SOLOPOS.COM - Herman Suryo Pemegang Sertifikat Surelawan BNPB Pengajar Manajemen Bencana FISIP Unisri Solo. (FOTO/Istimewa)

Herman Suryo
Pemegang Sertifikat
Surelawan BNPB
Pengajar Manajemen Bencana
FISIP Unisri Solo. (FOTO/Istimewa)

Mengadopsi alam pikiran George Edward III, suatu implementasi kebijakan akan berhasil jika  mampu mengatasi permasalahan seputar komunikasi, sumber daya,disposisi serta  struktur birokrasi (Subarsono: 2009). Seandainya hal itu juga diterapkan terhadap implementasi kebijakan penanggulangan bencana maka sudah barang tentu dapat kita perkirakan seberapa besar energi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk melindungi bangsa Indonesia dari ancaman bencana terutama pada sektor sumber daya.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Kita maklumi bersama bahwa dalam proses penanganan saat bencana terdapat setidaknya dua problema yang selalu mengemuka yakni terbatasnya sumber daya baik manusia maupun perlengkapan/peralatan  dan  terbatasnya logistik untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup korban bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa selama tiga tahun berturut–turut, yakni 2010 hingga 2012, di wilayah Indonesia telah terdera bencana sebanyak 5.030 kali. Selama tiga tahun itu pula  BNPB  mencatat 3.460 orang meninggal akibat berbagai bencana dan setidak tidak-tidaknya lebih dari 2,7 juta korban bencana mengungsi.

Dalam suatu kesempatan, Kepala Pusat Informasi Bencana BNPB, Sutopo Yuwono, mengungkapkan diperkirakan pada saat ini 115 juta jiwa manusia mendiami wilayah rawan bencana yang tersebar di seluruh wilayah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia dengan berbagai jenis ancaman bencana seperti banjir, tanah longsor, tsunami, erupsi gunung berapi, puting beliung dan sebagainya.

Sungguh ini adalah pekerjaan yang sangat berat jika pemerintah pusat maupun daerah harus sendirian mengatasi problema kebencanaan, meskipun pemerintah sudah mempunyai fondasi kebijakan penanggulangan bencana bahkan mempunyai empat filosofi penanggulangan bencana. Keempat filosofi penanggulangan bencana tersebut adalah jauhkan bencana dari manusia, jauhkan manusia dari bencana, hidup harmonis dengan bencana dan kearifan lokal. Meskpun empat filosofi tersebut terkesan sederhana dan mudah untuk diucapkan tetapi juga sangat berat untuk dilaksanakan.

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi problema kebencanaan adalah dengan merekonstruksi paradigma penanggulangan bencana. Salah satu dari rekostruksi paradigma manajemen penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah adalah dengan diberlakukannya UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam ketentuan tersebuat dinyatakan   bencana bukan semata-mata menjadi urusan pemerintah tetapi harus  menjadi urusan bersama.

Paradigma baru ini juga merupakan pengutamaan penanggulangan bencana yang diadopsi dari International Strategy For Disaster Reduction (ISDR). Strategi ISDR menekankan disaster is every body business. Mulai saat itu Indonesia memulai babak baru dalam manajemen kebencanaan dengan menempatkan bencana menjadi tangggung jawab pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Ketiga komponen ini sering disebut dengan  tiga pilar penanggulangan bencana yang mempunyai peran dan kedudukan strategis  dalam penanggulangan bencana.

Salah satu peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah menjadi sukarelawan. Kehadiran para sukarelawan merupakan suatu solusi yang sangat tepat dalam mengatasi kelangkaan sumber daya penanggulangan bencana yang dimiliki oleh instansi pemerintah  khususnya BNPB atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Namun, kadangkala kiprah sukarelawan yang hadir pada beberapa saat setelah bencana juga memunculkan problem di lapangan. Sering kali sukarelawan yang hadir di daerah bencana tidak melapor untuk mencatatkan sumber dayanya kepada pusat pengendalian operasionalisasi (pusdalops). Sering kali kali terjadi sukarelawan hadir tetapi tidak mempunyai kemampuan standar yang dibutuhkan bagi keperluan penanggulangan bencana.

Bahkan kadangkala dijumpai sukarelawan yang  datang di lokasi bencana dengan perlengkapan dan perbekalan ala kadarnya. Sukarelawan yang hadir dan telah mencatatkan diri ke pusdalops pun sangat susah untuk dimintai konfirmasi kualifikasi  dan kompetensi yang mereka miliki. Membutuhkan waktu dan tenaga pula untuk proses verifikasi padahal kebutuhan akan dukungan personel sangat mendesak untuk segera terpenuhi.

Seakan hendak menegaskan begitu pentingnya peran sukarelawan bencana, pada 30 Desember 2011 BNPB mengeluarkan regulasi tentang sukarelawan penanggulangan bencana. Peraturan tersebut adalah Peraturan Kepala (Perka) BNPB  No 17/2011 tentang  Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana. Fokus regulasi ini adalah pengaturan mengenai standar- standar dan kualifikasi sukarelawan, pengembangan kapasitas sukarelawan dan kerja sama antarsukarelawan dalam keseluruhan aspek penanggulangan bencana seperti yang termuat dalam konsideran peraturan tersebut, di samping pengaturan berkenaan dengan peran, hak dan kewajiban sukarelawan.

 

 

Kriteria

Dalam Bab I huruf D  Perka No 17/2011 disebutkan yang dimaksud dengan sukarelawan penanggulangan bencana  adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana. Namun, tidak dijelaskan secara lebih rinci apa yang dimaksud dengan sukarela dan ikhlas. Pemerintah menyerahkan pemaknaan dua kata tersebut kepada masyarakat ke dalam makna yang berlaku umum.

Sukarela dapat berarti atas kemauan sendiri, melakukan dengan rela hati atau melakukan sesuatu dengan kehendak sendiri. Sedangkan ikhlas bermakna bersih hati atau tulus  atau dengan kata lain tidak mempunyai pamrih dalam melakukan sesuatu.  Namun, pada intisarinya bekerja secara sukarela adalah melakukan suatu pekerjaan atas kehendak sendiri dengan tulus sehingga tidak mengharapkan pembayaran atau kompensasi atas apa yang telah diperbuatnya.

Asal usul individu sukarelawan  bisa dari mana pun, baik instansi pemerintah, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan dunia usaha seperti yang termuat dalam konsideran Perka BNPB No 17/2011 tersebut. Yang pasti, sukarelawan harus sudah  berusia 18 tahun ke atas, sehat jasmani dan rohani, mempunyai jiwa kesukarelawanan, semangat pengabdian dan berdedikasi tinggi. Selain itu, sukarelawan harus mampu bekerja secara mandiri serta dapat bekerja sama dengan pihak lain.

Sukarelawan juga harus memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang bermanfaat bagi penanggulangan bencana. Persyaratan lainnya yang mutlak untuk penuhi adalah  sukarelawan tidak sedang terlibat dalam perkara pidana apalagi tindak subversif. Meskipun bersifat sukarela dan ikhlas, kerja sukarelawan dapat terkena sanksi apabila dalam beraktivitas terkait kebencanaan telah melanggar asas, prinsip dan pancadarma sukarelawan maupun aturan dan norma yang disepakati.

 

Proses Sertifikasi

Sesungguhnya cakupan kerja sukarelawan dalam bencana tidak terbatas, namun BNPB membatasi cakupan kerja sukarelawan yang dapat disertifikasi. Cakupan tersebut tidak hanya menyangkut peran sukarelawan pada saat tanggap darurat namun sejalan dengan perubahan paradigma manajemen penanggulangan bencana bahwa sukarelawan dapat diberdayakan di semua tahapan bencana yakni saat prabencana, saat tanggap bencana bahkan dapat melakukan kerja kesukarelawanannya pada tahap pascabencana.

Dalam hal cakupan kerja, BNPB mengelompokkan cakupan kemahiran sukarelawan menjadi 26 kelompok kemahiran untuk dapat disertifikasi. Pengelompokan tersebut antara lain, perencanaan, pendidikan, sistem informasi geografis dan pemetaan, pelatihan geladi dan simulasi bencana, kaji cepat bencana, SAR, transportasi, logistik, keamanan pangan dan nutrisi, dapur umum, pengelolaaan lokasi pengungsi dan hunian sementara (huntara), pengelolaan posko PB, kesehatan/medis, air bersih/sanitasi/kesehatan lapangan, kemanan dan perlindungan, gender dan kelompok rentan, psokososial/konseling, penyembuhan trauma, pertukangan dan perekayasaan, pertanian/peternakan/perikanan dan penghidupan, administrasi, pengelolaan keuangan, bahasa asing, informasi dan komunikasi, hubungan media dan masyarakat, pemantauan,  evaluasi dan pelaporan, promosi dan mobilitas sukarelawan.

Ada dua jalur yang dilakukan BNPB dalam sertifikasi sukarelawan penanggulangan bencana. Pertama, melalui proses rekognisi, yakni suatu proses pengakuan yang dilakukan oleh BNPB terhadap seseorang bahwa yang bersangkutan memenuhi persyaratan untuk diberikan sertifikat. BNPB akan melihat rekomendasi yang diserahkan oleh BPBD dengan  mempertimbangkan lamanya seseorang menjadi sukarelawan, pengalaman kegiatan kebencanaan dan spesifikasi kerja penanggulangan bencana yang telah digelutinya. Kedua, seseorang dapat mengajukan dirinya kepada BNPB untuk mendapatkan sertifikat dengan terlebih dahulu dilakukan uji kompetensi terhadap dirinya.

Meskipun sertifikat sukarelawan penanggulangan bencana tidak seperti sertifikat untuk mengajar guru/dosen yang dengan sertifikat tersebut  dapat menerima tunjangan dengan besaran rupiah tertentu, namum setidaknya dengan memiliki sertifikat ini merupakan suatu bentuk pengakuan dari lembaga yang kompeten dengan kebencanaan (BNPB) bahwa yang bersangkutan memang kompeten untuk melakukan kerja sukarelawan sesuai dengan prinsip kerja sukarelawan penanggulanga bencana. Pada  sisi lain, sertifikasi sukarelawan  tentu bermanfaat bagi semua pihak, baik pemangku kepentingan bahkan  masyarakat terdampak bencana.



Dan pada akhirnya semua berharap bahwa sertifikat sukarelawan penanggulangan bencana dapat menjadi suatu bukti keseriusan pemerintah dalam melakukan tata kelola penanggulangan bencana ke arah yang lebih baik. Semua tentunya dilakukan semata-mata untuk mewujudkan paradigma baru penanggulangan bencana bahwa bencana tetap menjadi urusan kita bersama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya