SOLOPOS.COM - Ponco Suseno (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Happy ending. Begitulah akhir kisah tugas seorang guru di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar yang memasuki masa purnatugas pada awal September 2023. Guru itu bernama Soedarso. Sehari-hari sebelum memasuki masa pensiun ia mengajar mata pelajaran Ilmu Kimia.

Begitu memasuki masa pensiun, acara pelepasan Soedarso ditangisi seribuan siswa. Para siswa menangis sesenggukan sembari menyanyi lagu Hymne Guru. Soedarso juga menangis sesenggukan.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Soedarso yang mengabdi sebagai guru selama 36 tahun mengakhiri profesinya dengan gembira. Hal itu tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Soedarso. Segala yang dirasakan Soedarso pasti bukanlah buah dari simsalabim.

Jika dirunut ke belakang, Soedarso memiliki “sesuatu yang spesial” hingga ia selalu dirindukan para siswa. Selama 36 tahun mengajar, Soedarso dikenal profesional dan pandai serta luwes dalam membimbing siswa sehingga para siswa berkesan.

Pribadi Soedarso sangat egaliter kala berhubungan dengan murid maupun seluruh karyawan. Menjadi guru pada era sekarang bukan pekerjaan yang mudah. Seorang guru dituntut menjadi ”orang sakti” dan berwawasan luas.

Untuk menjadi guru yang profesional, caranya tentu harus mau belajar dan belajar terus di tengah aktivitas mengajar. Seorang guru perlu melakukan learning by doing karena hakikatnya belajar itu hingga akhir hayat.

Guru pada era sekarang dan zaman dulu berbeda jauh. Menjadi guru pada era sekarang tak bisa lagi main tangan, main penggaris, main kayu, dan kekerasan fisik lainnya.

Guru pada era sekarang harus menghadapi generasi stroberi yang punya banyak ide kreatif dan berpotensi, tapi rapuh saat menghadapi tekanan.

Guru pada era sekarang juga dituntut melek teknologi agar tak ketinggalan zaman. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Guru berperan penting dalam regenerasi bangsa.

Antara guru dan murid harus manunggal, sama-sama tahu watak dan karakter masing-masing. Caranya bisa bermacam-macam. Bisa menjalin komunikasi aktif via Whatsapp Group (WAG), guru rutin menggelar home visit dalam jangka waktu tertentu, atau dengan cara lain yang bertujuan mendekatkan guru dan murid.

Acapkali murid menjadi cerminan figur guru. Jika ingin melihat guru yang baik, lihatlah muridnya. Begitu juga sebaliknya. Guru selalu bertanggung jawab atas keberhasilan muridnya. Dalam sejarah kita mengenal Sunan Kalijaga yang berguru kepada Sunan Bonang.

Jenderal Sudirman berguru kepada tokoh spiritual asal Kabupaten Banjarnegara Kiai Haji Busyro Syuhada. Bung Karno berguru kepada Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Banyak lagi pendiri bangsa ini yang layak kita jadikan teladan pada era sekarang.

Menjadi guru adalah perjuangan. Guru adalah profesi mulia. Pada zaman dulu, guru di Indonesia bergaji kecil. Nyatanya tetap banyak yang terpanggil jiwanya untuk menggeluti profesi ini.

Di tengah keterbatasan finansial itu guru tetap terhormat di mata murid dan masyarakat luas. Guru yang baik selalu mendidik dengan hati. Guru seperti itu yang akan dikenang para murid.

Kemuliaan seorang guru juga terlihat saat kita menengok sejarah Perang Dunia II. Setelah Jepang luluh lantak diterjang bom atom pada 1945, konsentrasi Kaisar Hirohito saat itu justru tertuju pada berapa jumlah guru yang selamat.

Hirohito sadar pentingnya guru dalam mencerdaskan generasi penerus Jepang pada masa berikutnya. Guru berperan penting membangkitkan Jepang dari lubang kehancuran.

Berkat kontribusi guru dalam mencerdaskan warga, Jepang mengejar berbagai ketertinggalan sekaligus menjadi negara maju dalam kurun waktu 20 tahun. Pada waktu sebelumnya banyak yang memperkirakan Jepang membutuhkan waktu 50 tahun untuk bangkit dari keterpurukan.

Menjadi guru profesional yang bisa menjawab tantangan zaman adalah kunci. Guru bukanlah seorang tukang sulap. Dalam mentransfer ilmu dibutuhkan proses panjang. Menjadi guru adalah soal konsistensi.

Jangan lelah berjuang mengajarkan kebijaksanaan. Mengajak ke hal positif jauh lebih sulit dibandingkan meracuni dengan hal negatif. Begitu pentingnya peran guru sehingga tak terlalu berlebihan setiap guru memang harus ditempatkan di lokasi yang mulia.

Guru layak dihormati karena jasanya, tapi seorang guru juga jangan sampai bertindak adigang, adigung, adiguna sehingga terjadi guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Dalam bahasa Jawa, guru itu adalah digugu lan ditiru.

Antara guru dan murid harus saling memahami hak dan kewajiban. Ciptakan suasana yang harmonis dan jalin komunikasi aktif agar tak ada lagi kasus murid tega membacok guru seperti di Kabupaten Demak pada September 2023

Jangan pula terjadi lagi guru memukul muridnya di Kabupaten Batang beberapa waktu lalu. Setiap guru selalu berharap anak didik menjadi orang yang sukses pada masa mendatang. Ketika guru melihat murid bisa meraih cita-cita, tentu akan menjadi kebanggaan tersendiri.

Guru juga akan bahagia melihat murid bisa melampui kemampuan sang pengajar, apalagi jika ilmu yang diajarkan itu juga bermanfaat bagi orang lain. Guru adalah pahlawan bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi muridnya, dan bahkan bagi bangsa.

Guruku pahlawanku. Salam hormat kepada setiap guru. Semoga ilmumu bermanfaat sepanjang masa. Semoga setiap guru selalu dicintai dan dirindukan oleh para muridnya.



Seorang guru tak hanya mengajar tentang ilmu pengetahuan, tapi juga memberikan contoh atau teladan yang baik kepada murid. Seperti yang dilakukan Soedarso di Kabupaten Karanganyar yang mengakhiri pengabdian [secara formal] dengan happy ending.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Oktober 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya