SOLOPOS.COM - Sugeng Riyanto (Istimewa)

Gagasan Solopos, Rabu (27/1/2016), ditulis Sugeng Riyanto. Penulis adalah Wakil Ketua Komisi III  DPRD Kota Solo Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Solopos.com, SOLO — Beberapa waktu lalu saya bersama empat anggota Komisi III DPRD Kota Solo mendapat tugas mengawasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Solo yang mengajak beberapa pelaku usaha di Solo mengikuti pameran di Nanning, Tiongkok.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Pameran ini bertajuk CA-Expo atau China-ASEAN Expo. Tiongkok mengundang semua negara anggota ASEAN memamerkan produk-produk unggulan dalam berbagai bidang industri.

Semua negara ASEAN mengikuti pameran tersebut. Semua provinsi di Indonesia mengirimkan beberapa delegasi kabupaten/kota untuk ikut di dalamnya. Setiap negara mendapatkan satu lokasi yang cukup luas dan memadai.

Tugas pengawasan ini penting mengingat Disperindag Kota Solo mengalokasikan anggaran di APBD Kota Solo yang tidak kecil untuk program tersebut. Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan dinas ini.

Pelajaran pertama, cara Tiongkok memajukan suatu daerah. Berdasarkan cerita yang saya dapatkan dari seorang kawan asal Solo yang sudah lama bermukim di Tiongkok, yang saat itu sekaligus menjadi pemandu delegasi dari Solo, Tiongkok memiliki cara yang sangat bagus untuk ditiru di Indonesia, khususnya di Solo.

Nanning 15 tahun yang lalu adalah daerah pedesaan yang sangat tertinggal. Pemerintah Tiongkok kemudian mengubahnya, hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama, menjadi daerah yang maju dan makmur.

Caranya dengan mendirikan kawasan pameran yang berskala internasional dengan gedung pameran yang besar dan megah disertai penataan infrastruktur mulai dari penataan permukiman penduduk, pembangunan jalan yang berorientasi perkotaan dengan dua jalur yang lebar, jalur khusus kendaraan bermotor dan sepeda, dan juga jalur khusus pejalan kaki di kedua sisi jalan.

Dibangun pula bandara yang besar dan stasiun kereta api yang besar serta sarana transportasi yang memadai. Selanjutnya pemerintah Tiongkok secara berkala mengundang negara-negara di belahan dunia untuk mengadakan pameran di tempat baru itu.

Kalau dalam sebulan ada dua kali pameran, sekali berpameran selama 7 hari-10 hari, dengan jumlah peserta katakanlah mencapai 1.000 stan, bisa dibayangkan seandainya dalam setiap stan ada tiga orang maka paling tidak ada 3.000 orang yang selama 7 hari-10 hari menginap di penginapan atau hotel di sekitar tempat pameran.

Ada 3.000 orang yang makan dan minum selama 7 hari-10 hari didaerah itu. Mereka juga berbelanja di daerah sekitar mencari berbagai barang yang khas dan menarik untuk dijadikan oleh-oleh ke negara asal masing-masing.

Tidak sedikit di antara mereka yang mendatangi tempat-tempat wisata terdekat dengan lokasi pameran. Ini perhitungan untuk sekali pameran. Bisa dibayangkan jika pameran diadakan sebulan dua kali, dalam sebulan akan ada paling tidak 6.000 orang.

Jika dikalikan 12 bulan, ada potensi puluhan ribu orang yang berkunjung dengan segenap benefit yang ditimbulkannya. Artinya, keberadaan pusat pameran telah secara nyata menggeliatkan perekonomian di daerah tersebut hingga ke tingkat yang sangat bagus.

Apakah Kota Solo bisa mengadopsi strategi ini? Jawabannya: sangat mungkin. Ada beberapa alasan yang mendasari. Pertama, dari tinjauan ekonomi.

Seperti yang saya kemukakan di depan, keberadaan tempat pameran yang representatif dan besar, berskala nasional, sangat memungkinkan bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk secara berkala mengadakan berbagai pameran dengan berbagai tema dan melibatkan seluruh daerah dan provinsi di Indonesia.

Dalam gambaran saya, sangat bagus kalau ada ekspo bertajuk Solo-Jawa Tengah ekspo, yakni pameran perdagangan dan produk industri yang melibatkan seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah.

Bisa pula Solo-Jawa Barat ekspo, Solo-Jawa Timur ekspo, Solo-Kalimantan ekspo, dan seterusnya. Pemkot Solo juga bisa melibatkan berbagai perusahaan besar untuk mengisi acara-acara selanjutnya.

Dengan logika ini maka semua pelaku usaha di Solo pasti akan ikut merasakan dampak positifnya, mulai dari perhotelan, kuliner, pariwisata, perdagangan, dan sebagainya.

Kedua, pertimbangan politis. Secara peta politik, saat ini yang menjadi Wali Kota Solo, Gubernur Jawa Tengah, dan bahkan Presiden Indonesia berasal dari satu partai politik yang sama.

Menjadi sangat memungkinkan untuk dengan lebih cepat merealisasikan ide ini. Presiden kita juga berasal dari Solo. Dialah yang pernah mencetuskan Solo sebagai kota meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE).  Ide ini menjadi sangat relevan.

Ketiga, infrastruktur pendukung di Solo sangat memadai, dekat dengan bandara berstandar internasional, ada stasiun kereta api besar, terminal bus tipe A yang sangat memadai, banyak hotel dan sarana prasarana penunjang lainnya.

Keempat, ketersediaan lahan. Masih ada beberapa alternatif lokasi yang memadai untuk dibuat semacam Solo Trade Centre, salah satunya lahan di Pedaringan sampai di samping Solo Techno Park.

Tidak ada masalah ketika dibutuhkan regulasi pendukung seperti peraturan daerah (perda) untuk merealisasikan hal ini. Tentu saja dengan tetap memerhatikan perundang-undangan di atasnya.

Dari pemikiran dan orientasi jangka panjang, menjadikan pusat pergudangan di lokasi Pusat Pergudangan Kota (PPK) Pedaringan menurut hemat saya sangat tidak selaras dengan tata kelola kota karena semakin maju pergudangan di situ akan semakin banyak kendaraan besar yang lalu lalang.

Itu artinya dalam tata kelola lalu lintas akan sangat kontraproduktif, makin memperparah kemacetan di Kota Solo. Akan lebih pas jika kompleks pergudangan di Pedaringan dipindah ke daerah yang dekat jalur besar semacam kawasan jalan lingkar luar di kawasan Mojosongo.

Kelima, Solo merupakan kota kecil yang tidak memiliki sumber daya alam. Sektor andalan pendapatan asli daerah (PAD) hanyalah dari sektor jasa dan perdagangan.

Pemkot Solo harus bisa menjadikan Solo selayaknya Singapura di Indonesia. Singapura negara kecil dan tidak memiliki sumber daya alam, akan tetapi sangat maju dan makmur.

Singapura sangat mengandalkan pemasukan negara dari sektor jasa dan perdagangan. Membangun Solo Trade Centre akan memberikan peluang bagi Solo menjadi kota jasa dan perdagangan yang maju dan makmur. [Baca selanjutnya: Ekspansi Bisnis]Ekspansi Bisnis

Pelajaran kedua, ekspansi bisnis menjadi luas. Ketika Tiongkok mengundang negara manapun menjadi peserta pameran, Tiongkok selalu ikut serta di dalamnya. Dengan cara ini, Tiongkok memiliki peluang terbuka dikenal seluruh dunia untuk mempromosikan semua produk unggulan negara itu.

Ekspansi bisnis menjadi begitu luas tak terhingga. Di sinilah tugas pemerintah untuk memformulasikan cara ekspansi pengaruhnya dengan, tentu saja, melibatkan para pengusaha dan masyarakat umum. Dari sinilah efek kemakmuran akan bisa didapatkan.

Pelajaran ketiga, penegakan aturan dan hukum yang kuat. Tiongkok terkenal dengan ketegasan terhadap penegakan peraturan perundang-undangan. Kewibawaan aparat penegak hukum jelas sangat terlihat.

Menurut kawan sekaligus pemandu tersebut, di Tiongkok jika seseorang melakukan aksi kejahatan, apalagi kejahatan berat, akan mendapatkan hukuman yang sepadan.

Tidak hanya itu, anak-anaknya juga akan masuk daftar hitam di kepolisian dan itu akan menyulitkan pengurusan administrasi kependudukan maupun dalam mencari pekerjaan.



Pelajaran keempat, kesadaran masyarakat yang terbangun dengan baik. Ketertiban pada saat antre menjadi salah satu parameter kedewasaan dan kesadaran masyarakat. Hal ini terlihat di pintu masuk tempat pameran, meskipun panas tetap antre dengan tertib.

Parameter lainnya adalah ketertiban berlalu lintas, terutama kendaraan bermotor dan pejalan kaki yang kelihatan teratur. Pemandangan wajar di Solo yang sangat sulit dijumpai di Nanning adalah pedagang kaki lima (PKL).

Tidak ada satupun PKL yang berjualan di tepi-tepi jalan. Barangkali bukan semata-mata karena tertibnya masyarakat, tapi karena masyarakat mendapatkan tempat usaha yang lebih memadai atau karena aturannya yang melarang berjualan layaknya PKL di Solo.

Tidak bisa dimungkiri bahwa suasana tertib, aman, dan nyaman ini menimbulkan kesan yang mendalam terutama bagi saya dan tentunya siapa pun yang berada di sana.

Pelajaran kelima, pemerintah Tiongkok menyediakan durasi waktu yang sangat memadai untuk menyiarkan secara live di stasiun televisi pemerintah berbagai acara menarik selama pameran.

Ada liputan khusus per negara peserta pameran sehingga publik Tiongkok bisa mengetahui hal-hal menarik apa di dalam pameran dan pada akhirnya menimbulkan keinginan untuk menghadiri pameran tersebut.

Perlu diketahui, untuk masuk ke lokasi pameran harus membayar cukup mahal untuk ukuran Solo, sekitar 200 yuan atau setara dengan Rp500.000.

Tiket masuk ini bisa menjadi potensi pendapatan yang tidak sedikit. Selama pameran, dalam pengamatan saya, pengunjung selalu membeludak, baik warga penduduk asli maupun warga lintas negara.

Demikian beberapa hal menarik yang semoga bisa diduplikasi di Solo, kota yang sangat kita cintai. Untuk kemajuan kota ini, sudah barang tentu wali kota terpilih akan melakukan berbagai upaya guna merealisasikannya.



Semoga gagasan ini bisa memberikan dorongan menuju ke arah itu. Saya sangat yakin keberadaan Solo Trade Centre akan berdampak, secara langsung maupun tidak langsung, menjadikan masyarakat Solo yang wasis, wareg, waras, mapan, dan papan sebagaimana visi wali kota terpilih. Wallahu alam bishshawab.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya