SOLOPOS.COM - Marwanto, Dosen Bahasa lndonesia- Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat UlN Salatiga. (Istimewa)

Guru zaman kemerdekaan mempunyai tugas mendidik dan sekaligus maju ke medan laga melawan kolonialisme. Sementara guru sekarang mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama yakni sebagai pendidik dan teladan bagi siswanya.

Perbedaannya, mereka tidak harus turun melawan penjajah dan bersimbah darah secara langsung, namun melawan globalisasi dan modernisasi yang serba menggiurkan. Sebuah tantangan dan tanggung jawab yang besar terhadap siswa tentu saja. Sebagai guru, keduanya mempunyai persamaan sebagai pendidik dalam rangka mengentaskan siswa dari kebodohan dan buta aksara.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, semua orang terpanggil untuk berjuang melawan penjajah. Mereka turun ke medan laga menghadapi keserakahan dan ketamakan. Penjajahan menyebabkan kesengsaraan, penderitaan dan kemelaratan di sana-sini. Sebagai bangsa yang menghargai kebebasan dan kemerdekaan. Penjajah harus dilawan dan diusir dari bumi pertiwi.

Sebagaimana pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Jauh sebelumnya, niatan awal bangsa Eropa singgah ke Indonesia adalah ingin berdagang. Entah apa yang merasuki jiwa sehingga mereka menjadi silau dan gelap mata oleh pesona kekayaan yang bangsa ini. Pada akhirnya, melihat Indonesia yang begitu kaya, muncul sifat manusia yang sesungguhnya yakni nafsu serakah ingin menguasai semua kekayaan Indonesia.

Sebagai bangsa yang memahami bahwa penjajah senantiasa bertindak sewenang-wenang, maka muncul sifat nasionalisme. Bangsa Indonesia bersatu melawan dan mengusir penjajah dari tanah surga, tanpa terkecuali guru.

Mereka turut berjuang melawan penjajah, sebut saja Ki Hajar Dewantara, Kiyai Haji Ahmad Dahlan, Kiyai Haji Hasyim Asy’ari, Raden Ajeng Kartini, Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto), Dewi Sartika, Jenderal Besar Soedirman dan lainnya.

Selain sebagai guru, mereka acapkali turun berhadapan langsung dengan para penjajah. Mereka bersama para pejuang mengangkat senjata untuk mempertahankan republik ini. Sebuah profesi guru yang berfungsi ganda yakni sebagai pendidik sekaligus sebagai pejuang kemerdekaan.

Pada masa penjajahan, guru sebagai sosok cerdas dan diteladani oleh muridnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. ‘Seorang guru sebagai pemimpin dalam kelas harus memberikan contoh yang baik bagi siswanya. Mereka harus mampu mempraktikkan nilai-nilai yang mereka ajarkan, seperti disiplin, kerja keras, kejujuran, dan toleransi. Seorang guru juga harus bisa menjadi panutan yang baik bagi siswa-siswanya’.

Hal inilah yang menyebabkan kekhawatiran para penjajah. Mereka takut para guru mampu menyadarkan bangsa Indonesia melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya. Maka, tak heran penjajah selalu melarang rakyat Indonesia untuk bersekolah. Rakyat Indonesia tidak dibenarkan untuk bersekolah.

Para penjajah melarang bangsa Indonesia untuk bersekolah agar mereka tetap bodoh, sehingga menjadi alat yang mudah untuk memecah-belah bangsa Indonesia. Selain itu, tujuan terbesar penjajah adalah agar rakyat dengan mudah dikuasai dan memperlancar kolonialisme di Indonesia.

Pada masa perjuangan, guru juga mempunyai andil besar dalam upaya merumuskan tujuan pendidikan Indonesia dan meletakan dasar bagi pendidikan yaitu Pancasila sebagai landasan idiil pendidikan pada masa itu. Perjuangan mereka dalam rangka mempertahankan kemerdekaan bangsa ini sangat besar.

Bagaimana peran guru atau dosen sebagai penerus kemerdekaan. Pada saat ini guru atau dosen merupakan tenaga profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui pendidikan.

Peran dan tugas mereka senada dengan para guru zaman kemerdekaan yakni sebagai pendidik bagi generasi penerus bangsa. Bedanya, guru zaman kemerdekaan mengajar sekaligus mengangkat senjata, maju berjuang ke medan pertempuran.

Sementara guru atau dosen pada zaman ini, mendidik memerdekakan kebodohan melalui sekolah formal maupun nonformal. Guru atau dosen tetap menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi penerus bangsa yang memiliki pengetahuan, keterampilan, akhlak yang mulia dan dapat berpikir secara cerdas.

Para guru atau dosen mempunyai tugas membuat siswa selalu bersemangat untuk sekolah, kerasan dalam mencari ilmu dan belajar tekun. Mengajar dan memahamkan kepada siswanya agar mempunyai nasionalisme, cinta tanah air dan bangsa. Melalui sentuhan halusnya, lahirlah kepolisian, angkatan udara, laut dan darat, serta generasi penerus yang akan menjaga negeri ini dari kolinialisme. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Artikel ini ditulis oleh Marwanto, Dosen Bahasa lndonesia- Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat UlN Salatiga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya