SOLOPOS.COM - Nurul Huda S.A. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Gerakan  Pramuka adalah organisasi yang paling berhasil dan mengakar sejak mula masuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda 1910. Tak lama setelah dicetuskan Robert Boden Powell pada 1907 di Inggris.

Ratusan organisasi kepanduan (pramuka) pada masa Hindia Belanda hadir dan membuat penjajah Belanda merasa itu menjadi ancaman bagi kepentingan penjajah. Meskipun ada pelarangan kepanduan bagi masyarakat pribumi, pada kenyataannya pramuka tidak pernah surut.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Salah satu pengakuan kontribusi pramuka dan menjadi  tonggak penting kepanduan di Indonesia adalah  ditetapkannya Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya kepanduan di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tanggal 14 Agustus 1961.

Keputusan presiden inilah yang menjadi rujukan dan payung hukum Hari Gerakan Pramuka di Indonesia, 14 Agustus, yang tahun ini berusia 62 tahun. Tahun ini Kwartir Nasional Gerakan Pramuka mengambil tema Sumber Daya Manusia yang Profesional dan Proporsional.

Tema tentang sumber daya manusia yang profesional dan proporsional ini sangat tepat karena pramuka memiliki sumber daya manusia  yang melimpah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menyebut kepanduan ini memiliki 25,27 juta anggota (2020).

Pramuka selalu berhasil bersama institusi pendidikan (terutama) formal dalam mengembangkan kepanduan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari  data Pusat Penelitian dan Pengembangan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka  bahwa 95,02% pramuka adalah peserta didik di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

Pramuka menjadi salah satu seragam resmi sekolah di Indonesia sampai hari ini, era kurikulum merdeka belajar. Pramuka adalah harapan besar sebagai institusi pendidikan nonformal (pendidikan di masyarakat) yang menjembatani keterbatasan dan ketimpangan praktik pendidikan formal dan informal.

Hal ini diperkuat dengan sejarah Gerakan Pramuka di Indonesia yang sepanjang usianya belum dan tidak pernah terseret pada gelombang perpecahan, apalagi tersangkut paut dengan kebobrokan moral bangsa, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sesuai dengan namanya scout (pandu) yang bermakna perintis, pramuka dapat menjadi pelopor dalam membantu mayoritas generasi muda yang terinfeksi rasa pesimistis, sikap malas, ketergantungan, dan mental instan. Di sinilah momentum dan kartu strategis yang bisa dimainkan pramuka.

Ketidakmampuan membaca peluang dan merumuskan langkah-langkah strategis ini akan berdampak pramuka akan kehilangan jati diri sebagaimana amanat Tri Satya dan Dasa Darma. Pramuka perlu mengubah orientasi dari yang bersifat fisik (teknis) menuju pengembangan mental spiritual dengan referensi nilai yang dikandung dalam Dasa Darma dan Tri Satya.

Perumusan demikian tentu sangat pas dan serasi dengan resolusi konferensi pramuka sedunia di Kopenhagen pada 1924 yang menyebut pembinaan kepramukaan memiliki tiga sifat, yaitu nasional, internasional, dan universal.

Agenda utama bagi pramuka sesungguhnya adalah merekayasa pembentukan sikap (attitude) dan nilai (value). Ini sebenarnya inti dari jati diri pramuka. Dalam Gerakan Pramuka seharusnya mampu melakukan klarifikasi terhadap berbagai penyimpangan secara terbuka, baik yang berkaitan dengan nilai-nilai moral religius maupun akademik.

Hakikat nilai-nilai ini sesungguhnya terkandung dalam Dasa Darma dan Tri Satya. Sekadar contoh, tolong menolong, musyawarah, rajin, hemat, disiplin, bertanggung jawab, suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Kehebatan pramuka yang demikian tidak boleh menutup mata terhadap berbagai problem yang dihadapi Gerakan Pramuka untuk memperteguh dan memberdayakan jati diri. Bagaimanapun, hingga saat ini, secara internal maupun eksternal pramuka masih menghadapi berbagai kendala yang tak ringan.

Minimal kendala itu dapat dikelompokkan pada dua hal. Pertama, para pembina pramuka dapat menerjemahkan cita-cita mulia (Dasa Darma dan Tri Satya) dalam kegiatan konkret yang menarik bagi para anggotanya. Kedua, kegiatan itu mampu dipahami dan dikuasai oleh para pramuka.

Gerakan Pramuka telah berperan dalam pembentukan watak dan mengurangi kekurangan pendidikan formal dan informal.  Nilai-nilai pramuka terumuskan secara tegas dan mudah dipahami oleh semua kalangan, utamanya Dasa Darma dan Tri Satya.

Saya menyebut bahwa  orang Indonesia adalah Homo Pramuka karena semua  yang pernah  bersekolah hampir pasti pernah berpramuka, walau intensitasnya tak selalu sama.  Yang pasti, pelajar, guru, kepala sekolah, rektor, pejabat, sampai hari ini semua adalah anggota Gerakan Pramuka.

(Penulis adalah mahasiswa Program Doktor Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya