SOLOPOS.COM - Duto Sri Cahyono,Bloger, Aktivis citizen journalism, tinggal di Kartasura (FOTO/Istimewa)

Duto Sri Cahyono,Bloger, Aktivis citizen journalism, tinggal di Kartasura (FOTO/Istimewa)

Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) adalah satu dari beberapa tempat favorit saya selama hampir empat bulan terakhir ini untuk berekreasi melepas kepenatan. Apa yang bisa saya nikmati di tempat yang sekarang sedang menunggu datangnya investor itu?
Jelas bukan tumpangan perahu goyangnya berkeliling di danau buatan. Juga bukan tumpangan gajah yang kotorannya sering berserak terlambat dibersihkan setelah sang gajah jadi tumpangan pengunjung di luar kandang. Bukan pula untuk menumpang unta yang belum lama ini kerabatnya jadi korban Oni, si singa  yang lepas kandang karena human error.
Bukan pula untuk melihat ikan di akuarium air tawar kalau saya ke Jurug karena nyatanya akuarium besar itu kini sudah tidak ada lagi. Bangunannya mangkrak, kurang terurus. Apakah saya senang naik kereta mini atau kereta kelinci yang dipajang di sana setiap hari libur? Juga tidak, sebab  saya pasti diprotes pengunjung lain karena saya sudah lepas balita…
Nonton burung? Ah, tidak. Minat saya sudah lama turun karena koleksinya masih itu-itu saja. Ada burung yang menarik memang. Misalnya kakaktua raja dan burung merak. Sayang, masing-masing adalah burung kesepian karena tidak punya pasangan.
Si burung merak, sering terlihat molting alias mabung atau rontok bulunya. Tentu bukan karena kurang makan karena selalu tersedia sayur dan biji-bijian. Menurut saya, ya karena terlalu lama tidak bisa menyalurkan hasrat biologisnya itulah si burung merak mabung melulu.
Mancing? Ya, Jurug adalah salah satu tempat bagus bagi mancing mania untuk menggaet nila dan jenis ikan air tawar lainnya. Meski harus membayar tiket pancingan Rp25.000 sekali masuk, tidak mengapa. Selain terhindar dari terik matahari karena kerindangan pepohonannya, kalau mau makan-minum tinggal berteriak ke arah warung Mas Darno di seberang kandang gajah atau warung Mbak Hartini di seberang bangunan Maerakaca.
Aktivitas mancing meniscayakan lebih banyak diam di tempat sehingga telinga menjadi lebih peka mendengar suara-suara. Jadilah saya mendengar banyak tentang Jurug dan isinya. Bukan dari orang luar, tetapi justru dari orang dalam.
Baik dari level direksi, sampai level tukang kebun. Dari penjual makanan sampai “pengunjung ilegal” yang notabene adalah warga sekitar, yang beberapa di antara mereka menjadi teman saya bercengkerama mana kala mata kail tidak juga disambar ikan. Apa kata mereka? Mengapa? Lantas bagaimana?

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Berpengalaman
Tidaklah penting bagi saya untuk menyajikan apa kata Pak Lilik yang Direktur Utama (dirut), atau Pak Windu yang Direktur Operasional Perusda TSTJ, pada suatu ketika tentang “cara pengembangan” TSTJ dari “kacamata pemancing”. Atau bagaimana keluhan pengelola warung makan soal dagangan yang belum laku.
Juga soal kejengkelan anggota satpam yang harus berkali-kali menghalau warga sekitar yang mbludhus, memancing tanpa membayar tiket masuk atau bahkan balasan warga yang membela diri dengan mengatakan,”Walah, hla satpamnya saja ada yang suka mancing bahkan njaring ikan di malam hari kok.”
Yang lebih penting sebenarnya adalah “mengapa” dan “bagaimana”. Dari sisi “mengapa”, pengembangan segera potensi Jurug sebagai obyek wisata justru terbentur pada agenda pencarian investor yang menurut saya cukup karut-marut saat ini. Agenda itu telah memupus usaha kreatif individu pengelola TSTJ, baik pada level direksi sampai di jajaran pengelola warung makan.
Saya sering mendengar ada ide atau rencana jangka pendek pengelola yang seharusnya bisa segera dilaksanakan, namun selalu terbentur pada kekhawatiran yang sama,”Wah nunggu dulu, bagaimana investornya nanti”. Kalau hal itu memang menjadi agenda wajib bagi direksi, ya harus dilakukan asal jangan seperti “membeli kucing dalam karung”.
Investor yang seharusnya masuk ke TSTJ adalah investor yang punya punya track record bagus dan berpengalaman mendukung pengembangan objek wisata. Lebih dari itu, investor harus punya dana, punya duit. Kalau sekadar janji mau menggandeng pihak ini itu untuk pengelolaan objek wisata, maka yang digandeng TSTJ sebenarnya bukan investor tetapi broker untuk pencarian penyandang dana.
Jika kenyataannya TSTJ kesulitan mendapatkan investor kelas “kakap”, sebagaimana agendanya selama ini, sudah saatnya banting setir mencari investor-investor kelas wader atau badar. Kelas wader pun kalau banyak, hasilnya akan sama. Ambil contoh, cari investor untuk pembenahan akuarium daratnya; pengembangan arena lomba burung berkicau atau lomba memancing dan kegiatan-kegiatan kecil lain tetapi berkesinambungan.
Jangan sampai agenda menggaet investor justru menghambat direksi menggerakkan “roda ekonomi” harian stakeholders primer Jurug. Taruh saja misalnya arena pemancingan. Saat ini tidak dikembangkan, malah dihentikan dengan alasan menunggu pelaksanaan lomba memancing skala besar. Artinya potensi menjual tiket harian Rp25.000/orang tersia-siakan dan berkurang pula kesempatan para pemilik warung Jurug mendapat keuntungan lebih.
Sementara itu, perlu juga jajaran Direksi  Persuda TSTJ mendekati para donatur di kawasan Soloraya untuk pengembangan daya tarik Jurug. Lihat misalnya usaha Pak Bunari ketika masih menjabat Direktur Taman Wisata Kyai Langgeng di Kota Magelang. Dia berhasil menyulap lereng sungai menjadi objek wisata yang memberi andil signifikan pada PAD dengan bantuan para donatur lokal. Bagaimana hal teknis yang dilakukan Pak Bunari, tentu jajaran Direksi TSTJ pernah mendengarnya.
Mencari investor seharusnya adalah target antara untuk mencapai target final pendapatan daerah yang signifikan ketika Jurug menjadi benar-benar berkembang. Kalau kondisi TSTJ saat ini ibarat masih terkungkung di dalam mulut buaya, jajaran direksi harus segera melepaskannya, tetapi ya itu… jangan lantas terjebak masuk ke mulut singa… Ayo Pak Lilik, Anda (seharusnya) bisa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya