SOLOPOS.COM - Bandung Mawardi (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Jumat (13/5/2016), ditulis kritikus sastra Bandung Mawardi.

Solopos.com, SOLO — Seorang penggerak pendidikan telah berpulang pada 10 Mei 2016. Ia bernama Siti Rahmani (96 tahun). Ia adalah pembuat alat peraga kartu frasa dan kartu bergambar tokoh Budi.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Kita mengenangnya dengan julukan pengajaran “Ini Budi.” Ia pembuat alat peraga, bukan pembuat materi dalam buku paket pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD. Alat peraga berupa lima gambar mengenai keluarga Budi.

Para tokoh adalah Budi, ayah Budi, ibu Budi, kakak Budi, dan adik Budi. Penggunaan nama Budi bereferensi ke buku pelajaran garapan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang terbit pada 1976.

Buku itu berjudul  Bahasa Indonesia: Belajar Membaca dan Menulis. Tim pembuat buku pelajaran adalah S.A. Ackbar, A.S. Broto, M.T. Usman, I.P. Simandjuntak, Anwar Jasin, E. Karwapi, S. Ramdona, S. Effendi, Harimurti Kridalaksana, S. Chamdiah, Murniati Basuki, dan Achmad Nuryani.

Buku itu digunakan oleh Siti Rahmani untuk membuat alat peraga agar murid tertarik dalam usaha bisa membaca dan menulis. Alat peraga jadi rangsangan untuk belajar dalam suasana gembira.

Alat peraga digunakan pada 1984-1992. Karya itu menempatkan Siti Rahmani sebagai sosok berpengaruh dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Buku pelajaran dan alat peraga memungkinkan jutaan bocah Indonesia melek aksara, bermula dari jenjang sekolah dasar.

Informasi mengenai Siti Rahmani sempat rancu saat orang-orang menganggap ia penulis buku paket pelajaran. Keluarganya meluruskan bahwa Siti Rahmani adalah pembuat alat peraga bersumber dari buku terbitan pemerintah (Kompas, 12 Mei 2016).

Keterangan itu penting bagi kita dalam membedakan peran dalam alur pendidikan di Indonesia. Jasa besar mendapat pujian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan,”Beliau wafat meninggalkan aliran pahala besar, meninggalkan sidik jari menempel di benak jutaan anak Indonesia” (Koran Tempo, 12 Mei 2016).

Kita pantas turut mengenang dan menjenguk ulang sejarah pelajaran membaca-menulis di Indonesia sejak masa 1970-an. Barangkali buku-buku sumber pembuatan alat peraga oleh Siti Rahmani telah bercap langka. Kita bisa bernostalgia dan merenungi tata cara mempelajari bahasa sejak di sekolah dasar.

Kita bisa memulainya dengan membuka buku Bahasa Indonesia: Belajar Membaca dan Menulis 1a (1976). Sampul buku bergambar dua bocah sedang membaca buku. Ada juga anak berusia di bawah lima tahun (balita) berambut kuncung melihat para pembaca buku.

Di belakang ada papan tulis. Di samping kanan dan kiri kita melihat gambar ayam jago, kucing, bola, dan bunga matahari. Gambar khas bocah. Mengandung simbol dan imajinasi kegembiraan.

Di sampul ada cap bertuliskan ”Milik Departemen P dan K, Tidak Diperdagangkan.” Buku memang jadi bukti pelaksanaan program pemerintah demi mencapai tujuan pendidikan nasional.

Garapan materi buku berpijak ke pendekatan struktural analitik sintetik (SAS) dengan ketentuan-ketentuan: (1) bahasa tutur maupun bahasa tulis manusia menampakkan diri dalm struktur-struktur; (2) proses kehidupan kejiwaan dalam menyerap segala rangsang melalui penganalisaan struktur.

Kemudian, (3) unit terkecil adalah kalimat; (4) kalimat lengkap selalu mempunyai struktur. Pendekatan itu harus disempurnakan dengan pengandaian atas pengalaman bocah sebelum belajar membaca dan menulis. [Baca selanjutnya: Keluarga dan Alam]Keluarga dan Alam

Pengalaman tentang keluarga dan alam menguatkan kemauan mengenal kata dan kalimat. Bocah berbahasa pun lekas terwujud. Pertimbangan itu memunculkan nama-nama tokoh, peristiwa, tempat, dan kesadaran waktu.

Siti Rahmani tak lengkap mengenalkan tokoh di buku pelajaran. Kini kita bisa memastikan bahwa kakak Budi bernama Wati dan adik Budi bernama Iwan. Ayah budi dan ibu Budi belum bernama.

Keterangan diperoleh jika kita membaca keterangan di halaman 17. Gambar tiga bocah. Budi berada di tengah memegang tangan adik dan kakak. Penjelasan di samping gambar: iwan adik budi / budi kakak iwan / budi adik wati.

Tiga bocah itu rukun dan berbahagia. Peristiwa di rumah jadi representasi kebersamaan, disajikan di halaman 48: hari ini hari libur/ wati budi dan iwan bermain / semua bermain di halaman / budi dan iwan main bola / wati main lompat tali.

Perbedaan permainan mulai melekat ke benak murid. Bacaan itu mungkin jadi pemicu anggapan bahwa perempuan tak pantas bermain sepak bola. Ketiadaan nama Wati dan Iwan di alat peraga mungkin mengakibatkan nama Budi terlalu terkenal.

Budi telanjur jadi nama paling dikenali murid ketimbang Wati dan Iwan. Di rumah, tiga bocah itu bermain bersama dan membantu orang tua. Pelajaran membaca dan menulis disertai gambar menggugah imajinasi murid sehingga gampang mengerti kata-kata.

Buku pelajaran berupa rangkaian cerita. Kita bisa melanjutkan membaca buku berjudul Bahasa Indonesia: Membaca dan Menulis 1b (1976). Para tokoh mulai diceritakan berinteraksi dengan teman-teman di sekolah, kecuali Iwan.

Latihan membaca di halaman 15 mengajak kita mengimajinasikan interaksi bocah saat bersekolah. Teks sederhana tapi bermakna: wati dan budi pergi ke sekolah / wati sudah kelas tiga / budi baru kelas satu / kawan wati dan budi banyak / rini, mira, rudi, dan arif / mereka bersama-sama ke sekolah/ iwan belum sekolah / iwan baru tiga tahun.

Teks tentang pertemanan, mengajak murid belajar saling menolong, menghargai, dan bekerja sama. Kejutan bagi pembaca di buku jilid 1b adalah perkenalan nama ayah Budi. Di halaman 27, tim penggarap buku mengenalkan ayah Budi bernama Madi. Nama ibu biasa mengikuti nama suami.



Hal demikian lazim  berlaku di Indonesia masa Orde Baru. Pembedaan tugas di rumah perlahan juga disampaikan kepada murid. Di rumah, tugas Wati adalah mencuci dan menyeterika. Budi jarang diceritakan melakukan tugas-tugas di rumah.

Penggunaan buku paket Bahasa Indonesia berlanjut sampai masa 1980-an. Guru-guru masih bingung dalam penerapan. Siti Rahmani tampil dengan alat peraga untuk memudahkan guru dalam mengajar. Pada 1985, pemerintah menerbitkan buku berjudul Bahasa Indonesia: Panduan Guru Membaca dan Menulis Permulaan.

Buku pedoman diberikan kepada guru demi memenuhi Ketetapan MPR No. II/MPR/ 1983 dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pendidikan bagi murid kelas I SD dianggap terpenting sebagai fondasi.

Pemerintah mengingatkan waktu anak mulai belajar di kelas I sekolah dasar, mereka telah memiliki pengalaman yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Pengalaman anak itu hendaknya menjadi titik tolak penyajian bahan pelajaran, khususnya pelajaran membaca dan menulis permulaan.

Pada masa lalu, dua buku Bahasa Indonesia: Membaca dan Menulis, jilid 1a dan 1b,  memang sangat menentukan kemahiran berbahasa bagi jutaan murid di Indonesia. Peran Siti Rahmani dengan membuat alat peraga semakin menjadikan pelajaran membaca dan menulis sesuai tujuan pendidikan nasional. Masa lalu pun berbuku dan bertokoh demi kemajuan bangsa dan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya