SOLOPOS.COM - Albertus Rusputranto P.A. (Istimewa)

Gagasan Solopos, Kamis (2/6/2016), ditulis Albertus Rusputranto P.A. Penulis giat di Forum Pinilih dan pengajar di Institut Seni Indonesia Solo.

Solopos.com, SOLO — Juni merupakan bulan yang membahagiakan bagi bangsa Indonesia. Setidaknya bagi sebagian masyarakat Indonesia yang sampai detik ini masih mengagumi Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia dan salah seorang founding fathers negara bangsa yang besar ini.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Peringatan kebesaran Soekarno, yang juga kita kenal dengan sebutan Bung Karno, jamak dilaksanakan pada setiap Juni, bulan kelahirannya. Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901. Bung Karno adalah sosok yang mengagumkan, sangat mengagumkan.

Ia mengagumkan sejak awal kemunculannya di kancah perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia hingga jauh setelah dia berpulang. Banyak kerja besar telah dilakukannya, tidak hanya untuk bangsa Indonesia tetapi juga dunia.

Tidak berlebihan kalau ada cerita bahwa Bung Karno di dunia internasional, pada masa awal-awal kemerdekaan, lebih dikenal dibanding Indonesia. Sebagaimana orang-orang besar lainnya, selain kerja-kerja luar biasa yang sudah banyak dilakukannya, Bung Karno juga pernah melakukan kesalahan.

Mana mungkin Soekarno tidak pernah melakukan kesalahan? Mana ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan? Terlepas dia pernah melakukan kesalahan, mitos kebesaran Soekarno masih terus bertumbuh subur di tengah-tengah rakyat bangsa Indonesia.

Mitos ini membuat kadang kala orang tidak bisa mendudukkan Soekarno secara proporsional, tidak manusiawi. Tulisan-tulisan sejarah yang mengisahkan dan menganalisis Bung Karno tidak terbilang lagi banyaknya. Dari kelas kacangan hingga yang sangat bergengsi.

Tidak hanya tulisan-tulisan yang berasal dari dalam negeri tetapi bahkan di banyak negara di seluruh dunia. Penelitian tentang Bung Karno masih terus dilakukan hingga saat ini. Entah sampai kapan.

Bung Karno sebagai tokoh perjuangan, tokoh politik dunia, pemimpin rezim pemerintahan (Orde Lama) yang otoriter dan pribadi yang karismatik merupakan tema-tema tulisan yang paling populer.

Bisa dibilang tidak ada celah dalam kehidupan Bung Karno yang tidak menarik untuk diteliti. Di antara berbagai celah tersebut, agaknya sisi kesenimanan Bung Karno belum banyak yang menyentuh dan menuliskannya secara khusus, meskipun informasi ”kesenimanan” Bung Karno sebenarnya tidak luput dari perhatian para peneliti.

Perhatian Bung Karno terhadap kesenian sering kali dihubungkan dengan pandangan politik dan perjuangannya melawan kolonialisme/neokolonialisme, terutama pada ranah politik identitas bangsa yang baru merdeka, bangsa Indonesia yang baru saja terdekolonialisasi secara politik.

Perjumpaan Bung Karno dengan Soedjojono, Dullah, Basoeki Abdullah, dan Agus Djaja, tokoh-tokoh seni rupa yang bergiat di seksi kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakjat), organisasi di bawah kontrol pemerintah pendudukan militer Jepang, sering kali dijadikan penanda awal ketertarikan Bung Karno dengan dunia kesenian (dalam kerangka kepentingan politik perjuangan kemerdekaan).

Sebagai penanda ketertarikan Bung Karno menjadikan kesenian sebagai salah satu jalan perjuangan kemerdekaan mungkin benar, tetapi tidak sebagai penanda awal ketertarikan Bung Karno dengan dunia kesenian.

Jauh sebelum itu Bung Karno sudah menyenangi teater dan sering menonton film-film bioskop meskipun di kelas murahan (di sebalik layar). Bung Karno, di salah satu tempat pembuangannya pada masa kolonial Belanda, pernah menulis naskah lakon dan menyutradarai pementasan teater.

Kemampuannya berorasi menunjuk kualitas keaktoran Bung Karno, selain tentu kedigdayaannya menggunakan retorika untuk memersuasi massa. Selera dan sense of aesthetic Bung Karno inilah yang membuatnya kemudian tampil di dunia sebagai gentleman, negarawan dan pemimpin negara yang bermartabat.

Ini bukan hanya karena pengaruh politiknya tetapi juga karena selera estetiknya. Bung Karno dikenal sebagai pemimpin negara yang sangat dekat dengan dunia kesenian, terutama dunia seni rupa. Menurut pengakuan Henk Ngantung, patung-patung (monumen-monumen) yang didirikan dan menandai Kota Jakarta pada masa itu adalah buah gagasan Bung Karno.

Di antaranya adalah Monumen Nasional (Monas), proyek mercusuar yang saat itu dirasa perlu segera dihadirkan; sebuah upaya untuk mencitrakan Indonesia sebagai negara-bangsa yang besar dan sepenuhnya berdaulat.

Bung Karno pula yang menggagas pemunculan batik Nusantara yang kemudian diwujudkan oleh Go Tik Swan (almarhum Panembahan Hardjonagoro), budayawan Jawa, keturunan Tionghoa, dan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. [Baca selanjutnya: Trendsetter]Trendsetter

Pada bagian kedua–dari enam bagian tulisan–dalam buku Bukit-Bukit Perhatian, Agus Dermawan T. menuliskan empat artikel yang secara khusus mengupas kecintaan Bung Karno terhadap dunia seni rupa, terutama seni lukis, dan peran-peran besar yang dilakukannya.

Tidak main-main, artikel pertama pada bagian ini bahkan diberi judul Bung Karno Super Patronis! Sejak aktif memimpin Poetera, hubungan Bung Karno dengan para pelukis menjadi semakin erat dan hangat.

Pada masa pendudukan Jepang, sejak awal pendudukan hingga April 1943, tercatat 14 kali diselenggarakan pameran seni rupa. Untuk merayakan satu tahun kemerdekaan Indonesia Bung Karno meminta Hendra Gunawan menggelar pameran tunggal karya-karyanya di gedung Komite Nasional Indonesia (KNI) di Jl. Malioboro, Jogja.

Menariknya, dalam tulisan Agus Dermawan T. itu, pada waktu pameran diselenggarakan, Hendra menolak protokoler istana dan memilih menggunakan caranya sendiri dalam prosesi pembukaannya.

Hendra mengundang gelandangan-gelandangan untuk hadir apa adanya dalam acara tersebut. Bung Karno, yang didaulat membuka pameran, sempat kaget saat menghadirinya, tetapi kemudian menerima ide ”gila” Hendra dengan senang hati.

Bung Karno sangat bisa menerima ide-ide ”gila” para seniman, bahkan membuka pintu istana selebar-lebarnya untuk mereka. Bagi Bung Karno ide ”gila” para seniman menyimpan nilai-nilai kemanusiaan.

Bung Karno merasa nyaman dengan kegilaan-kegilaan semacam ini. Nyatanya, Bung Karno bahkan pernah mengangkat Henk Ngantung menjadi Gubernur DKI Jakarta, ibu kota Republik Indonesia, kota pusat pemerintahan, salah satu titik wilayah terpenting negara ini.

Bung Karno berteman baik dengan pelukis-pelukis di berbagai kota di Indonesia. Dia akrab dengan Soedjojono, Affandi, Rudolf Bonnet, Dullah, Lee Man Fong, Basoeki Abdullah, Agus Djaja, Ernst Dezentje, dan sebagainya.

Dia akhirnya sempat belajar melukis pada Dullah sekaligus mengangkatnya sebagai pelukis istana. Selain Dullah, pelukis yang diangkat Bung Karno sebagai pelukis istana adalah Lee Man-Fong dan Lim Wasim.

Bung Karno semasa hidupnya mengoleksi lebih dari 1.000 lukisan karya pelukis-pelukis ternama dari dalam dan luar negeri dengan berbagai gaya dan aliran. Di antaranya adalah karya-karya Raden Saleh, Le Mayeur, Basoeki Abdullah, Diego Rivera, Lee Man-Fong, Affandi, Rudolf Bonnet, Dullah, Walter Spies, William Russel Flynt, Anak Agung Gde Sobrat, Orozco Romero, Arie Smit, dan sebagainya.

Di antara lukisan yang dikoleksi Bung Karno tidak sedikit yang dibelinya dengan cara dicicil. Model pembelian ini dilakukan karena Bung Karno memang  tidak punya uang untuk membelinya secara langsung (cash).

Kegilaan Bung Karno dengan lukisan ini membuat roda pasar lukisan di negeri ini berputar. Apa yang dilakukan Bung Karno membuat para pejabat negara menirunya. Agus Dermawan T. menyebutkan kedekatan Chaerul Saleh dengan lukisan juga karena Bung Karno.

Kegemaran Bung Karno ini tidak hanya membuat orang-orang akhirnya mau mengoleksi dan tergila-gila dengan lukisan tetapi bahkan juga memengaruhi pelukis-pelukisnya. Dari lukisan-lukisan koleksi Bung Karno ini kita bisa melihat bahwa tidak semua karya yang digemarinya sejalan dengan ideologi politiknya.

Lukisan-lukisan yang merepresentasikan (bertemakan) perjuangan kemerdekaan Indonesia ternyata hanya 30% dari keseluruhan koleksi Bung Karno. Selera lukisan Bung Karno jauh dari bayangan kita tentang Bung Karno yang meledak-meledak, ideolog, dan revolusioner.

Bung Karno sangat menyukai lukisan-lukisan yang indah, terutama lukisan yang merepresentasikan perempuan cantik dan nude, ketelanjangan yang sarat aura keindahan. Bukan objek seksualitas yang mengedepankan hasrat berahi yang gelap, yang pornografis.

Menariknya lagi, Bung Karno ternyata tidak hanya mengoleksi lukisan-lukisan yang sesuai dengan seleranya. Dari sini kita bisa tahu bahwa Bung Karno ternyata juga sangat memahami dunia kesenirupaan, terutama lukisan.

Dia tahu mana lukisan yang dianggap estetis dan bernilai, tidak hanya yang sejalan dengan kesukaannya. Bung Karno adalah seniman. Dia tidak hanya konsumen karya-karya seni belaka tetapi juga sangat turut menentukan warna dunia kesenirupaan yang dimasukinya.

Ya, dia memengaruhi tema-tema lukisan para kreatornya, bahkan tidak jarang juga memberikan advice di wilayah teknik. Advice yang diberikan pun dengan cara seniman, ngeyelan. Setidaknya demikian pengakuan Dullah.

Tentu Bung Karno tidak hanya modal ngeyel. Selain menyumbang banyak pengetahuan yang memperkaya ide para pelukis, Bung Karno juga dikenal sebagai kolektor bermata elang. Elang tentu tidak menangkap lalat. Hanya karya-karya terbaik yang dipilihnya.

Bung Karno akhirnya menjadi super patron bagi dunia seni rupa Indonesia. Bukan hanya itu, dia juga menjadi trendsetter lukisan yang bermunculan pada zaman itu. Pengaruhnya begitu kuat sebab tidak hanya sekadar saran yang disumbangkannya tetapi juga secara langsung terlibat di dalamnya.

Penghargaan Bung Karno terhadap profesi seniman, pada waktu itu, membuat para seniman berdiri sejajar dengan profesi-profesi yang lain (bahkan pejabat negara). Lebih dari itu, Bung Karno menganggap mereka teman, yang sedikit banyak turut menyumbang ide-ide kemanusiaan lewat cara-cara ”gila” mereka, baik lewat karya maupun dalam diskusi-diskusi santai yang egaliter dan hangat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya