SOLOPOS.COM - Ariyanto, Program Director SOLOPOS FM, Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo (FOTO/Istimewa)

Ariyanto, Program Director SOLOPOS FM, Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo (FOTO/Istimewa)

Tanggal 13 Februari 2013 menjadi hari yang bersejarah bagi insan radio di seluruh dunia.  Untuk kali pertama, tahun ini, dunia memperingatinya sebagai Hari Radio Sedunia atau World Radio Day. Situs worldradioday.org menyatakan tanggal tersebut  dipilih bertepatan dengan diluncurkannya United Nations Radio pada1946.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Hal itu tidak terlepas dari studi kelayakan yang dilakukan Spanish Academy of Radio—organ UNESCO–yang menyimpulkan bahwa radio memegang peran penting dalam perubahan sosial. Dalam perjalanannya, radio hadir dalam berbagai situasi. Sejak ditemukan lebih dari 100 tahun lalu, radio ada baik dalam masa revolusi, bencana dan sekarang kemacetan lalu lintas.

Bahkan, Joko Susilo, mantan jurnalis yang kini menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Swiss, dalam artikel  di sebuah media massa pekan lalu menyinggung keberadaan radio yang kini eksis di tengah kemacetan kota. Peringatan Hari Radio Sedunia dinilai penting mengingat peran yang masih dimainkan radio dalam dinamika masyarakat. Ini semakin krusial di tengah persaingan antarmedia yang demikian membahana.

Sejarah mencatat radio bertahan di tengah beragamnya media massa. Kita masih ingat saat kemunculan televisi, media massa baru yang dalam perkembangannya tidak  hanya menyuguhkan gambar, suara, serta teks grafis. Ketika itu, sejumlah kalangan memperkirakan era radio akan berakhir. Radio dinilai tidak akan sanggup berhadapan dengan televisi karena hanya memanjakan telinga. Namun, seiring waktu, radio bertahan hingga kini.

Tahun berjalan, waktu berlalu. Kekhawatiran serupa terulang.   Kali ini, new media atau media baru (Internet) dianggap tidak hanya melibas radio, tetapi juga media konvensional yang lain, seperti media cetak dan televisi. Di era media multiplatform, radio dinilai akan sulit bertahan dari gempuran teknologi informasi yang kian masif. Radio yang hanya mengandalkan kekuatan suara dianggap akan layu di antara melesatnya penggunaan Internet di seluruh dunia.

Kondisi semacam ini bukannya tidak disadari oleh para pengelola radio. Kenyataan menujukkan memang ada nilai dan peran radio yang berpindah ke media lain. Nilai dan peran itu antara lain adalah kedekatan dengan audience, peran sebagai penghubung antarwarga, distribusi informasi, serta menjalin pemahaman di tengah masyarakat.

Perpindahan nilai dan peran inilah yang kemudian memunculkan data mengenai fluktuasi penggunaan media massa. Dalam konteks tersebut, media yang paling memberi manfaat dan memenuhi kebutuhan masyarakatlah yang akan diminati.  Transformasi radio menjadi kewajiban agar tak lekang oleh zaman.

Seiring munculnya kekhawatiran atas eksistensi radio, di sisi lain radio juga harus menyelaraskan diri dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Penggunaan teknologi yang mendukung keberadaan radio perlu terus didorong. Tak mengherankan, radio kini juga meneguhkan keberadaannya di Internet, termasuk di media sosial.

Komunikasi tak lagi dijalankan dua arah tetapi ke segala arah. Hubungan dengan pendengar tidak hanya dibangun melalui telepon atau pesan singkat tetapi juga melalui situs jejaring sosial. Tak hanya itu, perdebatan atas suatu isu tak hanya dapat didengar melalui radio konvensional tetapi dapat dilihat melalui situs Internet.

 

Informatif dan Edukatif

Transformasi radio menjadi kata kunci untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat. Radio tak hanya menghibur tetapi juga harus informatif dan edukatif. Dalam kaitan ini, radio harus gigih mencari peluang sebagai sarana penghubung yang tidak terjangkau media lain.  Kecepatan disertai kemampuan dokumentasi yang kini juga dimiliki radio, serta pemanfaatan new media menjadi senjata ampuh untuk mempertahankan dan menumbuhkan generasi baru pendengar.

Bagaimana pun, penemuan radio adalah tonggak penting dalam sejarah. Sejak ditemukan oleh Guglielmo Marconi tahun 1894, radio mengiringi dan menjadi penggerak dinamika masyarakat. Melalui kecepatan suara, radio berperan sebagai penghubung manusia dari berbagai belahan dunia.

Kini, waktu juga menengarai bahwa radio tengah berada dalam perubahan pola komunikasi yang mengharuskan media ini harus terus berinovasi. Apalagi, pengguna Internet terus merambah hingga pelosok desa.

Hal itu dapat dilihat dari meningkatnya pengguna Internet di seluruh dunia. Berdasar data yang dihimpun Morgan Stanley, pengguna Internet secara global mencapai 2,4 miliar orang. Sedangkan pengguna Internet di  Indonesia mencapai 55 juta orang pada 2012. Ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dari negari-negara yang memiliki pertambahan pengakses Internet tertinggi dunia.

Radio sebagai sarana komunikasi yang  dikenal sebagai teknologi yang berbiaya murah juga harus  meneguhkan eksistensinya. Peringatan World Radio Day untuk kali pertama ini sebaiknya tak hanya sekadar peringatan untuk mengingat peran sejarah yang pernah dimainkan radio. Peringatan ini harus mampu mendorong radio tetap eksis di tengah derasnya teknologi informasi.

Berdasar catatan UNESCO,  kini masih  ada 1 miliar orang di seluruh dunia yang belum tersentuh radio. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu juga mencatat setidaknya 75% rumah tangga di negara-negara berkembang memiliki akses ke radio. Radio akan tetap eksis jika mampu menjaga perannya dengan tetap memberi manfaat untuk pendengar atau pengaksesnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya