SOLOPOS.COM - Heri Susanto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Kamis (3/9/2015), ditulis Heri Susanto. Penulis adalah dosen Akuntansi di STIE Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Fluktuasi nilai tukar mata uang berpengaruh terhadap setiap transaksi perusahaan ekspor maupun impor. Fluktuasi kurs berdampak pada nilai perusahaan karena dapat berpengaruh pada arus masuk kas yang diterima dari kegiatan ekspor maupun impor.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Saat ini nilai tukar rupiah tergerus sampai Rp14.000 per dolar Amerika Serikat (US$). Ini tentu berdampak psikologis bagi pelaku ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekspor dan impor bermanfaat besar bagi semua pihak, baik pengusaha, masyarakat, atau pemerintah.

Transaksi ekspor adalah transaksi perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam suatu teritorial ke luar wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Bagi perekonomian Indonesia, ekspor dan impor ini merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting.

Dengan situasi perekonomian dunia yang masih belum kondusif saat ini, berbagai usaha dilakukan pemerintah Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan cadangan devisa yang di antaranya adalah meningkatkan transaksi ekspor dan menekan pengeluaran devisa dengan cara membatasi aktivitas impor.

Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi positif. Beberapa negara maju seperti Tiongkok mengalami kemerosotan tajam hingga pertumbuhan ekonominya negatif.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yang menggambarkan suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Saat ini masuk kuartal III tahun anggaran 2015. Optimalisasi penggunaan anggaran belanja negara ini terkait dengan tugas pokok bidang perbendaharaan negara.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan menyoroti kinerja Kementerian Keuangan terkait optimalisasi penggunaan anggaran belanja negara, yaitu rendahnya tingkat penyerapan dana dan tidak meratanya penyerapan atau menumpuknya dana pada akhir tahun.

Implikasi dari rendahnya penyerapan dana adalah berkurangnya fungsi stimulus fiskal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terhadap perekonomian nasional, padahal fungsi APBN terhadap pergerakan sektor riil di Indonesia cukup signifikan.

Pengeluaran kementerian/kembaga negara untuk belanja barang/jasa dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau program-programnya diperlukan untuk stimulan kepada perusahaan dalam berproduksi dan menyerap tenaga kerja.

Menumpuknya penyerapan anggaran negara pada akhir tahun berpotensi memunculkan dampak inflatoir bagi perekonomian nasional. Komitmen yang besar dari pemerintah terkait optimalisasi penggunaan anggaran berbagai permasalahannya mendorong saya mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya untuk mendapatkan solusi terkait dengan rendahnya penyerapan anggaran pemerintah.

Tulisan ini mengambil lokus Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan sesuai dengan tugasdan fungsinya, serta mengambil fokus dana nonbelanja pegawai kementrian/lembaga negara. Apa sih yang dimaksud penyerapan anggaran?

Mencermati pemberitaan berbagai media massa tentang penyerapan anggaran, paling tidak ada dua macam sudut pandang. Pertama, membandingkan anggaran dengan realisasinya secara sederhana. Anggaran Rp100 juta sampai akhir tahun anggaran terealisasi Rp91 juta berarti tingkat penyerapan anggaran sebesar 91%.

Penyerapan sebesar 91% ini apakah berarti penyerapannya tergolong tinggi, sedang, ataukah rendah? Ini juga belum jelas tolok ukurnya. Menjelang akhir tahun anggaran, instansi pemerintah berusaha menyerap anggaran mendekati 100% agar tidak dinilai penyerapan anggarannya rendah.

Kedua, proporsionalitas persentase penyerapan anggaran. Penyerapan anggaran cenderung menumpuk di akhir tahun. Hal ini dibuktikan dengan kecenderungan persentase penyerapan anggaran pada akhir triwulan III kurang dari 75%. [Baca: Kegagalan Birokrasi]

 

Kegagalan Birokrasi
Apakah persentase penyerapan anggaran pada akhir triwulan III yang kurang dari 75% berarti penyerapannya tergolong sedang atau rendah? Apakah harus proporsional? Ini juga belum jelas tolok ukurnya.

Bank Dunia menyebut negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, punya permasalahan dalam penyerapan anggaran yang disebut slow back-loaded, penyerapan rendah pada awal sampai tengah tahun anggaran dan melonjak memasuki akhir tahun anggaran.

Para pengamat ekonomi menyoroti masalah rendahnya penyerapan anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran.

Performance based budget lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang penyerapan anggaran. Untuk mengukur kinerja suatu kegiatan yang dilihat adalah output dan outcome. Variabel dominan pendorong pertumbuhan dalam kondisi perekonomian kita saat ini adalah faktor konsumsi.

Belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah menjadi pendorong utama laju pertumbuhan ekonomi. Kegiatan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas bila realisasinya semakin maka manfaat serta efek stimulusnya juga makin besar.

Jika pelaksanaannya mundur ke akhir tahun padahal seharusnya bisa dilaksanakan lebih awal, yang dirugikan sebenarnya adalah masyarakat karena tertunda menerima manfaat. Kegagalan target penyerapan anggaran memang berakibat hilangnya manfaat belanja karena dana yang dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan. Artinya terjadi iddle money.

Apabila pengalokasian anggaran efisien maka keterbatasan sumber negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Sumber-sumber penerimaan negara yang terbatas mengharuskan pemerintah menyusun prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien.

Ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target, berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran. Jika ingin lebih proporsional dalam menilai penyerapan anggaran, perlu juga dilihat target penyerapan anggaran yang telah disusun di awal, apakah telah sesuai target atau tidak.

Ukuran kinerja yang harus dilihat mencakup output serta outcome. Penyerapan anggaran yang tinggi tanpa adanya output serta outcome yang optimal akan menunjukkan kinerja yang kurang baik. Bukannya Pemerintah tinggal diam melihat kondisi ini. Pemerintah telah menganggarkan biaya untuk pembangunan dan perawatan jalan setiap tahun yang relatif besar. Namun demikian, kebutuhan dana yang ideal belum terpenuhi, untuk menjaga seluruh aset jalan dalam kondisi mantap.

Indonesia memiliki sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam berbagai bidang usaha. Kendati, tidak seperti swasta yang berorientasi profit murni, BUMN sebagai entitas usaha tetap harus berupaya mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya agar tidak terhanyut arus persaingan. Salah satu faktor yang menentukan adalah kecermatan pengelola dalam membaca perkembangan bisnis di masa mendatang.

Perkembangan bisnis sudah tentu tidak terlepas dari perkembangan ekonomi secara makro. Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator, dalam beberapa tahun terakhir berada pada kisaran lima hingga enam persen per tahun, saat terkena imbas oleh krisis finansial. Pertumbuhan ekonomi yang stabil menggambarkan kecenderungan yang stabil dalam peningkatan belanja masyarakat. Keadaan ini mengindikasikan pasar yang kondusif.

Tingkat inflasi dunia diperkirakan masih akan berada di posisi yang rendah karena laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini, masih jauh di bawah laju pertumbuhan ekonomi yang potensial (output gap). Kondisi ini mengakibatkan kapasitas produksi menjadi berlimpah, tingkat pengangguran yang masih tinggi, yang mengakibatkan tingkat pendapatan yang rendah.

Rendahnya tingkat inflasi dunia juga disebabkan karena anjloknya harga komoditas dunia. Tingkat inflasi yang rendah jika dibarengi laju pertumbuhan ekonomi yang lambat akan cenderung menggiring bank sentral untuk mengadopsi kebijakan uang longgar.

Kebijakan longgar ini diadopsi oleh bank sentral Eropa dan Jepang. Bank sentral di dua kawasan tersebut berusaha untuk memerangi tingkat inflasi yang rendah dengan cara melakukan kebijakan quantitative easing (QE).

Jika tingkat konsumsi di dalam negeri masih rendah dan tidak berhasil memerangi tingkat inflasi yang rendah, maka salah satu cara untuk memerangi tingkat inflasi yang rendah adalah dengan depresiasi mata uang.

Dua alasan utama di balik anjloknya harga komoditas dunia adalah turunnya permintaan komoditas dari Tiongkok dan teknologi penghasil bahan bakar sebagai alternatif pengganti produksi minyak mentah. Hasil produksi ini menambah jumlah pasokan minyak dunia yang saat ini masih di dominasi oleh negara-negara penghasil minyak (OPEC). [Baca: Kekhawatiran]

 



Kekhawatiran
Menurut estimasi Energy Information Administration (EIA), pangsa pasar produksi minyak OPEC di tahun 2015 akan menjadi 38,7% atau menurun dari 41,2% yang tercatat di tahun 2012 yang lalu akibat dari penambahan pasokan dari produksi shale oil tersebut. Untuk mencegah turunnya harga minyak dunia lebih jauh lagi, maka pasokan minyak dunia harus dikurangi.

Di Amerika Serikat, penurunan harga minyak diharapkan dapat memperbaiki pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income). Namun demikian, untuk negara-negara penghasil dan pengekspor minyak seperti Rusia, Norwegia, Irak, Iran, Nigeria, dampaknya akan sangat merugikan. Negara-negara tersebut juga memiliki jumlah hutang yang besar.

Hasil ekspor minyak menjadi sumber pendapatan utama. Anjloknya harga minyak secara langsung akan mengurangi kemampuan mereka untuk dapat memenuhi kewajiban keuangannya. Penurunan harga minyak yang tajam melegakan investor sekaligus membuat investor khawatir.

Investor lega karena penurunan harga minyak dunia yang diikuti dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) domestik membantu pemerintah menyehatkan keuangan negara. Kekhawatiran timbul karena penurunan harga minyak dapat menyeret penurunan harga komoditas ekspor Indonesia lainnya seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO).

Prospek jangka panjang Indonesia tentunya masih sangat menarik karena ditopang oleh konsumsi domestik yang kuat dan struktur demografi yang mendukung. Namun yang menjadi pertanyaan pada tingkat valuasi sekarang, apakah asetaset Indonesia masih menarik.

Transmisi global melalui jalur finansial dapat berjalan secara tidak langsung, yaitu melalui munculnya hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi, baik yang bersumber dari perbankan, lembaga keuangan lain maupun pihakpihak lainnya.

Secara tradisional, sumber pembiayaan ekonomi biasanya berasal dari perbankan, sejalan dengan perannya sebagai lembaga intermediasi. Penyerapan anggaran yang baik dan sesuai rencana akan mempengaruhi capaian pembangunan nasional yang baik pula.

Sepanjang Tahun Anggaran 2015 ditemui kecenderungan penurunan penyerapan anggaran. Bila kita perhatikan, dalam periode tersebut pada bulan yang sama terlihat pula kecenderungan penyerapan yang semakin rendah. Kecenderungan yang terjadi harus segera diperbaiki agar tidak menghambat pelaksanaan pembangunan.

Sebagai tindak lanjut dari rapat koordinasi tersebut dilakukan kunjungan lapang untuk memastikan permasalahan yang mengakibatkan lambatnya penyerapan di kementerian/lembaga dan daerah serta upaya tindak lanjut yang telah dilakukan kementerian/lembaga dan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).



Tindak lanjut yang diperlukan agar penyerapan anggaran rendah tidak terjadi lagi adalah menyusun disbursement plan dan procurement plan bagi setiap kementerian maupun lembaga negara sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan.

Terkait dengan pemblokiran anggaran akibat data pendukung tidak lengkap, di masa mendatang data pendukung harus lengkap pada saat penelaahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA).

Untuk mengantisipasi keterbatasan waktu pelaksanaan, persiapan pelaksanaan kegiatan agar segera dilakukan setelah selesai penelaahan sehingga pada saat DIPA turun kegiatan dapat langsung dilaksanakan.

Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan, kementerian maupun lembaga negara dapat melakukan lelang pengadaan barangdan jasa sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54/2010).

Terkait lahan, upaya yang harus dilakukan adalah memastikan kejelasan kepemilikan lahan sebelum melaksanakan kegiatan. Dalam memenuhi persyaratan Perpres No. 54/2010 terkait dengan pejabat pengadaan perlu dilakukan peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan pegawai baru dalam pelatihan.

Untuk mengatasi keterlambatan data dapat dilakukan melalui upaya pengembangan sistem berbasis website dengan biaya murah. Optimalisasi penyerapan anggaran diharapkan mampu memberikan efek positif pada pertumbuhan ekonomi.

Indonesia memang mengalami perlambatan namun tidak terlalu parah dibandingkan negara lainnya termasuk Tiongkok yang saat ini kondisi ekonominya sedang terpuruk.

Dengan sinergi dan akselerasi seraapan anggaran serta didukung skema pemerintah diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya