SOLOPOS.COM - Sugeng Riyanto (Istimewa)

Gagasan Solopos, Senin (11/4/2016), ditulis Sugeng Riyanto. Penulis adalah Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Solo.

Solopos.com, SOLO — Pada Selasa (5/4) lalu saya bersama salah seorang anggota Komisi III DPRD Kota Solo berkesempatan menghadiri acara pertemuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Solo yang bertempat di Gedung Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di dekat Solo Techno Park.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Saat sarasehan ada beberapa permasalahan yang dikemukakan para pelaku UMKM, di antaranya adalah persoalan permodalan, perizinan, dan pemasaran. Secara sederhana permasalahan yang disampaikan sebenarnya mengarah pada apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk mengintervensi melalui kebijakan dan berperan nyata mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para pelaku UMKM di Solo.

Secara kebetulan beberapa pekan yang lalu Komisi III DPRD Solo melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Belitung. Kunjungan kerja ini menjadi bagian dari tugas pokok dan fungsi komisi agar mendapatkan wawasan dan ide kreatif yang bisa digali dari daerah lain.

Ada beberapa hal menarik yang akan saya sampaikan di sini sebagai masukan untuk Pemkot Solo, terutama berkaitan dengan pemberdayaan dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM.

Sebelum lebih jauh, saya akan memaparkan dulu beberapa kondisi terkini terkait pengelolaan UMKM di Kota Solo, paling tidak berdasarkan apa yang saya tangkap pada saat rapat kerja Komisi III dengan dinas terkait, terutama Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, data beberapa laporan, dan mendengarkan langsung para pelaku UMKM.

Pertama, di dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Solo 2015, terungkap fakta data investasi di Kota Solo di sektor UMKM menurun dari Rp419.255.393.318 pada 2014 menjadi Rp396.244.354.997 pada 2015. Hal ini paling tidak menunjukkan keberpihakan investasi para pelaku usaha lebih cenderung di sektor usaha skala besar.

Kedua, Pemkot Solo melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah saat ini belum memiliki database semua UMKM di Kota Solo. Data ini penting untuk memetakan potensi, persebaran, keberagaman jenis, tingkat kemampuan permodalan, dan beragam variabel lainnya.

Dengan kelengkapan data itulah Pemkot Solo bisa merancang pola penanganan UMKM dengan pendekatan yang paling pas. Ketiadaan data lengkap  ini bisa dipastikan hanya akan menghasilkan kebijakan yang parsial, kalau tidak boleh dikatakan sekedar copy paste program tahun-tahun sebelumnya dengan target dan indikator keberhasilan yang juga parsial.

Ketiga, belum rapinya sinergi lintas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menopang dan menumbuhkembangkan UMKM. Penanganan UMKM tidak bisa hanya diserahkan kepada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, namun harus disinergikan dengan dinas atau SKPD lain mengingat beragamnya kebutuhan pengembangan UMKM.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belitung mengintervensi kebijakan untuk menumbuhkan UMKM dengan melalaui beberapa pendekatan. Pertama, membangun galeri yang dijadikan tempat untuk memajang sekaligus melayani penjualan semua produk UMKM binaan dinas terkait.

Galeri ini secara ukuran bangunan lumayan memadai untuk memajang berbagai produk UMKM, baik produk makanan, pakaian, maupun produk kreatif aneka suvenir khas. Berbagai produk ini dilengkapi pengemasan yang bagus sehingga makin menarik.

Kedua, dinas memiliki database UMKM yang up to date, by name, by address, dan by product. Database UMKM ini sangat penting untuk beberapa tujuan.

Tujuan pertama adalah agar pemerintah bisa menentukan intervensi yang paling tepat untuk membantu memberdayakan UMKM. Tujuan kedua agar pemerintah mengetahui apakah UMKM ini bertambah atau menurun, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Tujuan ketiga adalah agar secara kualitatif bisa diketahui apakah UMKM ini ada kenaikan kelas atau mengalami pertumbuhan positif ke arah lebih besar dari sisi omzet dan jaringan pasarnya.

Ketiga, dinas memberikan dukungan kepada pelaku UMKM dengan memberikan bantuan sharing bunga pinjaman dari bank. Pelaku UMKM yang meminjam uang dari bank untuk pengembangan usaha harus membayar bunga bank 9% per tahun.

Pemkab Belitung membantu dengan menanggung bungan 6% dari total 9% sehingga pelaku UMKM hanya perlu membayar bunga 3% per tahun kepada bank. Tidak semua pelaku UMKM meminjam uang dari bank.

Pelaku UMKM yang meminjam dari bank pasti sudah memperkirakan bisa mengembalikan pinjaman. Dengan bantuan pembayaran bunga maka akan semakin meringankan beban pelaku UMKM. Berdasarkan pengalaman di Belitung ini, tidak satu pun pelaku UMKM yang mengalami kredit macet.

Keempat, dinas selaku bapak asuh bagi UMKM ini menjalin kerja sama dengan biro perjalanan maupun biro wisata. Setiap biro perjalanan setengah diwajibkan mengajak mampir wisatawan yang mereka layani ke galeri UMKM.

Dengan begitu banyak wisatawan yang mengunjungi galeri tersebut dan hampir bisa dipastikan mereka akan membeli produk-produk UMKM. [Baca selanjutnya: Potensi Solo]Potensi Solo

Pemkot Solo sebenarnya sangat mampu membuat kebijakan yang berpihak lebih maksimal kepada pelaku UMKM. Pertama, Kota Solo adalah daerah kunjungan wisata dengan jumlah wisatawan cukup banyak.

Tamu-tamu yang melakukan kunjungan kedinasan dari berbagai daerah di indonesia untuk studi banding tentang berbagai hal juga sangat banyak. Mereka semua adalah potensi yang bisa dimanfaatkan sebagai pasar pelaku UMKM.

Kedua, banyaknya pusat perbelanjaan/mal, toko modern, hotel, restoran, dan usaha katering adalah peluang yang sangat bagus bagi UMKM untuk bermitra dengan mereka. Sebagai contoh, jika Pemkot Solo mewajibkan pengusaha besar itu untuk menggandeng mereka,  akan terbangun simbiosis mutualisme.

Kedua belah pihak akan sama-sama diuntungkan. Jangan sampai membanjirnya investasi di Solo hanya dinikmati oleh pelaku usaha skala besar dan tidak berdampak langsung bagi pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan UMKM.



Jika untuk itu dibutuhkan peraturan daerah, apa susahnya merumuskan peraturan daerah itu? Ketiga, secara anggaran postur APBD Kota Solo sangat memungkinkan untuk memberikan dukungan lebih maksimal kepada UMKM.

Sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) di APBD dalam beberapa tahun belakangan ini nilainya cukup besar. Seandainya Pemkot Solo bisa membangun perencanaan program dan kegiatan lebih cermat maka sebenarnya ada sangat cukup anggaran yang bisa dialokasikan untuk UMKM.

Keempat, pelaku UMKM jumlahnya sangat banyak dan jenis usaha mereka bervariasi. Banyak di antara mereka yang masih berkutat pada persoalan yang sama tanpa solusi yang memadai.

Mengonsolidasikan dan menyinergikan mereka bisa dipastikan berdampak yang bisa dirasakan secara langsung. Penguatan lini UMKM ini akan memberikan dampak yang sangat baik bagi ketahanan ekonomi Kota Solo.

Artinya, memberikan perhatian dan keberpihakan kepada UMKM sesungguhnya merupakan solusi praktis untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Kota Solo.

Kelima, Solo termasuk kota yang sangat beruntung karena memiliki PLUT. Di Indonesia hanya ada 42 unit PLUT dan di Jawa Tengah hanya ada empat unit, termasuk yang berlokasi di Kota Solo.

PLUT adalah program dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sarana yang dimiliki di antaranya lima orang konsultan yang meliputi konsultan produksi, permodalan, pemasaran, manajemen, dan tentang perkoperasian.

Mereka siap memberikan layanan konsultasi gratis kepada pelaku UMKM setiap hari. PLUT juga memiliki gedung yang sangat memadai untuk pelatihan-pelatihan, koordinasi dan sinergi antar pelaku UMKM, bahkan juga untuk ruang pameran.

Sayangnya, eksistensi PLUT ini belum benar-benar secara optimal dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM karena sosialisasi yang kurang. Semua ini bisa diwujudkan. Tentu tidak hanya butuh dukungan Pemkot Solo.

Pelaku UMKM dituntut segera berkonsolidasi dengan membentuk wadah semacam koperasi sehingga makin memudahkan Pemkot Solo untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak kepada mereka.

Tanpa wadah yang berbadan hukum Indonesia semacam koperasi tentu menyulitkan Pemkot Solo untuk memihak UMKM mengingat ada aturan yang melarang pemerintah daerah memberikan bantuan sosial maupun hibah kepada perorangan dan organisasi yang tidak berbadan hukum.

UMKM Solo sangat beruntung karena memiliki Wali Kota yang memiliki jargon waras, wasis, wareg, mapan, dan papan. Jargon ini sangat relevan dan sangat pas jika segmen utamanya para pelaku UMKM.

Semangat yang dituangkan dalam jargon yang mereka usung saat pertemuan pelaku UMKM itu benar-benar seperti pepatahdalam bahasa  Jawa, tumbu ketemu tutup, klop, dan sangat nyambung. Jargonnya adalah ”UMKM Polah, Ekonomi Munggah”. Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya