SOLOPOS.COM - Ngadiyo ngadiyolove@gmail.com Alumnus Pesantren Mahasiswa Ar-Royyan Solo

Ngadiyo ngadiyolove@gmail.com Alumnus Pesantren  Mahasiswa Ar-Royyan Solo

Ngadiyo
ngadiyolove@gmail.com
Alumnus Pesantren
Mahasiswa Ar-Royyan
Solo

 

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Selama Ramadan, siswa sekolah dasar mulai kelas III diwajibkan mengisi buku kegiatan Ramadan. Buku itu berisi penjelasan panduan puasa, salat Tarawih, salat Idul Fitri, lengkap dengan bacaan berbahasa Arab, kolom pelaksanaan puasa dengan format melaksanakan puasa atau tidak. Kemudian kolom melaksanakan salat wajib lima waktu, salat Tarawih, mengikuti kuliah tujuh menit (kultum) di masjid.

Siswa harus membuktikan ritus ibadah tersebut dengan tanda tangan imam salat serta penceramah yang memberikan siraman rohani. Kolom yang lain yaitu tadarus Alquran. Guru Pendidikan Agama Islam memerintahkan siswa mengisi buku kegiatan Ramadan selama sebulan penuh hingga akhirnya mengikuti salat Idul Fitri dan mengikuti khotbahnya. Tentu dibuktikan dengan tanda tangan imam sekaligus khatibnya.

Siswa begitu patuh melaksanakan perintah itu. Mereka berpikir bahwa ibadah harus dicatat, dilaporkan kepada guru agama mereka. Kelak mereka berharap nilai mata pelajaran agamanya memperoleh yang terbaik. Buku kegiatan Ramadan menjadi bukti otentik bahwa mereka rajin beribadah khusus selama Ramadan. Amal sehari-hari yang dicatat menuntut keseriusan, disiplin tinggi, dan kontinuitas atas dasar kepatuhan. Melaksanakan ibadah karena perintah orang yang lebih berpengaruh khususnya guru memang pasti akan dilaksanakan.

Kekhawatiran siswa jika tidak mengisi buku kegiatan Ramadan memberikan efek dalam kejiwaan mereka. Apabila tidak minta tanda tangan imam salat dan penceramah kultum maka mereka dianggap tidak patuh. Kontrol ibadah seperti ini menjadi mubazir ketika pengaruhnya tidak signifikan pasca-Ramadan atau setelah Ramadan berakhir. Siswa kembali seperti semula dalam menjalankan ritus ibadah.

Yang menjadi perkecualian adalah pembiasaan salat wajib berjemaah terutama bersama keluarga yang tentu tetap terlaksana tanpa harus mencatat kegiatan ibadah itu. Saya berpendapata pelaksanaan ibadah siswa dengan keharusan meminta tanda tangan, mengisi ritus amalan di buku kegiatan Ramadan memberikan dampak kesempatan untuk berbohong dan ketakutan jika siswa tidak mengisinya.

Siswa akan malu jika tidak berpuasa, tidak salat Tarawih di masjid dan jika tidak memperoleh tanda tangan imam dan penceramah. Siswa malu dan khawatir akan mendapatkan ejekan teman-temannya. Kejiwaan siswa menjadi rapuh karena ada unsur pemaksaan dalam dirinya untuk melaksanakan perintah yang harus ada bukti konkretnya. Pada hakikatnya buku kegiatan Ramadan melatih siswa untuk meningkatkan amal ibadah selama sebulan Ramadan. Selain itu siswa dilatih bertanggung jawab dan jujur terhadap diri sendiri dan guru.

Kejujuran adalah nilai pendidikan yang sangat mulia. Tetapi, kebanyakan siswa ingin terlihat sempurna dalam beribadah. Teman-teman merekalah yang menjadi pengawas bersama selama sebulan penuh dan disertai keharusan mengisi buku kegiatan Ramadan. Mereka tentu lebih bersemangat datang ke masjid. Lebih mendisiplinkan diri berpuasa dan amalan ibadah lainnya.

Kegiatan apa pun bila dicatat tentu memberi kesan mempercayai diri telah melakukan perbuatan dalam beragam bentuk. Pengawasan yang perlu ditekankan adalah apakah setelah Ramadan siswa juga melaksanakan ibadah wajib? Guru Pendidikan Agama Islam tidak bisa mengontrol dengan bukti tertulis. Siswa pun tidak memiliki kewajiban mencatat ibadah mereka. Padahal esensi beribadah adalah ketundukan diri untuk melaksanakan perintah Allah S.W.T sekaligus menjauhi larangan-Nya. Mengharap rida-Nya menurut akhlak terpuji berdasarkan tuntunan Rasulullah Muhammad S.A.W.

 

Pengabaian Teologis

Buku kegiatan Ramadan menjadi tradisi turun-temurun. Siswa hanya patuh melaksanakan perintah guru mereka. Tetapi, mereka tidak ditekankan untuk tunduk kepada yang memerintahkan ibadah itu sendiri. Padahal, nilai teologis utama adalah bahwa Tuhan Maha Melihat, sehingga amal ibadah apa pun, sekecil biji sawi pun, harus diniatkan hanya untuk menyembah Allah dan mengharap rida-Nya tanpa harus merasa diawasi dan dicatat.

Ini sungguh mengabaikan penanaman nilai-nilai ketuhanan terhadap siswa. Siswa senantiasa terpengaruh perintah guru agama dalam menjalankan ibadah. Apakah pendisiplinan seperti ini berjalan lancar dengan penuh kejujuran? Seperti mahasiswa yang nitip presensi, memalsu tanda tangan, walaupun anak-anak sekolah dasar pada umumnya dan sejatinya manusia selalu bersikap jujur dalam lubuk hatinya, tetapi pengisian buku kegiatan Ramadan sering diwarnai kebohongan. Siswa yang tidak jujur akan menuliskan berpuasa. Padahal tidak berpuasa. Dan masih banyak kebohongan lainnya di kolom buku aktivitas ibadah itu.

Menurut Seto Mulyadi (2007), siswa yang masih tergolong anak-anak pada dasarnya memiliki kemampuan alamiah untuk belajar dengan cara mereka sendiri. Termasuk menjalankan ibadah yang diajarkan oleh guru agama atau guru mengaji mereka. Terlebih jika orang tua sejak dini menanamkan nilai-niali religius berupa salat, puasa dan ritus ibadah lainnya, memberikan keteladanan pada diri anak tanpa ada paksaan dan pengawasan.

Penanaman kesalehan ini tentu lebih melekat di hati anak tanpa harus mengisi di buku dengan kolom-kolom yang telah ditentukan dalam buku kegiatan Ramadan. Sebagaimana dikemukakan Chuck Jones, seorang pemerhati anak-anak, anak-anak bukanlah orang dewasa kecil. Mereka adalah para ”profesional”. Tugas mereka adalah bermain, bereksperimen, dan mencoba hal-hal berbeda.

Pemberlakuan kewajiban mengisi buku kegiatan Ramadan dalam upaya melatih kejujuran dan pembentukan kesalehan karakter siswa perlu dikaji ulang. Kejujuran beribadah tidak harus dengan pembuktian di kertas. Biarkan siswa menjalankan ibadah dengan penuh tanggung jawab. Guru dan orang tua memberikan kepercayaan sepenuhnya dan tetap mengawasi.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya