SOLOPOS.COM - R. Bambang Aris Sasangka (Solopos/Istimewa)

Sudah lazim ucapan “semoga menjadi haji yang mabrur” dilontarkan ketika orang melepas atau berpamitan berangkat haji. Situs Kementerian Agama menyebut “mabrur” berakar dari kata “al birru” yang artinya kebaikan atau kebajikan. Karenanya “haji mabrur” adalah haji yang mendapat kebaikan dan kebajikan. Kebaikan datangnya dari Allah SWT, yang berarti ibadahnya diterima oleh Allah, sementara kebajikan adalah sifat kebaikan yang mewujud berupa perilaku dan budi pekerti yang baik khususnya dalam hubungan dengan sesama manusia.

Di musim haji saat ini, akan ada lebih banyak perkataan “semoga menjadi haji mabrur” yang berseliweran. Dalam perkataan itu terkandung harapan bahwa calon haji bakal beribadah dengan baik dan lancar di Tanah Suci sehingga pulangnya benar-benar dalam kondisi yang jauh lebih baik.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Yang mestinya menjadi peringatan bagi para calon haji adalah “mabrur” itu bukan predikat yang sekadar menempel saja, bukan titel sebagaimana yang kemudian dicantumkan melengkapi penyebut namanya kelak setelah pulang berhaji. Seperti halnya semua aspek dalam agama, “mabrur” harus diupayakan sedari awal, jauh sebelum berangkat berhaji. Dalam agama tidak ada yang instan, semua harus melalui proses yang membutuhkan ketekunan, komitmen, dedikasi, kesungguhan, kegigihan, dan ketabahan. Sebagai puncaknya adalah keikhlasan dan kepasrahan.

Koran Solopos edisi Sabtu (20/5/2023) lalu memuat kisah soal seorang juru parkir di Solo yang akhirnya bisa menunaikan ibadah haji tahun ini setelah menabung sejak 1986. Dia berkisah sudah bertekad menabung agar bisa berhaji sehingga meski pendapatannya dari melayani parkir tidak seberapa, selalu ada yang ditabung dan tidak terpakai untuk urusan lain.

Ada teman yang setelah memeriksa proyeksi keberangkatan hajinya di situs Kemenag tahu-tahu kaget karena dia ternyata mendapat jatah berangkat tahun depan. Sebelumnya beberapa kali proyeksi keberangkatannya mundur beberapa tahun, apalagi lantaran pandemi Covid-19 yang lalu yang membuat proses ibadah haji sangat dibatasi. “Waduh, berarti saya harus siap-siap nih, membereskan segala macam urusan utang-piutang,” kata teman yang seorang pengusaha ini. “Setahun ini harus beres semua biar besok kalau berangkat haji sudah tenang, fokus ke ibadah,” kata dia.

Ada lagi teman yang juga kaget karena ternyata dia masuk daftar cadangan berangkat tahun ini. Karena pemberitahuan yang mendadak, dia sempat galau lantaran batas waktu pelunasan BPIH atau biaya perjalanan ibadah haji sudah mepet dan dia belum punya dana yang cukup. Apa mau dicarikan utangan dulu biar bisa melunasi dan punya kesempatan berangkat tahun ini? Namun setelah berpikir dalam, dia memutuskan tidak mengambil kesempatan itu. Toh sudah melunasi pun belum tentu bisa berangkat karena namanya juga cadangan. Lagi pula, kata dia, kalau pun bisa berangkat persiapan fisik dan segala macamnya juga bakalan kemrungsung. “Hla nanti malah tidak ayem karena masih sibuk memikirkan segala arrangement, mengatur hal-hal yang mendadak harus ditinggalkan selama berhaji,” kata dia.

Sikap-sikap seperti inilah yang perlu dibangun sejak awal. Dan ini semua berangkat dari dan untuk pribadi. Upaya mendapatkan haji yang mabrur adalah urusan individual yang harus diperjuangkan setiap orang yang berniat berhaji. Semua adalah tanggung jawab pribadinya sendiri, dan dilakukan semata-mata demi Allah SWT. Berhaji bukan untuk flexing, pamer, mencari status, apalagi untuk pencitraan politik.

Inilah yang perlu juga ditekankan kepada para calon jemaah dalam rangkaian persiapan mereka, khususnya ketika manasik haji. Bukan hanya soal prosedur teknis pelaksanaan rangkaian ibadah haji yang menjadi fokus, namun juga soal penyiapan mental dan moral. Betapa berhaji itu sebenarnya menjadi penanda masuknya seseorang ke dalam “next level” cara dia berperikehidupan. Tentu bukan lantas orang yang habis berhaji lantas berubah total jadi orang yang “methentheng” serius, kaku, keras, dan sebagainya. Namun lebih pada terbangunnya rasa sadar untuk menjadi insan yang lebih bertakwa kepada Allah SWT, sekaligus menjadi insan yang baik, teduh, dan sejuk ketika berhubungan dengan sesama manusia dan mahkluk Allah lainnya.

Perjalanan haji ini pun menjadi salah satu bagian dari perjuangan untuk mencapai haji mabrur. Dalam perjalanan itu orang diuji dengan berbagai hal. Mulai dari bepergian berombongan yang isi rombongannya adalah orang dengan karakter beraneka ragam, berkumpul menjadi satu, yang bisa memicu masalah seperti bentrokan karep, ada yang tertib, ada yang slordig (bahasa Belanda) alias ceroboh atau sak geleme dhewe. Itu baru yang berangkat barengan satu regu, rombongan, atau kloter. Nanti sampai di Tanah Suci karakter yang dijumpai bakal makin banyak lantaran bertemu jemaah dari berbagai bangsa dan bahasa. Semua tumplek blek jadi satu, riuh.

Rangkaian ibadah haji juga harus diakui melelahkan. Harus menempuh perjalanan kesana kemari, cuaca panas, dan sebagainya. Karenanya jauh-jauh hari Kemenag sudah memperingatkan kalau yang penting adalah menjalani semua rangkaian yang menjadi syarat sahnya haji. Sudah itu saja, tidak perlu memaksakan diri harus mendapatkan “waktu yang afdhal” atau segala hal yang (dianggap) ideal lainnya, memaksakan mencium atau menyentuh Hajar Aswad, salat dan berdoa di Hijir Ismail di sebelah Kakbah atau Raudhah di Masjid Nabawi. “Penuhi segala syaratnya, selesai,” begitu peringatan Kemenag.

Dengan segala ketabahan dan kesabaran inilah, seseorang diharapkan bisa mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari ibadah haji yang dijalaninya. Jangan sampai karena aneka motivasi duniawi, yang didapatkan orang dari ibadah hajinya bukan haji yang “mabrur” tapi sekadar “mabur” alias terbang ke Tanah Suci. Hajinya tidak membuatnya menjadi manusia yang lebih baik, baik di mata Allah SWT serta baik kepada manusia dan alam di sekitarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya