SOLOPOS.COM - Joko Triwiyatno Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah. (FOTO/Istimewa)

Joko Triwiyatno
Widyaiswara Badan Diklat
Provinsi Jawa Tengah. (FOTO/Istimewa)

Pendapat Bupati Klaten, Sunarna, yang berbeda dengan pendapat Walikota Solo, FX Hady Rudyatmo, terkait macetnya setoran kontribusi PDAM Solo ke Pemkab Klaten dalam pemanfaatan air dari Umbul Cokro, Kecamatan Tulung, Klaten, harus segera dicarikan solusi.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Perlu diupayakan langkah yang sama-sama menguntungkan sehingga kontroversi pemanfaatan air Umbul Cokro tidak menjadi konflik berkepanjangan. Kontroversi pemanfaatan air Umbul Cokro sudah berlangsung beberapa bulan dan menjadi sangat tidak produktif bagi kinerja pemerintah daerah yang mestinya mengutamakan kepentingan publik.

Sebelumnya, Bupati Klaten Sunarna mengancam menghentikan pasokan dari Umbul Cokro ke PDAM Solo karena dianggap masih menunggak kontribusi hingga Rp 4,1 miliar. Pemkab Klaten pun mengindikasikan akan membatasi jumlah pasokan air dari Umbul Cokro ke PDAM Solo.

Sebagian pasokan air dari Umbul Cokro juga akan dialihkan untuk keperluan irigasi pertanian guna mengantisipasi kekeringan saat musim kemarau bagi petani di Klaten. Dalam jangka dekat, Pemkab Klaten bahkan akan memasang meteran untuk mengukur debit air yang akan dipasok ke PDAM Solo untuk memperketat pengawasan sekaligus agar sesuai kesepakatan baru.

Sebaliknya, Walikota Solo, FX Hady Rudyatmo, menyatakan bila ancaman Bupati Klaten direalisasikan Pemkot Solo akan menggugatnya melalui proses hukum. Konflik yang terjadi antara Bupati Klaten, Sunarna, dan Walikota Solo, FX Hady Rudyatmo, sebagai representasi dua daerah, dalam wujud saling ancam akibat macetnya setoran kontribusi PDAM Solo ke Pemkab Klaten harus segera dicarikan jalan keluarnya. Kedua pihak perlu duduk bersama mencermati regulasi yang jadi payung hukum kerja sama.

Munculnya penilaian Pemkab Klaten kepada PDAM Solo yang dianggap masih menunggak Rp 4,1 miliar barangkali tidak dapat disalahkan. Selama ini, pembayaran dari PDAM Solo kepada Pemkab Klaten sebagai bentuk sumbangan pihak ketiga adalah akibat tidak ada patokan harga yang harus dibayarkan oleh PDAM Solo. Hal ini yang kemudian terus berjalan dan tanpa terasa menjadi kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Jika dicermati, kewajiban membayar pajak oleh PDAM Solo sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) No 7/2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan. Kontribusi PDAM Solo ke Pemkab Klaten memang bersifat sumbangan. Sebagai sumbangan tentu diberikan dengan tanpa ikatan dan langkah ini didasarkan kepada Perda Kabupaten Klaten No 7/2012 tentang Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah.

Tanggung jawab Pemkot Solo/PDAM Solo atas penggunaan air dari Umbul Cokro ternyata tidak hanya ke Pemkab Klaten. Pemkot Solo ternyata harus bertanggung jawab pula kepada Pemprov Jawa Tengah. Selain memberi sumbangan ke Pemkab Klaten, PDAM Solo juga punya kewajiban membayar pajak air permukaan kepada Pemprov Jawa Tengah. Fakta ini menjadi bukti karena selama ini Pemkot Solo memang bertanggung jawab kepada Pemkab Klaten dan Pemprov Jawa Tengah atas pemanfaatan air dari Umbul Cokro.

 

Payung Kerja Sama

Beberapa waktu lalu Pemprov Jawa Tengah menetapkan air Umbul Cokro yang berada di  wilayah Kecamatan Tulung, Klaten, ini sebagai air bawah tanah. Penetapan secara resmi status air di Umbul Cokro sebagai air tanah ini diharapkan mampu menyudahi perselisihan pembayaran kontribusi air Pemkot Solo/PDAM Solo kepada Pemkab Klaten. Akan selesai dengan mudahkah konflik Pemkab Klaten dan Pemkot Solo atas penggunaan air Umbul Cokro setelah Pemprov Jateng menetapkan status air sebagai air tanah?

Menurut pandangan saya, konflik pemanfaatkan air Umbul Cokro ini tidak hanya selesai setelah Pemprov Jateng menetapkan status air sebagai air tanah dalam dokumen hitam di atas putih. Kedua belah pihak, yakni Bupati Klaten, Sunarna dan Walikota Solo, FX Hady Rudyatmo, harus segera duduk bersama menelaah regulasi kerja sama antardaerah.

Pertama, kedua kepala daerah ini seharusnya sadar antara Solo dan Klaten merupakan bagian integral dari buah kerja sama Subosukawonosraten. Yakni, kerja sama yang meliputi daerah Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Kabupaten Klaten.

Dasar hukum kerja sama antardaerah Subosukawonosraten diatur dalam Peraturan Bersama Antar-Kabupaten/Kota No 10/2001, No 590/398/2001, No 42/ 2001, No 5/2001, No 54.a/2001 serta No 590/1414/2001 yang diteken pada 30 Oktober 2001.

Dasar hukum ini kemudian diperpanjang lagi dengan Surat Peraturan Bersama Bupati/ Walikota Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten No 11.D/2006, No 36/2006, No 26/2006, No 8/2006, No 26.a/2006, dan No 1/2006 yang diteken pada tanggal 30 Oktober 2006 dan berlaku hingga seterusnya. Dari peraturan bersama tersebut, salah satunya adalah kerja sama pada bidang air bersih.

Kedua, kedua kepala daerah perlu mencermati substansi Peraturan Pemerintah (PP) No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Seandainya masih menyisakan perselisihan, Bab VI Pasal 14 ayat (1) PP itu menyatakan apabila ada kerja sama antardaerah dalam satu provinsi terjadi perselisihan dapat diselesaikan dengan cara : (a) Musyawarah; atau (b) Keputusan Gubernur. Pasal (2) menyatakan bahwa keputusan dari ubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat final dan mengikat.

Ketiga, kedua kepala daerah perlu memahami Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah. Dalam Permendagri ini tertulis secara jelas tentang uraian tahapan tata cara kerja sama sekaligus diberikan contoh bentuk atau model kerja sama daerah.

Keempat, kedua kepala daerah perlu mencermati kembali Permendagri No 23/2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja sama Antardaerah. Aspek pembinaan adalah upaya yang dilakukan untuk keberhasilan antardaerah. Sedangkan aspek pengawasan adalah tindakan yang dilakukan guna mewujudkan pelaksanaan kerja sama antardaerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan perjanjian kerja sama.

Dari semua regulasi di atas, hal yang terpenting adalah senantiasa mengedepankan UUD 1945 sebagaimana Pasal 33 ayat (3) yang menekankan: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya