SOLOPOS.COM - Oriza Vilosa (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Regenerasi  petani menjadi salah satu garansi kemandirian pangan. Untuk itulah, isu tentang keterlibatan anak muda dalam dunia usaha tani selalu menarik diperhatikan.

Baru saja Badan Pusat Statistik (BPS) memberi gambaran awal hasil Sensus Pertanian 2023. Kiprah generasi muda disinggung dalam sensus tersebut.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Sebelum ke sana, generasi milenial dan generasi Z menjadi bagian dari kelompok masyarakat yang disebut anak muda. Generasi milenial lahir antara 1981 dan 1996.

Generasi Z lahir antara 1997 hingga pertengahan 2012. Dua generasi ini disebut-sebut sulit dipahami karakteristiknya. Menurut Pew Research Center, generasi milenial merupakan generasi yang melihat banyak teknologi berbeda berkembang yang populer kemudian menjadi usang.

Mereka menonton acara di televisi, melihat penciptaan media sosial, dan menyukai kolaborasi. Generasi Z sangat kenal dengan akses ke telepon seluler (ponsel) dan Internet.

Mereka umumnya menguasai teknologi dan jumlahnya 32% dari populasi global. Ternyata berdasarkan Sensus Pertanian 2023, jumlah petani milenial di Jawa Tengah atau yang berusia 19 tahun hingga 39 tahun mencapai 625.807 orang.

Jumlah ini baru sekitar 14,86% dari total petani di Jawa Tengah yang mencapai 4.211.996 orang. Jumlah petani milenial ini terbanyak di wilayah Kabupaten Grobogan yang mencapai 54.175 orang.

Kemudian di Kabupaten Banjarnegara mencapai 37.613 orang dan di Kabupaten Cilacap dengan jumlah mencapai 36.036 orang. Kota Solo disebut hanya memiliki 185 orang petani muda.

Angka itu lebih sedikit dibanding jumlah petani muda di Kota Magelang, yakni 376 orang, dan di Kota Salatiga sebanyak 661 orang. Berbeda dengan Kabupaten Sukoharjo, petani milenial berjumlah 5.007 orang .

Jumlah itu termasuk petani yang menggunakan teknologi maupun tidak. Kota Solo dikenal memiliki lahan pertanian yang jauh lebih sempit dibanding Kabupaten Sukoharjo dan Kota Magelang, namun dalam perkembangannya urban farming menawarkan konsep lahan minimalis.

Konsep ini tak menutup kesempatan Kota Solo menyumbang produk pertanian. BPS Kota Solo mencatat pelaku usaha pertanian perorangan (UTP) urban farming sebanyak 36 unit. Skala masing-masing unit tergolong kecil.

Di Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, ada 19 unit UTP urban farming. UTP itu mendominasi urban farming di Kota Solo, porsinya 52,78%. Artinya urban farming menjadi jalan baru kota yang memiliki lahan tak luas untuk bertani.

Petani milenial mungkin tak ragu-ragu mengembangkan usaha pertanian di kota maupun di desa. Jika dilihat dari karaktersitiknya, kelompok milenial cenderung idealis. Generasi Z cenderung pragmatis.

Hal itu bukan salah mereka. Karakteristik itu lahir karena situasi. Generasi Z yang lebih pragmatis karena melihat orang tua mengalami masalah finansial yang cukup rumit.

Itu yang mendorong generasi tersebut lebih butuh jaminan saat bekerja maupun berusaha. Memperhatikan karakterisitik generasi saat membahas prospek pertanian sama pentingnya memikirkan strategi ketahanan pangan.

Kita pantas berharap kemandirian pangan bisa disokong generasi mereka, namun agar mereka tertarik bergabung butuh  konektivitas urban farming yang terjamin.

Mereka harus memiliki garansi kemudahan memproduksi pangan, mudah memasarkan produk pertanian, dan dijamin bisa hidup dari bertani.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 13 Desember 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya