SOLOPOS.COM - Flo. Kus Sapto W. (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Kamis (7/1/2016), ditulis Flo. Kus Sapto W. Penulis adalah Praktisi Pemasaran dan Konsultan di Oxford Policy Management.

Solopos.com, SOLOSolopos edisi Senin (4/1) memuat tajuk rencana menarik. Sebuah harapan besar disertakan terhadap pelantikan Hilmar Farid sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Kamis (31 Desember 2015).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Apa yang menarik dari pelantikan direktur jenderal pertama dari luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini? Salah satunya adalah dalam proses perekrutan yang diadakan secara terbuka.

Proses seleksi kurang lebih berlangsung selama delapan bulan. Figur Hilmar tentu tidak bisa begitu saja dipisahkan dari peran dan sumbangsihnya pada karier politik Presiden Joko Widodo.  Peran Hilmar bisa dirunut sejak mantan Wali Kota Solo itu meniti jabatan Gubernur DKI Jakarta.

Selebihnya latar belakang Hilmar sebagai sarjana sejarah dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia tentu sangat mendukung. Gelar doktor yang diraihnya pada 2014 dari National University of Singapore cukup relevan dalam menunjang persyaratan akademis.

Aktivitasnya sebagai dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 1995–1999 dan di berbagai lembaga kebudayaan sedikit banyak telah menunjukkan kepeduliannya pada kebudayaan. Penempatan pejabat strategis dengan pola semacam ini tentu menjadi budaya baru yang sekaligus memiliki tolok ukur tertentu.

Hilmar akan menjadi parameter sebuah structural posting yang cukup menentukan. Di satu sisi akan dicaci maki jika kinerjanya tidak baik. Di sisi lain akan dijadikan role model jika kinerjanya positif.

Kini jalan panjang yang telah ditempuhnya melalui dukungan politik–sebagai bagian dari upayanya ”menjual” konsepsi kebudayaan–sudah dalam genggaman. Salah satu hal yang patut dicatat dalam diri Hilmar adalah pokok pikirannya terkait dengan kebudayaan-kebudayaan lokal.

Hilmar menaruh perhatian besar pada pengetahuan-pengatahuan lokal. Jika benar demikian, sebuah konsep pencerahan baru terhadap isu-isu terkini kebudayaan memang layak disematkan, misalnya terhadap pemahaman atas budaya lokal yang cenderung dipinggirkan ketika bersinggungan dengan modernitas (agama).

Hampir semua kebudayaan lokal Nusantara sedang menghadapi fase marginalisasi saat ini. Pemosisian budaya lokal sebagai hal yang kuno versus pemahaman baru (agama) terkait kepercayaan menjadi isu sangat seksi.

Tentu perdebatan Jurgen Habermas yang berseberangan dengan Charles Taylor serta Anthony Appiah tentang multikulturalisme dan hak-hak dasar minoritas bisa dijadikan rujukan di sini (Wattimena, 2007). Bisa jadi kemudian salah satu dampak dari keterpinggiran budaya-budaya lokal adalah tindakan pragmatis menjual produk-produk budaya.

Tajuk rencana Solopos menyebutkan hal ini sebagai upaya penyederhanaan kebudayaan, kebudayaan diwujudkan sebatas kreasi seni dan pertunjukan. Tanpa bermaksud menggurui, tugas Hilmar tentu memosisikan kembali konsepsi berpikir terhadap upaya-upaya menjual budaya tersebut.

Di dalam kajian pemasaran, sebuah (produk) kebudayaan akan bisa berkelanjutan (terjual) ketika justru telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan konsumennya (komunitas). Artinya, kebudayaan-kebudayaan itu menjadi bagian dari keseharian hidup para pelakunya. Tidak hanya sekadar ritual-ritual adat, namun lebih-lebih pada revitalisasi nilai-nilai budaya lokal sehingga meminimalkan resistensi atas nama modernitas.

Upaya-upaya peminggiran kebudayaan lokal senantiasa harus disertai juga dengan pemahaman kembali terhadap makna kekinian atas kebudayaan itu sehingga diperlukan langkah-langkah konkret untuk menjembatani konflik tersebut.

Upaya ini tentunya menjadi kerja besar yang melibatkan para praktisi, akademisi, dan birokrasi. Implementasi kebijakan-kebijakan yang didasarkan kajian-kajian akademis sangat diperlukan. Salah satu kajian sebagai bagian implementasi dari upaya pemosisian kembali konsepsi kebudayaan tersebut, misalnya, adalah terkait dengan cara pandang terhadap air.

Masaru Emoto, penerima gelar doktor untuk pengobatan alternative, memiliki sebuah penemuan menarik. Alumnus Yokohama Municipal University ini melakukan sejumlah perlakuan terhadap air. Hasilnya ternyata cukup menakjubkan.

Perlakuan yang berbeda terhadap jenis air yang sama menghasilkan bentuk kristal yang berbeda pula (masaru-emoto.net), namun hasil akhirnya tetaplah konstan. Artinya, air yang diberi kata-kata baik, diperdengarkan musik yang indah, didoakan dengan tulus dan khusyuk akan menghasilkan bentuk-bentuk kristal yang indah pula. [Baca selanjutnya: Manfaat]Manfaat

Sedangkan air yang diperlakukan sebaliknya menghasilkan bentuk kristal yang tidak jelas. Kristal-kristal itu diabadikan dalam bentuk foto dan terlihat jelas perbedaan masing-masing. Air yang diberi kata-kata bernuansa keabadian, cinta dan syukur, kebenaran, harmoni, kebijakan, kedamaian, serta semangat menghasilkan bentuk kristal yang membentuk sudut-sudut indah dan berwarna memukau.

Air yang diberi sejumlah kalimat bermakna jahat, menjijikkan, bodoh, dan tolol menghasilkan bentuk kristal yang bopeng-bopeng dan menakutkan. Air yang diberi wewangian bunga pinus memiliki bentuk kristal seperti lingkaran dengan warna kemilau. Air yang diperdengarkan pidato Martin Luther King Jr. membentuk kristal heksagonal berpendar warna perak.

Air yang diperlihatkan gambar batuan emerald membentuk kristal seperti kuntum bunga perak. Perbandingan antara kristal dari air sebelum didoakan dan sesudahnya juga diabadikan oleh penulis lima buah buku tentang misteri air ini. Pada 1999, kristal air di Danau Biwa sebelum didoakan menyerupai tumpahan minyak.

Sesudah didoakan membentuk kristal bening keperakan mirip mata cincin berlian. Demikian juga dengan kristal air di Kepulauan Bahama sebelum didoakan terlihat seperti sel-sel yang saling terpisah. Sesudah didoakan berubah menjadi sebentuk kristal dikelilingi semacam spiral berwarna putih bersih.

Kajian di atas sepertinya bisa membantu penjelasan atas fenomena air yang didoakan dalam berbagai upacara keagamaan, misalnya oleh pendeta Buddha dan Hindu yang memercikkan air suci ke umatnya. Sejalan dengan umat Nasrani yang membuat tanda salib dengan air di depan pintu gereja. Seiring juga dengan aktivitas wudu dan doa yang menyertai kaum muslim sebelum masuk masjid.

Berangkat dari pemahaman itu sepertinya juga membantu kita untuk menghormati keyakinan atas air sebagai berkat yang dikemas dalam berbagai ritual kebudayaan lokal. Bagaimanapun, pemahaman tentang misteri air berdasarkan penemuan Masaru Emoto tersebut tentu hanyalah sebagai alat bantu pendekatan.

Sama seperti penemuan-penemuan lainnya, masih harus diuji dan diteliti lebih jeli. Masaru Emoto sendiri juga mengakui penelitiannya bukanlah semata-mata hasil dari sebuah riset yang sepenuhnya ilmiah sebab lebih didasarkan pada pengamatannya sebagai seorang pemikir. Gelar akademisnya dari Yokohama Municipal University adalah sebagai seorang sarjana bidang studi Hubungan Internasional. Bukan ahli senyawa kimia atau fisika.



Sedangkan gelar doktor yang diperolehnya lebih sebagai penghargaan dari sebuah institusi universitas terbuka. Penghargaan itu diterimakan atas spesifikasi profesinya sebagai praktisi pengobatan alternatif. Apa yang setidaknya bisa dipetik dari sejumlah pendekatan tentang misteri air itu?

Setidaknya saat ini hampir semua produk-produk air kesehatan berteknologi Jepang telah beredar dan menguasai pasar. Dimulai dari air pengganti keringat atau cairan tubuh sampai air untuk penyembuhan berbagai penyakit. Agaknya pembudidayaan pola pikir atas konsepsi kebudayaan dasar sebagai bagian dari cara pandang hidup semacam ini yang perlu diberdayakan kembali.

Apa pun produk-produk yang dihasilkan dari budi daya kehidupan manusia akan dengan sendirinya menjadi manfaat bagi semua, bukan pertentangan. Tentunya ini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya Dirjen Kebudayaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya