SOLOPOS.COM - Thontowi Jauhari thontowi.jauhari@gmail.com Wakil Ketua DPW Partai Nasional Demokrat Jawa Tengah

Thontowi Jauhari thontowi.jauhari@gmail.com Wakil Ketua DPW  Partai Nasional Demokrat  Jawa Tengah

Thontowi Jauhari
thontowi.jauhari@gmail.com
Wakil Ketua DPW
Partai Nasional Demokrat
Jawa Tengah

 

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Seluruh elemen masyarakat Jawa Tengah (Jateng) perlu mewaspadai euforia terpilihnya gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018, Ganjar-Heru (Ganjar Paranowo-Heru Sudjatmoko), yang diambil sumpahnya pada 23 Agusus lalu.

Gejala euforia itu tampak mesti tidak terlalu menggebu-gebu. Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDIP) Jawa Tengah mengadakan pesta kemenangan, dengan bungkus pesta rakyat (Solopos, 21/8).

Momentum positif ini menjadi berbahaya jika partai politik pengusung Ganjar-Heru dan para pengikutnya mewujudkan euforia  dengan mengintervesi kebijakan gubernur, yang ujungnya adalah untuk kepentingan partai dan kelompok, dan Ganjar sebagai gubernur tidak dapat menolak kemauan mereka.

Euforia berarti perasaan gembira yang berlebih-lebihan. Tanpa diwaspadai oleh publik, Ganjar-Heru potensial meluapkan ”pesta” euforia dengan berbagai kewenangan kebijakan yang mereka miliki. Akhirnya, jika euforia kebijakan  benar-benar terjadi, semua itu akan memukul balik harapan dan optimisme seluruh elemen masyarakat Jawa Tengah terhadap pasangan ini.

Bila ini yang terjadi, kehadiran Ganjar-Heru mempimpin Jawa Tengah hanya akan semakin menambah daftar kekecewaan publik terhadap para pemimpin politik. Setidaknya ada dua alasan untuk mewaspadai potensi dampak negatif euforia kemenangan Ganjar-Heru yang harus dimaknai sebagai momentum positif. Pertama, Ganjar-Heru memperoleh suara yang cukup signifikan dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah, yaitu 6.962.417 suara, atau 48,82%  dari  14.259.945 suara sah.

Sedangkan pesaing keduanya, Bibit Waluyo-Sudijono Sastroatmodjo memperoleh 30,2% suara, dan Hadi Prabowo-Don Murdono memperoleh 20,92%. Itu artinya dukungan untuk ganjar-Heru tidak hanya datang dari konstituen atau pemilih PDIP. Perolehan suara PDIP di Jawa Tengah dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 ”hanya” 25,35%.

Signifikansi perolehan suara Ganjar-Heru tersebut berimplikasi pada dua kemungkinan. Ganjar-Heru akan lebih fokus untuk menyejahterakan rakyat Jawa Tengah tanpa ”pandang bulu” latar belakang politik. Pasangan ini sadar bahwa keterpilihan mereka bukan hanya dipilih oleh warga PDIP.

Sebaliknya, legitimasi kuat tersebut bisa juga justru digunakan untuk membesarkan partai asal Ganjar-Heru. Sayup-sayup terdengar, Ganjar akan ”ditugaskan” menjadi ketua DPD PDIP Jawa Tengah, menggantikan Murdoko yang saat ini sedang menjadi terpidana kasus korupsi.

Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, itu berarti malapetaka bagi warga Jawa Tengah, dan euforia tidak dapat dihindari, momentum positif bisa menjadi negatif. Bila ini yang terjadi, berarti warga Jawa Tengah gagal memilih pemimpin yang benar-benar pemimpin. Ganjar juga gagal menjadi pemimpin alternatif yang dirindukan masyarakat.

Petuah Manuel L Quezon (1878-1944), yang sering dikutip John F Kennedy dan pernah dikutip Bung Karno diabaikan.  My loyality to my party ends when my loyality to my country begins, loyalitas saya kepada partai berakhir, ketika loyalitas saya kepada negara dimulai. Begitu kata Kennedy yang kemudian dikutip Bung Karno. Mestinya, ketika terpilih menjadi gubernur, Ganjar sesegera mungkin menanggalkan seluruh atribut kepartaiannya.

Kedua, terpilihnya Ganjar sebagai gubernur menjadi sejarah tersendiri bagi PDIP. Ganjar adalah kader PDIP pertama yang menjabat gubernur Jawa Tengah di era reformasi ini. Mestinya PDIP dapat mendudukkan salah satu kadernya untuk menjadi gubernur pada pemilihan gubernur tahun 2003, ketika gubernur dan wakil gubernur masih dipilih anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Ketika itu, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari PDIP menduduki 39 kursi, ditambah empat kursi gabungan, sehingga total Fraksi-PDIP  DPRD Jawa Tengah memiliki 43 kursi. Dalam pemilihan gubernur tersebut, PDIP berkoalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mempunyai 12 kursi, dengan mengusung ketua partainya masing-masing sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur, Mardijo-Hisyam Alie.  Total terdapat 55 kursi dukungan dari 100 anggota DPRD Jawa Tengah.

Namun, koalisi yang di atas kertas dipastikan memenangi pemilihan gubernur itu ternyata tak didukung Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP. DPP PDIP tidak merekomendasikan kadernya sendiri, Mardijo. DPP PDIP justru merekomendasikan pasangan Mardiyanto-Ali Mufiz yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang hanya memiliki 16 kursi. Pasangan Mardiyanto-Ali Mufidz dapat memenangi pemilihan gubernur.

Mengapa  DPP PDIP tidak merekomendasikan Mardijo yang notabene kadernya sendiri? Itulah hebatnya Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDIP. Dia mampu berpikir objektif untuk mengusung kader dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah. Ketika seseorang (kader) dipandang tidak cukup punya kapasitas untuk ditempatkan sebagai seorang gubernur, seorang kader pun tidak didukung.

Hal yang sama juga terjadi dalam pemilihan gubernur yang langsung dipilih rakyat pada 2008. Megawati cukup puas untuk menempatkan kadernya, Rustriningsih, sebagai wakil gubernur. Sedangkan calon gubernurnya, PDIP justru mempercayakan dukungan kepada Bibit Waluyo.

Terpilihnya seorang kader menjadi pejabat publik, ketika jabatan tersebut sudah dinanti-nanti, tentu akan mendatangkan sensasi psikologis tersendiri. Euforia pasti terjadi, baik bersifat sesaat, atau berkelanjutan. Yang perlu diwaspadai jika euforia itu bersifat berkelanjutan, memengaruhi kebijakan, dan akhirnya kebablasan.

Jika boleh mengambil contoh, terpilihnya Seno Samodro sebagai Bupati Boyolali dalam pemilihan kepala daerah 2010 juga berakibat euforia berkelanjutan, memengaruhi kebijakan, dan kebablasan. Hingga saat ini, euforia itu masih sangat dirasakan, dan bahkan tim suksesnya saja belum dibubarkan. Seolah-olah politik itu hanya dipahami sebagai persoalan elektoral saja.

 

Politisasi Birokrasi

Antara Seno dan Ganjar ada satu kesamaan: dari partai yang sama dan menjadi kepala daerah pertama yang berstatus kader partainya di tempat basis partai tersebut pada era reformasi ini. Berkaca dari euforia Seno Samodro, setidak-tidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai.

Pertama, terjadi politisasi birokrasi, meniru politisasi birokrasi pada zaman Orde Baru, birokrasi dijadikan sebagai mesin politik kekuasaan. Pegawia negeri sipil (PNS) diteror mutasi dengan cara menjauhkan dari tempat tinggal mereka. Penempatan jabatan (di semua eselon) juga hanya diberikan kepada para PNS yang memilihnya, atau yang telah ”dicuci otak”.

PNS dimobilisasi sedemikian rupa sehingga bisa mengamankan politik kekuasaan. Praktik pemilihan kepala desa sangat kental dengan aroma politisasi PNS. Banyak PNS yang ketakutan untuk tidak memilih calon kepala desa yang direkomendasikan Seno Samodro.



Kedua, terdapat diskriminasi terhadap daerah atau desa yang dalam pemilihan kepala daerah tidak dimenangi Seno. Ketika terjadi erupsi Gunung Merapi, bupati ini tidak segera mengunjungi para pengungsi dan membantu mereka, hanya gara-gara di kecamatan Selo itu Seno kalah saat pemilihan kepala daerah. Bererapa kepala desa juga mengeluh. Ketika para kepala desa itu tidak mau menjadi mesin poilitik kekuasaanya, bantuan pmerintah kabupaten tidak akan pernah mengalir ke desa itu.

Ketiga, dalam melakukan politik anggaran, Seno lebih loyal kepada cukong yang membiayainya dalam pemilihan kepala daerah. Kebetulan cukong itu kakaknya sendiri. Dengan demikian, seluruh kebijakan strategis bupati tunduk kepada cukong tersebut. Politik anggaran menjadi karut-marut.

Mengacu pada rekam jejak dan janji-janji Ganjar, saya meyakini ia tidak akan mengalami euforia kebablasan tersebut. Namun, perlu diingat, kekuasaan dapat mengubah segala-galanya. Publik harus tetap mengawasi Ganjar-Heru dan mengkritiknya bila ada gejala menyimpangkan kekuasaan yang mereka pegang. Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya