SOLOPOS.COM - Krisdini Ambarsari (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Pandangan tentang kompetisi, persaingan, dan perbandingan selalu berubah-ubah dan berkembang. Satu saat diartikan positif. Pada waktu yang lain diartikan negatif. Kompetisi tentu bertujuan menjadikan kita menunjukkan jati diri atau paling tidak membantu kita menemukan jati diri dengan mengikuti berbagai macam kompetisi, skala besar maupun kecil.

Kita mencari pengalaman dan melatih diri menjadi pribadi yang berkompetisi dengan sehat. Melatih diri bersabar dan menerima hasil perjuangan. Itu semua bermanfaat. Tidak sia-sia. Di dunia perkuliahan ada ruang membangun diri dalam kompetisi, persaingan, dan perbandingan, yaitu bergabung bersama unit kegiatan mahasiswa (UKM) atau organisasi mahasiswa (ormawa).

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Ada mahasiswa yang benar-benar baru memasuki dunia organisasi. Itu tidak membuat mereka ragu karena mereka punya prinsip belajar bersama, tumbuh bersama, dan berprestasi bersama. Ada mahasiswa yang berawal dari coba-coba kemudian jatuh cinta dengan organisasi. Tidak bisa meninggalkan satu pertemuanpun UKM atau ormawa yang diikuti karena merasa membutuhkan dan bertanggung jawab.

Ini jelas positif. Memiliki rasa tanggung jawab yang terlatih sejak masih muda akan berguna di mana pun dan kapan pun. Muncul pertanyaan yang membuat sebagian orang merasa insecure dengan apa yang diusahakan dari nol. Segera dia membandingkan pencapaiannya dengan pencapaian teman seperjuangan.

Bertanya apa yang kurang dari usahanya? Kenapa bisa berbeda hasilnya padahal berada dalam lingkup yang sama? Bisa jadi itu menyakiti hatinya, mentalnya. Siapa yang terus mebandingkan diri dengan orang lain? Ya, diri sendiri. Hal seperti ini membuat berhenti belajar dan mengembangkan potensi.

Perubahan tidak bisa dilihat dengan instan, perlu waktu yang panjang. Menapaki perubahan membutuhkan konsisten itnggi agar mendapatkan hasil yang maksimal. Janganlah berpikir hasil terlampau jauh dan jangan membandingkan yang dimiliki dengan milik orang lain. Itu akan menyakitkan. Setiap individu tidak pernah benar-benar sama dalam apa pun dengan siapa pun.

Indeks prestasi kumulatif (IPK) atau apa pun tak seharusnya dibandingkan dengan milik orang lain. Pembandingan yang bijaksana adalah apa yang dicapai saat ini dan apa yang dicapai pada masa lalu. Evaluasi apa yang kurang. Tingkatkan yang sudah dimiliki. Itu lebih dari cukup.

IPK penting. Organisasi penting. Itu bukan satu-satunya jalan meraih kesuksesan. IPK dan hasil berorganisasi akan berguna dengan baik jika dimanfaatkan dengan baik dan cara memperolehnya baik. Bukan sekadar IPK tinggi dan pengalaman organisasi yang diperhatikan saat bersaing di pasar ketenagakerjaan.

Kemampuan mengerjakan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan yang lebih dipertimbangkan. IPK hanyalah bonus dari proses panjang perkuliahan, yang penting prosesnya. Pada saat bekerja niscaya tidak semua yang dipelajari di bangku kuliah akan digunakan. Justru sebaliknya, hanya sebagian kecil yang benar-benar diimplementasikan dalam dunia kerja.

Itu bukan berarti yang dipelajari selama kuliah sia-sia. Memang itulah yang dicari: proses. Proses menyusun skripsi secara runtut, menemukan masalah dan mengkajinya sampai menemukan titik temu yang jelas, cara menganalisis sesuatu sampai menemukan penyelesaian. Melakukan riset untuk merumuskan solusi satu masalah.

Proses panjang yang dilalui yang nantinya akan disadari, bahwa betapa penting proses daripada  hasilnya. Tentu IPK tetap penting, terlebih jika menginginkan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Penyedia beasiswa menentukan passing grade untuk masing-masing jenjang kuliah.

Rumusnya adalah kejarlah IPK dengan cara-cara yang baik dan benar, tidak dengan mencuri hasil karya orang lain kemudian mengklaim itu karyanya. Jangan menjadi penjahat untuk memperoleh gelar akademis. Jadilah sarjana yang mulia dan mempunyai prinsip.

Kuliah di kampus tidak ternama, kuliah di kampus dengan mahasiswa internasional sedikit, hanya kampus lokal yang menjadi pilihan pertama bagi sedikit orang, tapi tetap menjadi tempat memperoleh ilmu. Semua mahasiswa berharapan tinggi menjadi intelektual. Sejak awal telah menanamkan niat dan semangat berkompetisi di kampus.

Mereka bertekad kuat menjadi mahasiswa hebat karena setuju dengan pernyataan Pidi Baiq. Ia berkata dulu nama besar kampus disebabkan kehebatan mahasiswanya. Sekarang, mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya. Perkataan Pidi Baiq itu mengandung kesimpulan yang jelas. Kmpus hanya tempat, aktornya adalah mahasiswa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 4 Oktober 2022. Penulis adalah mahasiswa Sastra Inggris UIN Raden Mas Said Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya