SOLOPOS.COM - Rudi Hartono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sesantine Sukoharjo Makmur / maju aman konstitusional mantap unggul rapi / iku dadi sarana // Maju mbangun praja ambangun bebrayan…

Itulah penggalan syair lancaran gending atau lagu Jawa berjudul Sukoharjo Makmur. Saya warga Kabupaten Sukoharjo yang menyukai gending ini. Alunannya lembut, tetapi membangkitkan semangat. Harmonisasi gamelan yang dilengkapi kecapi memiliki daya magis tersendiri.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Sayangnya, saya lama sekali tak mendengar lagi gending ini. Gending ini tak pernah diperdengarkan lagi di berbagai kegiatan. Dahulu lagu Jawa ini setiap hari diputar saat jam kerja di Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo berakhir.

Untunglah ada yang mengunggah gending ini di Youtube. Gending ini menggambarkan visi dan prinsip yang dipegang Kabupaten Sukoharjo untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan yang berlandaskan keamanan, konstitusi atau hukum, tekad yang kuat, dan martabat yang tinggi.

Kemakmuran masyarakat adalah tujuan utama. Pada 15 Juli 2024 mendatang Kabupaten Sukoharjo tepat berusia 78 tahun. Apakah kemakmuran di Sukoharjo benar-benar sudah terwujud? Hemat saya, kemakmuran merupakan harapan semua individu dan pemerintah.

Masyarakat mendamba menjadi insan yang makmur dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah berusaha mewujudkan harapan itu. Tentu peluang mewujudkan selalu ada. Orang-orang terdahulu yang membangun daerah yang kemudian diberi nama Sukoharjo pasti tak ingin kata “makmur” yang selama ini digembor-gemborkan sekadar jadi semboyan atau tagline pemanis.

Kabupaten Sukoharjo saat ini menuju ke arah yang lebih baik. Kondisi tersebut tecermin dari data kemiskinan dan indeks pembangunan manusia (IPM). Pada tugas wajib mengatasi persoalan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo mampu menjaga tren positif.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sukoharjo mencatat tingkat kemiskinan daerah seluas 493,2 kilometer persegi ini 10,94% pada 2010. Dalam kurun waktu 13 tahun, Pemerintah Kaupaten Sukoharjo mampu menekan 3,36% menjadi 7,58% pada 2023. IPM Sukoharjo pada 2010 tercatat 71,53 dan meningkat 7,12 poin menjadi 78,65 pada 2023.

Kabupaten Sukoharjo kerap menjadi bahan pergunjingan di lingkungan masyarakat Sukoharjo sendiri maupun masyarakat daerah sekitar. Bahan rasan-rasan itu tak terlepas dari kebijakan daerah yang terkesan menunjukkan ego, seperti infrastruktur gedung fasilitas publik berskala besar yang penamaannya memakai nama bupati.

Sebut saja Menara Wijaya (gedung kantor terpadu),  Mal Pelayanan Publik (MPP) Sevaka Bhakti Wijaya, dan Gedung Dharma Bhakti Wijaya (Sekretariat TP PKK), Gedung Pusat Promosi Potensi Daerah Graha Wijaya.

Kata “wijaya” merujuk nama Bupati Sukoharjo 2010-2021 yang berkuasa ketika fasilitas itu dibangun, yaitu Wardoyo Wijaya. ”Budaya” ini dilanjutkan oleh suksesor Wardoyo Wijaya yang tak lain adalah istrinya, yaitu Etik Suryani. Dia memimpin Sukoharjo sejak 2021.

Kata “suryani” yang merujuk nama belakang Bupati Sukoharjo kini dipakai untuk penamaan gedung taman budaya yang selesai dibangun pada 2023, yakni Taman Budaya Suryani. Kesannya gedung-gedung fasilitas publik megah yang dibangun menggunakan uang rakyat itu seolah-olah milik kepala daerah.

Bisa dipahami jika kebijakan seperti itu sebagai bentuk penghargaan kepada kepala daerah dan pengakuan atas usaha mereka dalam membangun daerah. Itu sekaligus sebagai penanda sejarah agar masyarakat selalu mengingat masa kepemimpinan dan pencapaian selama kepala daerah bersangkutan memimpin.

Namun, yang terlihat lebih jelas justru bukan itu. “Budaya” di Sukoharjo itu justru terlihat sekadar tindakan politis untuk menunjukkan kekuasaan dan pengaruh kepala daerah. Kebijakan seperti itu kurang mencerminkan semangat kolektif dan gotong royong yang seharusnya lebih diutamakan dalam pembangunan daerah.

Kebijakan tersebut terlihat kental sebagai upaya membangun citra pribadi kepala daerah. Sama saja kebijakan itu mengecilkan peran perangkat daerah lainnya. Tentu pembangunan daerah bukan hasil kerja kepala daerah semata, melainkan hasil kerja keras secara kolektif seluruh perangkat daerah.

Bukan simpati publik yang diperoleh, kebijakan itu justru memunculkan persepsi negatif publik. Tak mengherankan ada yang kemudian menyebut kebijakan itu tak ubahnya sebagai politisasi fasilitas publik. Ini bisa berdampak pada penurunan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah.

Pemilihan kepada daerah atau pilkada pada akhir 2024  harus menjadi momentum perbaikan. Siapa pun kepala daerah yang terpilih jangan sekadar memikirkan upaya meninggalkan legasi yang bersifat individualistik.

Pemerintah daerah yang dipimpin kepala daerah periode baru harus memikirkan cara membuat Sukoharjo lebih “berwarna” dan kaya inovasi. Bukan hanya satu warna seperti yang terlihat di fasilitas-fasilitas publik yang identik dengan warna kebesaran partai polirik tertentu.

Kepala daerah terpilih nanti harus mampu melihat peluang, misalnya peluang di sektor pariwisata. Sukoharjo memang minim pariwisata berbasis alam. Belum tampak inovasi pengembangan pariwisata, padahal peluangnya ada.

Belum terlihat upaya membangun pariwisata unggulan yang tak hanya mengandalkan alam. Sport tourism misalnya. Pariwisata berbasis olahraga ini dapat dieksplorasi menyesuaikan kondisi daerah. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo seharusnya mampu melakukan itu. Sukoharjo memiliki variabel pendukung yang memadai, seperti hotel di kawasan satelit Solo Baru.

Pariwisata berbasis event juga memiliki kekuatan besar menarik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Sukoharjo mesti banyak belajar dari daerah lain yang terus berinovasi dalam pengembangan wisata nonalam. Banyak daerah yang memiliki event besar untuk menjaring wisatawan.

Pariwisata berbasis event budaya, konser musik, maupun event sejenisnya selalu ampuh untuk meningkatkan perputaran uang yang berimplikasi pada peningkatan ekonomi masyarakat. Warga di media sosial pernah ramai menyinggung soal Sukoharjo yang minim event. Itu lantaran di saat daerah sekitar, seperti Solo dan Wonogiri, menggelar aneka event besar untuk memeriahkan tahun baru misalnya.

Sukoharjo malah sepi. Kondisi itu lantas membuat publik media sosial mbandhing-mbandhingke. Warga tampak hafal dengan kondisi seperti itu. Tak mengherankan mereka lantas pesimistis Sukoharjo bakal bisa lebih “berwarna” dibanding sebelumnya.

Kendati demikian, harapan tetap ada. Daerah berpenduduk kurang dari 900.000 jiwa ini memiliki kemampuan keuangan yang cukup besar. Anggara daerah lebih kurang Rp1,9 triliun setiap tahun. Pendapatan asli daerah (PAD) hampir Rp400 miliar.



Sudah saatnya membuat Sukoharjo lebih “berwarna” menjadi salah satu prioritas. Selain meningkatkan branding daerah, langkah ini dapat meningkatkan daya saing. Tentu inovasi menjadi ”jalan ninja” yang harus ditempuh.

Hal yang tak kalah penting, tingkatkan partisipasi masyarakat. Boleh jadi pembangunan daerah kurang “berwarna” karena partisipasi masyarakat minim. Siapa pun kepala daerah ke depan semestinya bisa menciptakan kondisi yang ramah terhadap masukan publik dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Ini penting untuk memastikan program yang dilaksanakan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat, bukan sekadar menyesuaikan keinginan penguasa. Dialog atau komunikasi terbuka harus menjadi pembiasaan sebagai ruang belanja masalah.

Dari ruang itu akan muncul solusi-solusi dan ide-ide baru yang mungkin sebelumnya tak terpikirkan. Kolaborasi dengan swasta atau lembaga nonpemerintah juga perlu digenjot. Pemerintah daerah acap kali mengungkapkan alasan klasik: anggaran terbatas.

Faktanya, banyak daerah yang menghadapi persoalan sama, tetapi mampu membuat gebrakan, membuat event misalnya, karena berkolaborasi. …manteping tekad manunggal sedya / unggul martabat luhur kawibawane // Rapi kang kadulu sengsem kang anulad / nyata mahanani Sukoharjo Makmur.

(Versi lebih singkat esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Juni 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya