, pembuatan dan peredaran film provokatif itu jelas sangat tidak beradab, karena dianggap mencitrakan negatif Nabi Muhammad dan menebar virus permusuhan antara umat Islam dan non-Islam khususnya, dan sesama umat manusia di bumi ini pada umumnya.

Di tengah permasalahan global dengan segala diferensiasinya, spirit perdamaian harus dibangun dan dipupuk secara bersama-sama. Tokoh-tokoh agama sudah semestinya memberikan pemahaman agama dan menanamkan semangat toleransi beragama yang baik kepada para umatnya. Tokoh agama pula yang layaknya berada di garda paling depan untuk mengendalikan umatnya agar saling menahan diri.

Bijaksana

Kemunculan film tersebut memang sangat melukai umat Islam. Namun umat Islam harus menyikapinya dengan bijaksana dan tidak perlu emosional. Demonstrasi menentang kemunculan film tersebut adalah wajar sebagai wujud kemarahan, namun tak perlu dibarengi dengan aksi-aksi anarkistis yang semakin memperkeruh keadaan.

Ini harus menjadi momentum introspeksi dan menjadi pelecut semangat untuk semakin berbuat kebaikan. Wajah Islam harus lebih kita tampilkan secara damai dan santun, karena sejatinya Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan antikekerasan. Sehingga hal tersebut bisa memberi pencerahan dan membuka mata mereka yang sebelumnya berpandangan miring terhadap Islam.

Maka tiada pilihan lain selain bersama-sama melakukan introspeksi dan berkomitmen untuk membangun perdamaian di muka bumi ini. Untuk mewujudkan perdamaian itu, upaya dialog antarperadaban dan antaragama harus lebih dikedepankan untuk mencari titik temu antarperadaban dan agama yang berbeda.

Akhirnya, kita semua berharap semoga kasus film “Innocence of Muslims” dan pemuatan kartun Nabi Muhammad menjadi episode terakhir dalam drama ketegangan antara Barat dan Islam. Kita semua tentu berharap, semoga bendera perdamaian dan kerukunan kembali tegak berdiri di atas bumi ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya