SOLOPOS.COM - Bandoe Widiarto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Kamis (28/1/2016), ditulis Bandoe Widiarto. Penulis adalah Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo.

Solopos.com, SOLO — Badan Pusat Statistik (BPS) membuka 2016 dengan mengumumkan inflasi daerah. Inflasi Kota Solo pada Desember 2015  sebesar 0,99% (mtm) sehingga inflasi keseluruhan 2015 mencapai 2,56 % (yoy). Pelajaran apa yang dapat dipetik dan langkah strategis apa yang perlu dilakukan  untuk menjaga  inflasi daerah pada level yang rendah dan stabil?

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Pertama, angka inflasi di atas menunjukkan tingkat kenaikan harga barang dan jasa secara umum di Kota Solo selama 2015 sebesar 2,56% dibandingkan 2014. Tentu ada kenaikan harga barang dan jasa yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada angka tersebut.

Realitas ini tentu patut disyukuri karena realisasi inflasi tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan juga relatif lebih rendah dibandingkan  di Jawa Tengah dan nasional yang masing-masing tercatat  2,73% dan 3,35%.

Pencapaian yang baik ini tentu berkontribusi positif bagi pencapaian target inflasi nasional yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 4% plus/minus 1% untuk 2015 lalu. Kedua, pada 2015 terdapat dua bulan, yaitu Juli dan Desember, sebagai   bulan dengan inflasi cukup tinggi, yaitu sebesar 0,96% dan 0,99% (mtm).

Tingginya inflasi pada Juli terutama dipicu meningkatnya permintaan barang  untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat dalam rangka menyambut  Ramadan dan Idul Fitri, sementara di Desember selain terdapat perayaan hari besar keagamaan, terutama Natal, juga terdapat kegiatan menyambut tahun baru dan libur panjang sekolah sehingga harga beberapa barang cenderung  naik.

Andai pada Desember kita mampu mengelola ekspektasi inflasi masyarakat, realisasi inflasi di Kota Solo pasti bisa lebih rendah lagi. Ketiga, hasil kajian menunjukkan karakteristik inflasi di Kota Solo cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi sisi supply (penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun shocks yang berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas seperti bahan bakar minyak (BBM) dan komoditas energi lainnya (administered prices).

Seperti yang terjadi pada 2015, inflasi di Kota Solo terutama disumbang  kelompok volatile food sebesar 4,24%, seperti bawang merah, beras, telur ayam ras, dan bawang putih disusul kelompok inflasi inti (core inflation) sebesar 2,65%, dan kelompok adminitered prices sebesar 0,55%.

Berbeda dengan inflasi yang terjadi pada 2014 yang mencapai 8,01%, kelompok penyumbang inflasi yang dominan adalah adminitered prices yang tercatat sebesar 17,02 % (yoy), disusul kelompok volatile food dan core inflation. [Baca selanjutnya: Langkah Strategis]Langkah Strategis

Berkaca dari pelajaran di atas dan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat koordinasi nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID ) tahun lalu ihwal penting dan perlunya setiap daerah untuk senantiasa menjaga inflasi di daerah masing-masing maka diperlukan serangkaian langkah strategis.

Pertama, perlunya memperkuat kerja sama dan koordinasi kebijakan. Mencermati sumber-sumber tekanan inflasi dan mengingat Solo bukanlah  daerah penghasil bahan pangan maka kerja sama dengan daerah-daerah  penghasil  bahan pangan seperti bawang merah, aneka cabai, bawang putih, daging, dan telur ayam ras sangat diperlukan sehingga kecukupan pasokan pangan senantiasa terjaga dengan baik.

Pengendalian inflasi di daerah juga membutuhkan koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan di daerah. TPID perlu diajak bicara ketika pemerintah daerah berencana menetapkan kenaikan tarif yang menjadi domain daerah, termasuk kepastian waktu implementasinya supaya tidak sampai  mengganggu upaya-upaya stabilisasi harga yang dilakukan di daerah.

Kedua, pentingnya pengawasan dan peran masyarakat. Pengendalian inflasi membutuhkan pengawasan ketat terhadap distributor/agen dan pedagang besar untuk memastikan distribusi komoditas berjalan lancar dan baik.

Masyarakat bisa memainkan peran penting dalam pengendalian inflasi di daerah mengingat hal itu melekat dengan perilaku. Tingkat konsumsi yang melebihi ketersediaan barang akan membuat harga-harga merangkak naik. Masyarakat yang bijak berkonsumsi dapat memaksa pedagang tidak  memainkan harga.

Ketiga, penguatan peran TPID. Saat ini seluruh kabupaten/kota di Soloraya memiliki TPID dan masing-masing telah melaksanaan fungsi dengan baik seperti menyampaikan rekomendasi kebijakan terkait upaya-upaya pengendalian inflasi di daerah, operasi pasar, pasar murah, dan komunikasi kebijakan.

Seluruh anggota TPID telah dibekali peningkatan kompetensi melalui serangkaian program yang telah dilaksanakan selama ini. Untuk menjawab tantangan inflasi di masa depan, seluruh anggota TPID perlu didorong  untuk senantiasa memanfaatkan sistem informasi harga dan media komunikasi yang saat ini tersedia sehingga koordinasi dan keputusan strategis yang diperlukan dapat diambil secara cepat dan tepat.

Pengalaman membuktikan lambatnya respons kebijakan berdampak kurang baik bagi upaya-upaya pengendalian inflasi di daerah. Keempat, perlunya roadmap  pengendalian  inflasi daerah. Hampir  80% sumber inflasi nasional  berasal dari daerah.

Untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional yang telah ditetapkan (2016: 4,0% plus/minus 1%; 2017: 4,0% plus/minus 1%; dan 2018: 3,5% plus/minus 1%), pemerintah daerah  perlu memiliki roadmap pengendalian inflasi daerah.

Dengan roadmap tersebut diharapkan mampu memperkuat komitmen daerah dalam pengendalian inflasi sekaligus sebagai referensi bagi pemerintah  daerah dalam menyusun kebijakan stabilisasi harga. Sebagai sesuatu yang abstrak, inflasi tentu tak tampak, meski dampaknya bisa dirasakan.

Yang paling mudah dirasakan ketika inflasi tinggi adalah harga barang-barang menjadi lebih mahal sehingga daya beli masyarakat tergerus. Ketika masyarakat tak mampu membeli barang-barang, kelangsungan bisnis terancam. Jika angka inflasi tak stabil atau fluktuatif, dunia usaha tidak bisa membuat perencanaan bisnis yang tepat. Mereka akan cenderung bersikap wait and see.

Untuk menghadapi tekanan dan risiko inflasi di masa depan diperlukan  kolaborasi dan sinergi yang lebih baik  dari semua  pemangku kepentingan di daerah, termasuk masyarakat, untuk bersama-sama menjaga inflasi daerah  pada level yang rendah dan stabil. Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya