SOLOPOS.COM - Ucik Fuadhiyah (Solopos/Istimewa)

 Solopos.com, SOLO — Sejarah perkembangan dan kemajuan negara tidak pernah lepas dari peran penting ibu. Satu hal yang tak terelakkan dari sisi historis maupun praktis. Pakar dan pengamat publik Sukidi menyebut Indonesia didirikan oleh ibu dan bapak pendiri bangsa sebagai negara kesatuan berbentuk republik.

Negara bertindak sepenuhnya untuk kepentingan publik. Artinya, terbentuknya negara ini tak hanya diperjuangkan oleh bapak (kaum laki-laki), tetapi juga tak lepas dari peran ibu. Jauh sebelum Indonesia merdeka, aktivitas dan gerakan perempuan di ruang publik telah muncul geliatnya.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Kongres Perempuan I di Kota Jogja pada 1928 menjadi salah satu tonggak penanda. Tiga tokoh perempuan, Nyi Hadjar Dewantara, Nyi Soekonto, dan Soejantini tercatat dalam sejarah pergerakan bangsa sebagai penggagas kongres perempuan yang pertama.

Tentu saja penyelenggaraan kongres perempuan itu tak menafikan perjuangan dan gerakan para perempuan pendahulu, seperti R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Dewi Sartika, serta organisasi-organisasi perempuan yang lahir dan eksis pada era sebelumnya, sejak 1912.

Kongres Perempuan I itu salah satunya bertujuan mempersatukan semangat perjuangan para perempuan yang sebelumnya telah muncul, namun saat itu pergerakannya masih berorientasi pada nilai kelokalan (kedaerahan).

Kongres Perempuan I, II, dan III bertujuan memajukan dan menguatkan arah pemikiran dan perjuangan kaum perempuan agar berkontribusi secara nasional (kebangsaan), bahkan internasional.

Hal ini menegaskan sejak awal perjuangan dan didirikannya negara ini, sejarah membuktikan perempuan (ibu) memiliki poisisi dan peranan penting di wilayah publik sebagai ibu bangsa.

Kenapa ibu bangsa? Bukankah masyarakat kita lebih familier dan merasa lazim dengan sebutan bapak bangsa untuk menyebut seseorang (laki-laki) yang telah mengabdi, berjasa, dan berperan besar bagi kemajuan  bangsa?

Munculnya istilah ibu bangsa cukup menarik untuk dibicarakan, terlebih saat suasana momentum menyambut Hari Ibu yang di Indonesia diperingati setiap 22 Desember. Frasa ”ibu bangsa” memang tidak sepopuler ”bapak bangsa”.

Mengapa ibu penting dalam keluarga? Tidak hanya keluarga dalam arti rumah tangga, tetapi juga keluarga  dalam pemahaman makro yang bernama masyarakat, bahkan bangsa (lihat: Mahandis Yoanata Thamrin dalam tulisannya Kembali ke Yogya Memuliakan Semangat Ibu Bangsa, Intisari edisi November 2022).

Seperti apakah urgensi dan peran perempuan sebagai ibu masa kini yang bagi sebagian besar masyarakat hanya dianggap bergerak di wilayah domestik (rumah tangga)? Apakah momentum Hari Ibu cukup dengan seremonial pada hari peringatan dan memberikan ucapan kepada perempuan khususnya para ibu? Tentu tidak.

Emansipasi

Istilah ibu bangsa merupakan bentuk penghormatan sekaligus pengakuan bahwa perempuan sebagai ibu tak hanya berdaya dan bergerak di dalam manajemen tata kelola rumah tangga, tetapi juga mampu berkontribusi secara pemikiran dan gagasan bagi kemajuan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks-konteks tertentu, tak dapat dimungkiri perempuan atau ibu mampu menjadi pemimpin (leader) yang memiliki wewenang dan memutuskan kebijakan-kebijakan bagi kepentingan publik, bukan hanya pada wilayah domestik (keluarga, rumah tangga).

Kini, di Indonesia seorang perempuan, seorang ibu, tak hanya menjadi guru, pegawai kantor, direktur perusahaan, atau profesi lain yang sudah terlihat lumrah.  Ibu bisa menjadi jenderal, pilot, menteri, bahkan menjadi presiden. Megawati Soekarnoputri adalah teladan terdepan.

Jika hendak dikatakan perjuangan menuju kesetaraan gender sebagai emansipasi perempuan dengan pelopor R.A. Kartini, bolehlah. Yang jelas, jika saat ini tak hanya didengung-dengungkan istilah bapak bangsa tetapi juga ibu bangsa, tentu tak luput dari perjalanan sejarah yang panjang.

Dalam sejarah kuno Indonesia, masyarakat kita mengenal raja dan ratu sebagai orang yang paling berkuasa dalam suatu kerajaan. Meskipun dari segi kuantitas raja lebih dominan daripada ratu, tidak dapat dimungkiri bahwa dalam khazanah sejarah Indonesia ada kerajaan-kerajaan yang pernah dipimpin perempuan.

Menurut catatan sejarah, ada 52 raja dan ratu di Kerajaan Mataram. Dari 52 itu, ada tiga orang perempuan (ratu) yang pernah memerintah. Mereka adalah Sri Isanatunggadewi (Kerajaan Mataram Kuno), Tribhuwanatunggadewi, dan Dewi Suhita (Kerajaan Majapahit).

Pada masa kini, seperti apa dan siapa ibu yang diharapkan mampu berperan dan memiliki pengaruh secara nasional bahkan internasional bagi bangsa in? Diskusi ini bisa berlangsung panjang karena menyangkut banyak variabel dan parameter.

Barangkali tak terlalu berlebihan jika saya menunjuk Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan) dan Retno L.P. Marsudi (Menteri Luar Negeri) sebagai ibu bangsa Indonesia masa kini. Kapabilitas dan integritas mereka telah diakui dunia internasional.

Lihat saja dalam acara internasional G20 tahun 2022 yang diselenggarakan di Bali beberapa waktu lalu. Saat Indonesia menjadi tuan rumah, peran penting dua perempuan ini terus menjadi magnet yang menyedot perhatian peserta kongres. Keduanya selalu hadir di barisan terdepan mendampingi Presiden Joko Widodo dalam kegiatan berskala global tersebut.

Kehadiran Sri Mulyani dan Retno Marsudi tentu tak hanya merepresentasikan keterwakilan posisi perempuan sebagai menteri yang membantu presiden, tetapi secara aktif dan signifikan turut memberikan berbagai masukan dan pertimbangan terhadap keputusan dan langkah yang diambil presiden. Semoga makin banyak lahir ibu bangsa yang lain pada masa-masa mendatang.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Desember 2022. Penulis adalah dosen di Universitas Negeri Semarang dan mahasiswa Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya