SOLOPOS.COM - Ika Yuniati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Berdasarkan  Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2022, stunting atau tengkes kini jadi masalah serius. Indonesia adalah negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Sebagian orang memosisikan perempuan sebagai tumpuan baik atau tidaknya gizi anak. Banyak program pencegahan stunting yang dibuat pemerintah pada judulnya  seolah-olah wajib ada frasa “peran perempuan.”

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam perayaan ulang tahun ke-50 partai politik ini, Selasa (10/1/2022), menyentil perempuan masa kini yang dianggap sibuk merawat diri sendiri sehingga anaknya menjadi stunting.

Zaman sekarang banyak ibu tak punya privilese sehingga bisa berkonsentrasi merawat diri. Banyak ibu yang sibuk bekerja, bahkan melakoni tanggung jawab ganda di kantor dan di rumah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, perempuan dewasa yang bekerja di daerah perkotaan sebanyak  56,71% atau lebih banyak daripada laki-laki.

Daripada sibuk menyalahkan perempuan sebagai penyebab anak stunting, lebih baik menelaah apakah konstruksi sosial dan kehadiran negara sudah benar-benar mewujud dalam kasus bayi kurang gizi?

Bukan hanya ibu yang harus bertanggungjawab penuh atas kesehatan anak-anak mereka. Bapak dan negara punya tanggung jawab yang sama. Beberapa waktu lalu viral di TikTok seorang ibu muda memberikan kopi instan sebagai pengganti susu kepada bayinya yang baru berusia empat bulan.

Ibu muda ini dihujat habis-habisan, dibilang bodoh hingga tak sayang anak.  Nyatanya, dia terpaksa memberikan minuman tersebut karena air susu ibu (ASI) tak keluar dan tak ada uang untuk membeli susu formula.

Suaminya? Kabur beberapa waktu setelah dia melahirkan. Perempuan dengan privilese jamak menyeimbangkan emosi pada masa babyblues syndrome setelah melahirkan. Perempuan ini menelan pil pahit ditinggal suami tanpa tinggalan materi.

Pada 2019 ada kehebohan tentang bayi berumur 14 bulan diberi minum kopi instan sejak usia enam bulan oleh orang tuanya. Si bayi merupakan anak warga asli Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ini provinsi dengan angka stunting tertinggi kedua setelah Nusa Tenggara Timur.

Alasannya karena tak ada uang untuk membeli susu formula. Ayah si bayi buruh pengupas kelapa dengan upah Rp12.000 hingga Rp20.000 sehari. Orang tua si bayi itu tak sempat berpikir membelikan susu formula, yang penting bisa makan dan kenyang.

Stunting bukanlah isu seksis yang harus ditanggung perempuan. Penyebab gizi buruk pada bayi sangat kompleks. Berkaitan dengan praktik pengasuhan, akses terhadap layanan kesehatan, serta kesehatan lingkungan.

Faktor tidak langsung adalah kesenjangan ekonomi, pendapatan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, pembangunan, hingga  pemberdayaan perempuan.

Wilayah Nusa Tenggara Timur secara umum minim akses ke pelayanan kesehatan. Kalaupun ada, jaraknya jauh. Seorang ibu hamil di Desa Wologai, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada April 2022 dikabarkan meninggal dunia bersama bayinya saat dalam perjalanan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat dengan jarak hampir 21 kilometer.

Pemerintah Kabupaten Boyolali memasukkan pernikahan dini sebagai salah satu penyebab stunting. Pernikahan dini menyebabkan kepedulian pada kesehatan anak sejak dalam kandungan minim.

Jangan lupakan budaya patriarki yang mengotak-kotakkan peran gender antara laki-laki dan perempuan. Bapak dan ibu punya tanggung jawab sama mengurusi rumah, anak, dan hal lain yang berkaitan dengan institusi pernikahan.

Perempuan jelas lelah pada peran reproduksi sejak bayi dalam kandungan. Jangan sampai ditambah dengan pengasuhan tanpa bantuan suami hingga menyebabkan double burden atau beban ganda, apalagi kalau harus bekerja memenuhi kebutuhan keluarga.

Perempuan selain harus bisa mengurus anak seharusnya berkarya hingga punya pengaruh besar. Saya sepakat sepenuhnya. Cuma, ya harus diingat, jangan memberi perempuan beban ganda. Kalau perempuan harus berkarya dan berpengaruh, ya harus didukung suami dan negara lewat kebijakan yang memihak kemajuan perempuan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 17 Februari 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya