SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mulyanto Utomo

Kawan saya, Raden Mas Suloyo dan Mas Wartonegoro, kemarin hampir bersamaan membahas soal ”kecelakaan” yang terjadi dan dimuat di sejumlah media massa. Denmas Suloyo mengaku heran ada truk nggoling di Jalan Slamet Riyadi, ”Lha kok bisa. Wong jalannya lurus-lurus saja begitu kok bisa nggoling,” katanya dalam nada keheranan.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

 

”Oalah Denmas, itu bukan perkara jalan lurus tetapi karena jalannya sudah tidak mulus. Jeglongan sak hohah itu yang membuat truk nggoling,” timpal Mas Wartonegoro.

 

Belum sempat saya ikut berkomentar, Mas Wartonegoro sudah berucap, ”Saya juga pengin ngudarasa soal ’kecelakaan’ besar yang sedang melanda negeri kita ini. Itu para priyagung yang duduk di kursi DPR, sedang kehilangan hati nurani… ini lah kecelakaan yang sebenar-benarnya,” kata Mas Wartonegoro

 

”Mereka sedang mengabaikan nasib rakyat, tidak memikirkan kenyamanan rakyat tetapi malah memikirkan diri sendiri. Coba sampeyan pergi ke Yogya, sepanjang jalan Solo-Yogya aspalnya sudah tidak karu-karuan, pating jeglong. Sementara mereka di DPR sana terus ngotot ingin membangun gedung Dewan yang megah yang katanya harganya sudah murah dan tak perlu rakyat ikut-ikutan mikir,” cerocos Mas Wartonegoro.

 

”Itulah Mas, saya juga heran dengan Ketua DPR Pak Marzuki Alie itu. Mengapa pemikirannya terbola-balik ya. Coba penting mana pembangunan jalan dengan pembangunan gedung baru DPR,” tambah Denmas Suloyo.

 

”Sudahlah tidak usah terlalu dibahas, karena jawabannya pasti ’itu tidak ada hubungannya’. Padahal tahukah mereka bahwa kerusakan infrastruktur itu telah menelan banyak korban. Bahwa perbaikan infrastruktur jalan itu sesungguhnya bisa jadi simbol keberhasilan negara? Bahwa jika infrastruktur rusak seperti yang terjadi sekarang ini sesungguhnya menghambat investasi, laju ekonomi dan ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat,” kata Mas Wartonegoro berapi-api.

 

Jadi, lanjut dia, apakah Rencana Startegis (Renstra) DPR yang disampaikan Ketua DPR bahwa visi ke depan dari DPR adalah, “Terwujudnya DPR RI sebagai lembaga perwakilan yang kredibel dalam mengemban tanggung jawab mewujudkan masyarakat adil dan makmur bisa terwujud dengan pembangunan gedung baru… mbelll…. Alihkan dana pembangunan gedung itu untuk membangun jalan-jalan yang sekarang ini rusak parah, baru itu sesuai dengan visi yang digembar-gemborkan itu,” lanjut dia.

 

Ironi

Begitulah. Dialog Denmas Suloyo dan Mas Wartonegoro itu sesungguhnya wujud dari keprihatinan masyarakat di akar rumput. Gambaran kegelisahan masyarakat atas sebuah ironi, ambivalensi di antara rakyat dan para wakilnya di Dewan. Para wakil mereka kini telah duduk nyaman di menara gading, tanpa peduli dan ingat lagi betapa mereka bisa di sana sesungguhnya atas suara rakyat.

 

Kini, ketika rakyat menggugat soal keadilan dan kemakmuran para wakilnya menutup mata, menutup hati dan telinga. Jalan-jalan berserakan, rusak berlubang-lubang, menelan harta benda dan bahkan nyawa di hampir seluruh penjuru wilayah negeri ini mana pernah diperhatikan. Namun pembangunan gedung yang nantinya akan dinikmati hanya oleh ratusan orang, diperjuangkannya bagai sabda pendhita ratu yang tidak boleh diganggu gugat oleh rakyat.

 

Soal kerusakan jalan itu kurang jelas bagaimana? Setiap hari hampir di semua media massa masyarakat berkeluh kesah mengenai masalah ini. Mereka berdemonstrasi, menanam batang pisang di tengah jalan bahkan ada pula yang membuat lubang jalan sebagai lahan sawah untuk menanam padi. Di sisi lain, kurang keras bagaimana teriakan para penolak pembangunan gedung baru DPR itu? Namun semuanya seolah diabaikan begitu saja.

 

Masalah kerusakan infrastruktur–terutama jalan—ini setidaknya telah dua kali menjadi topik di Kriiing SOLOPOS pada Maret silam. Masyarakat di hampir semua wilayah Soloraya menggugat, kapan jalan-jalan yang kerusakannya kian parah itu diperbaiki. Begitu banyak warga masyarakat di Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Boyolali, Sragen dan Wonogiri menyoroti kerusakan jalan di wilayah ini tapi dinas terkait belum juga bertindak.

 



Masyarakat bertanya-tanya, mengapa jalan-jalan rusak itu tidak diperbaiki? Apakah karena dana belum turun? Lantas, tidakkah mungkin biaya pembangunan gedung DPR itu dialihkan untuk membangun infrastruktur yang rusak itu demi kenyamanan rakyat? Rasanya mustahil.

 

Benar kata budayawan dan pengamat sosial dari UI Radhar Panca Dahana bahwa sejatinya wakil rakyat justru telah melakukan kudeta terhadap kepentingan publik untuk kepentingan sendiri. Sayangnya, publik tak mampu berbuat apa-apa, termasuk untuk meminta Marzuki turun dari kursi Ketua DPR.

 

Ketidakberdayaan rakyat ini menunjukkan demokrasi tak berjalan untuk mekanisme publik dan DPR merupakan institusi yang tak tersentuh oleh rakyat. Apalagi, kepentingan rakyat dimanipulasi untuk kepentingan pribadi. Ah… begitu banyak ironi di negeri ini…

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya