SOLOPOS.COM - Suwarmin Wartawan Solopos

Suwarmin Wartawan Solopos

Suwarmin
Wartawan Solopos

Momentum Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, yang baru saja berlalu, bagi banyak orang selalu menyisakan kesan tersendiri.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Bagi yang baru saja berkumpul kembali dengan keluarga besar, nglumpukke baling pisah dalam acara temu trah, sungkeman, kangen-kangenan, tentu masih mengingat kejutan-kejutan kecil yang terjadi. Misalnya pakde ini semakin sepuh, bulik itu semakin bawel, mas ini semakin sukses atau mbak itu yang semakin cantik. Tentu tak ada yang sia-sia setelah acara kumpul-kumpul keluarga. Yang tua-tua mengenang masa-masa muda. Yang muda-muda mengeja harapan. Yang anak-anak bermain dengan mimpi-mimpinya yang sederhana. Setelah bersilatuhami dalam satu trah, harapannya, yang kuat bisa membantu yang lemah, yang sehat bisa membantu yang sakit, yang kuat bisa menolong yang lemah, dan seterusnya.

Mungkin ada juga riak-riak di hati, misalnya, kagum atau iri melihat keberhasilan keluarga lain. Ada orang yang mendapat kemajuan yang tidak terduga. Sebaliknya, ada pula yang mengalami kemunduran tidak terduga. Toh semuanya bisa menjadi energi positif untuk berbenah di masa-masa setelah Lebaran. Bagi sebagian orang, Lebaran seperti masa ekspose pencapaian diri,  setelah masa perjuangan selama 11 bulan. Maka momentum halalbihalal semacam itu, memunculkan kesan yang kemudian seolah menjadi mantra untuk mengisi perjuangan hidup selanjutnya.

Kemenarikan momentum Lebaran, bagi sebagian orang, juga bisa menerbitkan rasa sentimentil tertentu. Berkumpul dengan kawan lama yang sebaya semasa kecil, kawan di sekolah saat acara reuni, kawan dalam komunitas lama, dan sebagainya, seperti menziarahi masa lampau. Mengenang kembali rumah masa kecil, sudut-sudut kota asal, sekolah, atau mengingat kembali guyonan, candaan atau bahkan perkelahian masa kecil. Semua itu bisa menerbitkan nostalgia yang indah. Bukankah, pada akhirnya waktu jualah yang melumerkan semua cinta dan benci. Dalam rengkuhan waktu, rambut bisa beruban, kulit bisa keriput, kaya bisa miskin, miskin bisa kaya dans ebagainya. Karena sifatnya yang fana, semua mahkluk, tak terkecuali manusia, semakin bertambah usianya, semakin tua. Maka semestinya lumerlah semua perbedaan masa lalu menjadi kenangan kolektif bersama, saling dilupakan, saling dimaafkan. Atau dalam istilah Jawa, mat sinamatan. Bukankah pada akhirnya, betapapun orang berebut kebanggaan, semua kehidupan akan kembali kepada Sang Pemberi Hidup.

Masa Lebaran, di satu sisi, seperti memberi ruang kepada semua orang untuk banyak membelanjakan uangnya. Seolah, uang yang susah-susah dikumpulkan, boleh dihabiskan di saat Lebaran.

Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo mencatat, perputaran uang selama Ramadan dan menjelang Lebaran 2013 di Soloraya menembus angka Rp2,2 triliun. Jumlah ini melonjak tajam sekitar 22% dibandingkan Ramadan dan Lebaran tahun lalu yang mencapai Rp1,7 triliun. Selain dipengaruhi bertambahnya jumlah anjungan tunai mandiri (ATM) di Soloraya, tingginya peredaran uang juga dipengaruhi kenaikan harga barang sehingga kebutuhan masyarakat pun meningkat [Solopos, (8/8)].

Jumlah yang fantastis ini biasanya dihabiskan untuk menabalkan status, misalnya pakaian baru, penampilan rumah yang baru, kendaraan baru dan lain-lain. Sebagian lagi untuk membeli kebutuhan konsumtif lain baik untuk diri sendiri, keluarga atau hantaran untuk kerabat, untuk biaya transportasi atau uang “fitrah” bagi famili. Daya pikat Lebaran bisa memaksa orang melakukan sesuatu di luar batas. Jika uang tabungan tipis, bisa saja menggadaikan perhiasan, atau meminjam ke bank. Atau ada juga yang melakukan jalan pintas, melakukan tindak kriminal karena desakan momentum bakdan. Semua kembali kepada individu masing-masing, karena sebenarnya kebahagiaan Lebaran tidak terletak pada penampilan kebendaan.

 

Tirakatan

 

Ada juga hal kecil yang mungkin menarik. Bagi yang baru saja gembira karena berat badan yang turun setelah berpuasa sebulan lamanya, silakan menarik kembali kegembiraan itu. Dalam hitungan hari setelah Lebaran, berat badan terancam naik cepat. Maklum, banyak mulut mengambil aksi profit taking alias ambil untung dengan menyantap segala rupa makanan lezat khas Lebaran. Kunjung sana kunjung sini; sungkem sana sungkem sini; salaman sana, salaman sini dan makan sana, makan sini. Hal kecil ini juga bisa menjadi gambaran, bahwa perjuangan mengekang diri selama sebulan, jika tidak berhati-hati, semuanya bisa hancur hanya dalam sekejap setelah Lebaran.

Seperti halnya tahun lalu, tahun ini acara halal bihalal bercampur dengan kegiatan peringatan HUT ke-68 Kemerdekaan RI. Momentum halalbihalal berpadu dengan tirakatan Agustusan, maka diharapkan warga semakin guyub dalam persatuan. Banyak kalangan, mulai resah dengan semakin minimnya kesetiakawanan dalam keberagaman. Seperti misalnya disuarakan kalangan muda di Solopos edisi Minggu (18/8).
Halalbihalal dan tirakatan, mestinya menjadi momen pengingat perjuangan kebangsaan oleh para pejuang. Dulu, mereka bersatu dalam banyak perbedaan, mulai dari agama, keyakinan, suku, golongan dan lain-lain. Namun mereka sama-sama melengkapi diri dalam kearifan sosial yang saling mengerti dan saling menghormati. Perbedaan adalah perbedaan. Tidak perlu disamakan. Karena yang terpenting adalah memahami perbedaan, bukan menyamakan orang-orang yang memang berbeda.

Yang menyakitkan dari perbedaan adalah kesewenang-wenangan diri untuk merasa paling benar di tengah kemajemukan, lalu membangun diri menjadi kurator kebenaran dan memaksakannya dengan cara-cara yang seolah meminjam kebenaran hakiki.

Dan yang terpenting, apa pun namanya, baik halalbihalal atau pun tirakatan, semuanya bermuara pada momentum penelanjangan diri di hadapan Pemilik Semesta. Setelah rentang waktu berlalu, ada baiknya kita semakin tahu menempatkan diri, sesuai dengan jalan hidup masing-masing.

Selamat berjuang kembali kawan, semoga kita bertemu pada Lebaran dan halalbihalal berikutnya…

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya