SOLOPOS.COM - Khafid Sirotudin (Solopos/Istimewa)

Pada Jumat, 21 Juli 2023, saya memarkir mobil di halaman Masjid Al-Irsyad, Karanganyar, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja. Saya mampir sebentar guna mengantarkan madu dan sowan bapak mertua yang rumahnya di sebelah selatan TK ABA, 50 meter dari masjid.

Saya biasa memarkir mobil di halaman masjid untuk sekadar kunjungan satu jam hingga dua jam. Sepulang dari rumah mertua, saya mampir toko kelontong madura (saya menyebutnya tokemad) di seberang Jl. Sisingamangaraja, berhadapan dengan masjid Al-Irsyad.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Itu adalah sebuah toko ukuran 12 meter kali 15 meter yang “renes” (komplet) dilengkapi penjualan bahan bakar minyak (pertashop) di depan toko itu.

”Minta air mineral [air minum dalam kemasan] dan rokok, Mas,” kata saya.

“Aqua apa Le Minerale, rokoknya apa?” tanya penjaga toko.

”Le Minerale 600 mililiter dan Dji Sam Soe refill,” kata saya.

Setelah penjaga toko menyerahkan barang yang saya minta, saya membayar dua barang itu sambil minta izin untuk memotret toko tersebut.

Sakalangkong, Cak,” ujar saya setelah menerima uang kembalian.

“Matur nuwun, Pak,” kata penjaga toko itu, Cak Agus, dengan logat Madura.

Agus yang penjaga tokemad itu berasal dari Sumenep. Salah satu kabupaten dari empat kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur. Ia setahun lebih mengelola toko bersama istrinya.

Pemilik toko itu sesama orang Sumenep, masih ada hubungan kerabat dan tinggal di Jakarta. Di Jogja memiliki dua tokemad. Entah di Jakarta punya berapa. Saya lupa menanyakannya. Kehadiran tokemad di berbagai sudut kota besar menarik perhatian saya.

Tokemad itu bermunculan sesaat setelah pandemi Covid-19 melandai. Selama ini kita lebih mengenal orang Madura sebagai penjual satai ayam atau juragan besi rongsokan. Semangat “boro” (migrasi) dan jiwa wirausaha warga Madura luar biasa.

Menurut penuturan Cak Agus, di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY saat ini sudah berdiri 1.000-an lebih tokemad. Paling banyak di wilayah Kabupaten Sleman. Setahun lalu, saya bersama rombongan dari Weleri, Kendal, bertakziah pada malam hari di wilayah Kabupaten Sleman.

Kala itu sekitar pukul 23.00 WIB. Kami menemukan tokemad untuk membeli gula dan teh. Sekadar buah tangan untuk shahibul musibah. Lokasinya jauh dari jalan raya provinsi/nasional, sekitar tujuh kilometer hingga delapan kilometer.

Saya juga menemukan tokemad di berbagai sudut kota, ibu kota kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Paling banyak di wilayah Soloraya. Saya pernah menjumpai pelayanan unik dan menarik berdasarkan penuturan salah seorang pengelola tokemad di wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Ada tokemad melayani semua kebutuhan sembilan bahan pokok atau sembako dan barang lain yang dibutuhkan warga sekitar tatkala hajatan, misalnya khitanan, walimahan, nikahan, syukuran, dan lain-lain

Geliat dan ekspansi tokemad yang awalnya di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek kini telah berkembang ke seluruh penjuru Nusantara. Setidaknya saya menjumpai tokemad di Lampung, Batam, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan Makasar.

Pola usaha dan tata kelolanya sama. Setiap tokemad ditunggui dua orang pekerja (suami-istri atau dua lelaki) asal Madura. Tokemad menjual sembako dan berbagai kebutuhan harian warga sekitar maupun orang yang lewat.

Keunikan

Berdasar interaksi saya selaku konsumen dengan pengelola tokemad dan sependek pengamatan saya terhadap tokemad, terdapat beberapa keunikan (ciri khusus) dalam penyelenggaraan dan pelayanan tokemad.

Pertama, prinsip trust dan tradisional. Dalam menjalankan usaha tokemad mendasarkan pada rasa saling percaya (trust) antara pemilik dengan pengelola atau penjaga toko. Kepercayaan yang terbangun oleh hubungan simbiosis mutualisme sesama warga Madura, apalagi jika masih ada hubungan kerabat/keluarga dekat.

Saya belum pernah menjumpai tokemad memakai mesin cash register atau seperangkat komputer. Paling banter sebuah kalkulator untuk membantu perhitungan dan sebuah buku tebal untuk mencatat penjualan harian.

Simpel, tidak ribet, nirbiaya listrik, dan efisien. Barang-barang yang dijual juga tidak terlalu banyak itemnya. Masih mudah diingat dan bisa dicatat secara manual.

Kedua, buka 24 jam sehari. Tokemad tidak pernah tutup. Jam berapa pun ada orang yang membutuhkan aneka kebutuhan rumah tangga selalu terbuka untuk melayani. Meski sekadar membeli sebuah korek gas seharga Rp2.000.

Ketiga, barang relatif komplet. Selain menyediakan sembako, tokemad juga menjual aneka kebutuhan rumah tangga lain seperti kopi, teh, mi instan, snack, sampo, sabun, gas, dan sebagainya.



Beberapa di antara tokemad ada yang dilengkapi pertamini atau pertashop guna melayani bagi pengendara kendaraan bermotor bermotor yang butuh bahan bakar minyak. Kuantitas per item barang atau sembako sedikit, tetapi komplet.

Keempat, menjual rokok berbagai merek dan mandiri. Persediaan rokok di tokemad tidak kalah ketika dibandingkan dengan toko ritel modern. Jamak hanya tiga bungkus hingga lima bungkus per jenis rokok, tetapi ada dan komplet.

Harga sebungkus rokok (merek dan jenis sama) di tokemad jauh lebih murah dibandingkan di toko ritwl modern. Pulau Madura, khususnya Kabuoaten Sumenep, selama ini tersohor sebagai daerah penghasil tembakau yang berkualitas.

Ketersediaan rokok bagi toko kelontong ibarat semen di toko bahan bangunan. Keuntungannya relatif sedikit, tetapi kebutuhan dan permintaan pasarnya besar. Toko bahan bangunan tanpa menjual semen tidak menarik bagi masyarakat yang sedang membangun atau memperbaiki rumah

Begitu pula dengan toko kelontong yang tidak menjual rokok, kurang menarik bagi pembeli. Saya pernah memasuki toko kelontong milik sebuah yayasan Islam, tetapi sepi pengunjung. Dilihat dari lokasinya cukup strategis, ketersediaan dan penataan barangnya bagus, serta wajar harganya.

Usut punya usut ternyata pada pintu masuk toko terdapat tulisan mencolok ”Maaf tidak menjual rokok… Haram!” Meski tokemad menjual rokok, saya tidak menjumpai tokemad ditempeli logo atau penanda khusus dari Sampoerna Retail Community (SR), Djarum Retail Partnership (DRP), dan Gudang Garam Strategic  Partnership (GGSP).

Logo tiga perusahaan industri rokok terbesar di Indonesia itu tidak ada di tokemad. Saya menengarai pemilik tokemad bersikap mandiri, berdikari, dan merdeka dalam menentukan produk dan jenis rokok yang dijual. Tokemad menjual semua produk rokok dari selain tiga perusahaan itu.

Kelima, tanpa papan nama toko dan reklame. Kalaupun ada “tetenger” (penanda), hanya berupa spanduk kecil secukupnya. Jangan membayangkan, apalagi menyarankan, agar tokemad memasang neon-box atau papan nama berukuran besar disinari lampu terang benderang.

Sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, pemilik tokemad pasti memperhitungkan biaya pajak reklame yang besar beserta pengaruhnya secara langsung terhadap peningkatan omzet. Prinsip low cost,  high profit pasti menjadi bahan pertimbangan utama.

Keenam, tidak melayani pembayaran nontunai (cash-less). Transaksi setiap konsumen di tokemad tidaklah terlalu besar. Hanya ribuan rupiah, puluhan ribu rupiah, dan sedikit sekali yang mencapai ratusan ribu rupiah.

Prinsip ada uang (cash) ada barang dipraktikkan secara berdisiplin. Pernah sekali saya terpaksa mengambil uang di mesin ATM terdekat untuk membayar barang yang saya beli. Demikian beberapa catatan saya tentangt keberadaan tokemad yang makin berkembang di setiap sudut kota besar maupun kecil.

Ini jenis usaha mikro, kecil, dan menengah bidang ritel sembako dan kebutuhan rumah tangga yang mulai menasional. Semoga ke depan tokemad makin berkembang dan mampu mengimbangi laju pertambahan toko ritel modern berlabel “mart-mart” yang sudah masuk ke pedesaan dan sebagian mematikan warung-warung sembako milik tetangga kita. Wallahua’lam.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Juli 2023. Penulis adalah Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah periode 2022-2027)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya