SOLOPOS.COM - Christianto Dedy Setyawan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Menarik menyimak esai karya Ucik Fuadhiyah di Solopos edisi 22 Desember 2023 yang berjudul Ibu Era Global.

Ucik menulis bahwa peran ibu pada era globalisasi mendukung aspek Sustainable Development Goals (SDGs) yang mencakup isu global seperti kemiskinan, kelaparan, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, dan aksi iklim.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Di antara varian elemen SDGs tersebut sebenarnya terdapat hal esensial yang penting untuk dicermati lebih lanjut, yakni perihal kesehatan mental. Mengacu pada artikel Solopos edisi 16-17 Desember 2023, anak muda generasi Z rentan memiliki problem kesehatan mental.

Topik seputar pendidikan, karier, dan keluarga menjadi elemen mayor di balik keberantakan kesehatan mental gen Z. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menyatakan bahwa satu dari tiga remaja memiliki masalah kesehatan mental.

Ini menunjukkan bahwa masalah mental menjadi fenomena yang marak terjadi. Ironisnya, tidak banyak remaja yang memanfaatkan fasilitas kesehatan mental atau konseling, baik di sekolah, kampus, atau rumah sakit.

Persepsi negatif dan rasa gengsi masih mendominasi pikiran remaja terkait keberadaan fasilitas konseling. Banyak pula yang enggan berbagi masalah hidup dengan curhat (mencurahkan isi hati) kepada orang terdekat sehingga bermuara pada angka bunuh diri per tahun yang tergolong tinggi.

Hal ini memperlihatkan fakta bahwa para remaja berjuang sendirian dalam memerangi kekalutan pikiran. Keluarga memiliki peran penting mendampingi dinamika kesehatan mental anak. Meski anak saat berusia remaja cenderung ingin dianggap sebagai manusia dewasa, melepas mereka secara total sesungguhnya bukan sikap bijak.

Rita Eka Izzaty dalam buku Perkembangan Peserta Didik menuturkan bahwa berdasarkan tahap perkembangan psikososial yang dikembangkan Erikson, usia remaja berada dalam tahap pencarian identitas versus kebingungan identitas.

Remaja dihadapkan pada pencarian pengetahuan mengenai diri dan langkah ke depan. Remaja yang tidak siap dalam tahap ini rawan terperosok dalam krisis identitas berupa identity diffusion, identity foreclosure, serta negative identity dan respectively.

Anak muda yang mengalami krisis identitas inilah yang sebenarnya memerlukan pendampingan dari keluarga, khususnya ibu. Sejak era terdahulu, ibu menempati peran sentral dalam peradaban dunia. Linda Christanty dalam buku Para Raja dan Revolusi menulis bahwa dalam mitologi bangsa Semit dikenal dewi ibu yang mengarah pada Asherah selaku dewi cinta dan kesuburan.

Dalam mitologi Yunani, kita dapat menjumpai figur Gaia sebagai dewi bumi dan ibu para dewa Olympus. Dalam mitologi Mesir, Isis dipuja sebagai ibu kehidupan. Dalam mitologi Mesopotamia, kita mengenal Ninhursag sebagai dewi bumi dan Ninsun sebagai dewi langit serta ibu dari Gilgamesh.

Kita dapat melihat bahwa keberadaan sosok ibu memegang kunci penting dalam banyak kisah dunia. Ibu tidak hanya mendampingi anak saat usia pertumbuhan, melainkan turut menyertai kala anak beranjak dewasa. Pola seperti ini barangkali terbilang kurang lazim pada era terkini.

Pergeseran intensitas pendampingan anak ini dipengaruhi oleh berbagai hal. Pengaruh media sosial, kultur sosial setempat, serta takut dibilang sebagai anak mami oleh teman-teman menongkrong menjadi faktor berjaraknya ibu dengan anak.

Akibatnya, anak yang seolah-olah ingin lepas dari pengawasan orang tua ini jika tidak berhati-hati mengelola kesehatan mental bisa saja menjadi losss dholl.. dan tidak berpijak pada nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dalam keluarga.

Aneka permasalahan yang dihadapi oleh remaja generasi Z sebaiknya tidak dipendam dan dihadapi sendiri. Tidak semua remaja kuat menjalani. Masalah kian pelik ketika remaja bersikap resisten terhadap kehadiran orang lain yang bermaksud membantu mengatasi permasalahan.

Masalah komunikasi menjadi bahaya laten yang kian menjamur. Problem kehidupan tidak akan terpecahkan jika antara anak dengan orang tua terdapat hubungan yang renggang dan jarang berkomunikasi secara intensif. Pola hidup yang berbau silent treatment ini berbahaya bagi ikatan sosial di rumah.

Prima Sulistya dalam buku Bahagia Mengerjakan Hal Sia-sia mengatakan bahwa antaranggota keluarga yang irit bicara akan menyebabkan relasi di dalamnya garing. Lain hal dengan remaja bertipe introvert yang tidak memiliki sahabat akrab atau teman satu circle. Mereka sama-sama memerlukan eksistensi keluarga.

Dalam hal ini, sosok ibu sangat dinantikan kehadirannya. Mengajak anak untuk terbuka secara pelan-pelan terkait kehidupan dunia studi, pertemanan, dan percintaan merupakan langkah ampuh yang dapat dilakukan ibu guna menjaga tempo agar jarak dengan anak senantiasa dekat.

Saat mengalami permasalahan yang mengurasi emosi, anak ingin didengarkan dan ditemani. Figur ibu yang identik dengan sikap welas asih, kelembutan, dan sabar akan dapat menenangkan anak dalam mengelola psikisnya.

Pada era modern ini, ibu sering disebut sebagai sosok orang tua yang lebih sering berada di rumah, meski tidak dapat dimungkiri bahwa banyak pula ibu yang habis waktunya dengan karier di kantor atau berjuang mencari nafkah membantu suami dalam menghidupi keluarga.

Meski demikian, sesibuk-sibuknya seorang ibu tetap akan perhatian dengan anaknya. Menanyai pulang jam berapa, sudah makan atau belum, pergi keluar dengan siapa, bagaimana kabar hari ini, hingga ada masalah apa, merupakan cara ibu untuk tetap dekat dengan anak.

Seputar bertanya kondisi anak tidak hanya berlaku bagi generasi Z yang masih tinggal dengan orang tua, melainkan juga relevan bagi anak yang hidup di tempat indekos karena kuliah di luar kota. Bentuk perhatian yang diberikan oleh ibu amat diperlukan oleh remaja generasi Z.

Kewarasan berpikir pada zaman ini memiliki banyak distraksi. Maraknya sikap overthinking dan konten media sosial yang provokatif rawan memicu kecemasan berlebih di kalangan remaja. Ibu hadir untuk menenangkan anak dan menyelamatkan mereka saat keliru mengambil keputusan.

Keluarga adalah pusat sosialisasi yang pertama dan utama. Di dalam keluarga nilai-nilai kehidupan diinternalisasikan. Setiap zaman memiliki tantangan masing-masing dan ibu tetap menjadi obat dari semua masalah. Sosok ibu adalah rumah bagi anak-anaknya.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Desember 2023. Penulis adalah mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya