SOLOPOS.COM - Bandung Mawardi (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Senin (7/3/2016), ditulis Bandung Mawardi. Penulis adalah kritikus sastra yang tinggal di Colomadu, Karanganyar.

Solopos.com, SOLO — Mungkin salah satu tugas besar bupati/wali kota di pelbagai kabupaten di Jawa Tengah adalah membuat bangunan-bangunan agar menghibur dan membahagiakan publik. Bupati/wali kota mungkin menambahi janji saat upacara pelantikan demi kemuliaan diri dan penciptaan sejarah di kabupaten/kota.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Janji mesti dipenuhi dengan pelbagai siasat dan kerja. Masa pemerintahan cuma lima tahun, tak boleh mubadzir tanpa ada pencapaian sejarah. Rapat serius dilangsungkan bersama para pejabat untuk sepakat. Dana besar dialirkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah demi perwujudan janji-janji.

Kita mungkin agak meragu janji itu memusat ke bupati/wali kota atau mengarah ke janji bersama warga. Pada malam selebrasi perayaan tahun baru Imlek lalu, Bupati Karanganyar Juliyatmono mengatakan bahagia saat melihat warga berkunjung ke taman air mancur. Kerumunan orang tampak terpukau melihat air mancur bersinar dan berjoget mengikuti iringan lagu-lagu.

Bahagia memang gampang diciptakan dalam sekejap. Ribuan orang tak cuma berbekal mata. Mereka membawa kamera untuk adegan berfoto diri (swafoto) berlatar air mancur. Lihat, pengesahan kerja alias pembangunan sudah terpenuhi berwujud air mancur!

Warga jadi penentu arti jika mau berfoto diri. Klik! Jepret! Hore! Ekspresi mengapresiasi pemenuhan janji pemimpin cukup dengan menghasilkan foto-foto paling genit, lucu, dan sensasional. Malam itu semakin membahagiakan saat Juliyatmono berpesan agar foto-foto diunggah ke media sosial.

Foto-foto demi Karanganyar agar kian moncer. Foto jadi bukti kabupaten bercap indah dan maju. Air mancur itu menjelaskan kepada mata para pengunjung media sosial tentang kerja ambisius pemerintah daerah. Foto mengesankan warga berterima kasih dan beruntung mendapat kesempatan melihat dan berfoto diri di air mancur.

Di mata Bupati Juliyatmono, persebaran foto di media sosial mendapat komentar pendek dan tanda “like” memungkinkan popularitas kabupaten. Dia tentu turut terkenal juga selaku pembuat kebijakan. Di Wonogiri, pemerintah daerah malah ingin membuat kemajuan signifikan pada 2016.

Kerja besar dilaksanakan demi kebahagiaan warga. Kerja itu berwujud penambahan tempat-tempat untuk berfoto diri. Tempat-tempat yang bercerita atau bertema Wonogiri diharapkan menjadi elok dan menawan. Pembuatan tempat berfoto diri dianggap mendongkrak martabat kabupaten.

Warga diundang berkunjung untuk mengesahkan kerja pemerintah. Anjuran pemerintah kepada warga: berfotolah dan unggahlah di media sosial. Foto-foto berlatar tempat-tempat terpenting di Wonogiri diharapka bersuara hasrat kemajuan. Foto jadi “iklan”. Selebrasi itu mungkin mendapat restu dari pelbagai kalangan, tak perlu ada protes atau demonstrasi.

Di dua kabupaten itu, berfoto diri adalah ekspresi politis meski tak disadari warga. Keputusan dan keikhlasan membuat foto adalah tanda bersepakat dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Wajah semringah, tertawa, dan mata berbinar tentu menjadikan kerja pemerintah bermakna. [Baca selanjutnya: Kualitas Pembangunan]Kualitas Pembangunan

Warga jadi penentu kualitas pembangunan kabupaten. Foto mereka diharapkan merangsang kunjungan para turis lokal dan turis dari negeri-negeri asing. Mantra mereka: lihatlah foto kami, datanglah ke kabupaten kami. Kunjungan orang-orang dari luar kabupaten bakal meningkatkan pendapatan daerah yang berimbas positif pada kesejahteran warga.

Kabupaten jadi ramai dan terkenal. Para investor sengaja digoda agar mau menggelontorkan modal demi kemajuan kabupaten. Di mata pemerintah pusat bisa jadi siasat dan kerja itu layak mendapat penghargaan atau piagam keberhasilan menjalankan revolusi mental.

Berita paling mutakhir datang dari Boyolali. Pemerintahan Bupatri Seno Samodro dan Wakil Bupati M. Said Hidayat ingin menghasilkan kebijakan fantastis, berharap jadi “legenda” di abad XXI. Bupati Seno Samodro merencanakan membangun empat simpang lima.

Rencana itu mengacu keberhasilan membangun simpang lima di dekat Taman Sono Kridonggo. Di tengah simpang lima, patung Arjuna Wijaya jadi pemandangan megah. Pembangunan itu menghabiskan dana Rp6 miliar. Konon, pejabat dan warga bertepuk tangan. Orang-orang terus berdatangan ke simpang lima.

Mereka melihat dengan rasa takjub, mungkin tak bisa menahan nafsu berfoto diri. Kunjungan ke simpang lima mirip “tugas” memuaskan pemerintah. Program telah ditunaikan, uang telah jadi patung. Berfoto diri jadi ekspresi paling berarti. Pemerintah tentu merasa berhasil menjalankan amanah.

Foto-foto lekas tersebar di media sosial. Orang-orang dari pelbagai kabupaten dan kota singgah sejenak, turut berfoto di simpang lima. Bupati merasa lega dan bangga. Pekerjaan fantastis terbukti membahagiakan ribuan orang. Kini, Seno Samodro ingin mewujudkan janji lagi.

Ia berjanji ingin membangun empat simpang lima lagi. Konon, empat simpang lima itu “paling megah” dan “paling besar”. Kebijakan besar itu dihitung bakal membutuhkan dana Rp60 milliar. Kita mesti bersabar menunggu kerja ambisius itu terwujud.

Ribuan orang harus menahan nafsu atau mempersiapkan lahir batin untuk berfoto diri. Pemerintah mengadakan rapat-rapat serius, lelang, dan sosialisasi. Warga dan pengunjung bercap turis mesti turut berdoa agar sukses. Selama lima tahun, kerja itu mirip pembuatan “legenda”.

Warga mungkin sungkan berdemonstrasi atau membuat surat pembaca berisi kritik ke koran-koran. Pemerintah sudah gamblang mengatakan pembangunan dan pemenuhan janji-janji kekuasaan demi kebahagiaan warga. Segala bangunan diimpikan bertahan puluhan atau ratusan tahun agar bisa dilihat anak cucu.

Penerjemahan revolusi mental oleh para bupati/wali kota adalah membangun taman, patung, air mancur, gedung, museum, perkantoran, dan simpang lima. Revolusi mental menghasilkan kecanduan berfoto diri di pelbagai tempat. Foto mempromosikan kabupaten/kota dan memuliakan bupati/wali kota.

Kita jadi mengerti bahwa upacara pelantikan disempurnakan adegan berfoto bersama bupati/wali kota. Warga senang bisa berfoto bersama bupati/wali kota. Upacara selesai dengan foto dan makan bersama.

Adegan lanjutan warga adalah berfoto diri di tempat-tempat elok hasil pemenuhan janji para bupati/wali kota. Warga diharapkan selalu girang berfoto diri agar para bupati/wali kota bersemangat menjalankan kerja demi kerja meski mengeluarkan ongkos besar, bahkan amat besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya