SOLOPOS.COM - Sri Sumi Handayani (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kabar Presiden Joko Widodo akan mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) santer terdengar di antara kegembiraan masyarakat yang hendak menikmati liburan akhir tahun 2022.

Salah satu pertimbangan mencabut PPKM pada akhir tahun 2022 adalah kasus Covid-19 melandai selama beberapa waktu terakhir. Saat itu pemerintah masih menunggu hasil kajian tingkat imunitas masyarakat terhadap virus atau sero survei sebelum memutuskan menghentikan PPKM.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

Jika hasil kajian menunjukkan sero survei di atas 90% artinya imunitas masyarakat Indonesia sudah baik. PPKM telah dicabut. Peningkatan kasus Covid-19 di negara lain semestinya tidak akan menjadi masalah di Indonesia.

Pencabutan PPKM jelas memberikan angin segar bagi perekonomian pada 2023. Masyarakat akan lebih bebas bepergian dan beraktivitas di luar rumah sehingga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga.

Dampak terbesar pencabutan PPKM adalah memperkuat Indonesia menghadapi gejolak ekonomi global pada 2023. Alokasi anggaran pemerintah yang semula untuk penanganan Covid-19 bisa dialihkan ke pos lain.

Pencabutan PPKM bisa disebut dengan istilah Indonesia menuju endemi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pernah menyampaikan pernyataan Indonesia sudah mulai melakukan transisi dari pandemi ke endemi pada Mei 2022.

Dasarnya adalah angka kasus aktif, positivity rate, tingkat okupansi rumah sakit, dan angka kematian yang makin kecil. Kasus Covid-19 melandai didasarkan pada parameter angka kasus hingga penggunaan tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19.

Indonesia mengadopsi enam strategi WHO menuju endemi, mulai dari mengomunikasikan risiko melalui sosialisasi kepada masyarakat bahwa pandemi Covid-19 masih ada dengan risikonya; melakukan vaksinasi dosis ke-1, dosis ke-2, hingga vaksinasi booster; dan memastikan sistem pelayanan kesehatan dari hulu ke hilir prima sebagai antisipasi jika terjadi lonjakan kasus dan upaya pengendalian secara menyuluruh dan berkesinambungan.

Hal terpenting dari semua upaya tersebut adalah kesiapan masyarakat dan tetap waspada dengan mematuhi protokol kesehatan, yakni disiplin memakai masker. Sayangnya, sebagian anggota masyarakat mulai tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan, terutama memakai masker.

Kini banyak orang secara sadar tidak memakai masker saat beraktivitas di ruang publik yang penuh kerumunan dan berinteraksi dengan banyak orang, padahal pemerintah belum mencabut PPKM hingga saat ini.

Banyak yang terang-terangan enggan memakai masker dengan berbagai alasan saat beraktivitas. Mereka menyebut sumpek, sudah aman, sudah endemi, tidak ada kasus Covid-19, dan alasan lain. Mereka beraktivitas di ruang tertutup dan pada kondisi tertentu mengharuskan mereka memakai masker, seperti saat batuk atau flu.

Banyak di antara mereka tetap mengenakan masker saat berada di fasilitas umum dan transportasi publik, misalnya saat naik kereta api dan pesawat terbang, berada di rumah sakit, di pusat perbelanjaan, dan tempat-tempat lain yang masih mengharuskan individu menerapkan protokol kesehatan, terutama mengenakan masker.

Sebagian orang menilai pencabutan PPKM atau transisi Indonesia menuju endemi berarti bisa beraktivitas sebebas-bebasnya seperti sebelum ada pandemi Covid-19. Mereka bebas tidak mengenakan masker, bahkan dalam kondisi tertentu yang seharusnya memakai masker.

Artinya, upaya pemerintah mengadopsi enam strategi WHO menuju endemi belum sepenuhnya berhasil. Masyarakat belum bisa memahami secara utuh. Ini berisiko karena dunia belum sepenuhnya bebas dari pandemi Covid-19.

Prinsip kewaspadaan terhadap risiko penularan Covid-19 perlu diterapkan menyusul situasi pandemi di dunia belum sepenuhnya terkendali. Kini sedang terjadi tren positif tiap pekan di lima negara, yakni Jepang, Korea Selatan, Australia, Jerman, dan China. Lima negara itu masih mengalami penambahan kasus positif Covid-19.

Pemerintah Indonesia mulai melonggarkan aturan pembatasan dengan memperbolehkan masyarakat tidak memakai masker di ruang terbuka. Hal tersebut merupakan langkah awal transisi dari pandemi ke endemi.

Ada sejumlah pengecualian sehingga mewajibkan seseorang memakai masker, antara lain, berkegiatan di ruang tertutup, masker wajib untuk populasi rentan (warga lansia, memiliki penyakit komorbid, ibu hamil, dan orang yang belum menerima vaksin Covid-19), dan mereka yang bergejala, seperti batuk, pilek, dan demam.

Indonesia menuju endemi tidak bisa serta-merta bebas seperti sebelum terjadi pandemi. Banyak yang harus diselesaikan pemerintah, seperti sarana prasarana dan budaya baru di masyarakat. Pemerintah harus semakin gencar mengkampanyekan kebiasaan baru yang telah dilakukan selama pandemi Covid-19, minimal mengenakan masker dan mencuci tangan.

Tetap Waspada

Kebiasaan saat new normal tidak boleh ditinggalkan begitu saja dengan alasan Indonesia menuju endemi. Bukankah kebiasaan tersebut berdampak positif menjaga kesehatan masyarakat selama pandemi? Wacana pencabutan PPKM mendapatkan beragam komentar dari ahli.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama, mendukung rencana pemerintah mencabut PPKM pada akhir tahun ini. Menurut dia, PPKM sudah tidak memiliki urgensi untuk dilanjutkan. Kebijakan PPKM diterapkan pada awal pandemi Covid-19 karena belum ada intervensi yang ideal untuk menekan laju penularan kasus.

PPKM diterapkan karena kasus dan tingkat kematian tinggi di Indonesia dan vaksin belum ada kala itu. Tingkat kekebalan masyarakat Indonesia sudah relatif tinggi seiring cakupan vaksinasi terus diperluas saat ini. Kendati masih ada kasus, sebagian besar pengidapnya memiliki tingkat keparahan dengan kategori ringan.

Bayu memberikan catatan. Apabila mencabut PPKM, pemerintah harus menggenjot cakupan vaksinasi booster atau penguat. Selain itu, upaya pelacakan, pemeriksaan, dan penanganan kasus harus dilanjutkan karena penularan masih ada. Protokol kesehatan atau budaya sehat yang telah terbentuk di tengah masyarakat selama pandemi tidak perlu dihilangkan.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut ujian bagi Indonesia dimulai pada momen akhir tahun 2022, terutama dalam mendeteksi Covid-19. Dia berharap pemerintah mencabut PPKM setelah momentum Natal 2022 dan menyambut tahun baru 2023. Pemerintah harus mempertimbangkan pencabutan PPKM dengan melihat situasi yang terjadi di China.

Dicky memberikan catatan penting, yakni vaksinasi primer khususnya pada anak-anak dan persentase vaksinasi booster pada warga lansia setidaknya 50% serta vaksinasi pekerja kesehatan atau pengidap komorbid harus ditingkatkan. Pencabutan PPKM tanpa diimbangi proteksi dan imunitas yang kuat akan menjadi pengabaian.



Keputusan pemerintah menghentikan PPKM tentu mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 setelah libur Natal 2022 dan tahun baru 2023. Semua pihak harus tetap waspada dan tak tergesa-gesa menyatakan pandemi Covid-19 sudah berakhir.

Situasi Covid-19 di Indonesia relatif terkendali dan sedang bersiap menuju endemi, tetapi tidak ada salahnya masyarakat tetap kukuh dengan prinsip kewaspadaan dalam berkegiatan sehari-hari. Banyak pihak khawatir pascaliburan akhir tahun ini akan meningkatkan kasus Covid-19 karena aktivitas masyarakat meningkat.

Diperlukan kerja sama semua pihak, yakni pemerintah hingga masyarakat, untuk menciptakan lingkungan aman dari Covid-19. Tidak masalah pemerintah melemparkan wacana Indonesia menuju endemi maupun mencabut PPKM. Keputusan tetap harus mempertimbangkan banyak aspek, terutama kesehatan masyarakat dan kesiapan pemerintah.

Hal paling sederhana terkait kesehatan masyarakat adalah mengingatkan warga agar tetap menjaga protokol kesehatan. Indonesia menuju endemi tidak lantas bebas sebebasnya seperti sebelum pandemi. Kebiasaan baru selama new normal perlu dilakukan terus untuk menjaga imunitas.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Desember 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya