SOLOPOS.COM - Imam Yuda Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pada akhir Agustus 2023, warga Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dikejutkan dengan keputusan manajemen Moro Supermarket yang tutup secara permanen. Bagi masyarakat Banyumas Raya, Moro Supermarket tidak asing.

Supermarket yang menjual aneka barang-barang kebutuhan pokok secara grosir maupun eceran itu berdiri sejak tahun 1995. Kabar penutupan Moro Supermarket sebenarnya sudah jauh-jauh hari terdengar.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Banyak warganet mengunggah video tentang kondisi terbaru Moro Supermarket sebelum ditutup permanen. Pada video yang beredar di media sosial itu terlihat Moro Supermarket sepi, tak ubahnya dengan Pasar Grosir Tanah Abang di Jakarta yang sepi pengunjung.

Fenomena pusat perbelanjaan offline sepi sebenarnya tidak hanya terjadi di Purwokerto dan Jakarta. Sejumlah pusat perbelanjaan di Jawa Tengah yang dulu pernah mengalami masa kejayaan belakangan ini banyak yang sepi.

Salah satu contoh adalah Plaza Simpang Lima di Kota Semarang. Di mal tertua di Kota Semarang ini banyak tenant yang dulu ramai pengunjung kini mulai sepi dan tampak lengang.

Mal ini terletak di jantung Kota Semarang. Lokasinya berdekatan dengan Simpang Lima Kota Semarang yang selama ini menjadi ikon Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu. Banyak yang menganggap pusat-pusat perbelanjaan atau mal itu sepi karena maraknya sistem transaksi jual beli secara online atau e-commerce.

Konsumen tidak lagi berbelanja secara langsung dengan datang ke toko atau mal untuk membeli barang kebutuhan. Mereka cukup berkutat dengan gawai di rumah untuk bertransaksi jual beli.

Dengan berbelanja di e-commerce, konsumen tidak perlu menjemput barang yang dibutuhkan ke toko. Dengan menggunakan layanan cash on delivery (COD), mereka bisa mendapatkan barang yang diinginkan dengan diantar langsung ke rumah.

Barang-barang yang ditawarkan di e-commerce terkadang memiliki kualitas yang lebih bagus dan berharga lebih murah daripada yang ditawarkan di toko offline. Sederet fasilitas yang memanjakan konsumen ini membuat masyarakat di Indonesia menjadi makin banyak yang berbelanja online.

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi niaga elektronik atau e-commerce sepanjang tahun 2022 mencapai Rp476,3 triliun. Capaian ini turut diikuti dengan volume transaksi yang mencapai 3.486 juta.

Pola berbelanja secara online masyarakat di Indonesia ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Bagi pedagang tradisional atau yang mengandalkan sistem transaksi jual beli secara offline, kondisi ini jelas sangat mengkhawatirkan.

Lapak-lapak dagangan mereka makin sepi. Imbasnya, banyak gerai penjualan yang tutup. Kondisi pasar yang sepi ini pun membuat para pedagang tradisional mendesak pemerintah menutup layanan e-commerce.

Tiktok Shop menjadi korban. Aplikasi social commerce yang menyediakan transaksi jual beli secara online ini ditutup mulai Rabu (4/10/2023). Pemerintah beralasan Tiktok Shop tidak mengantongi izin perdagangan melalui sistem elektronik.

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, social commerce seperti Tiktok merupakan penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang memasang penawaran barang dan/atau jasa.

Meski demikian, social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektronik. Dengan kata lain, Tiktok harus memisahkan media sosial dan perdagangan.

Bahwa social commerce harus memiliki izin tersendiri. Jadi, antara Tiktok dan Tiktok Shop harus memisahkan diri, tentu dengan izin sesuai ketentuan. Kendati demikian, hal ini belum sepenuhnya membuat para pedagangan tradisional atau offline seperti di Tanah Abang puas.

Setelah Tiktok Shop ditutup, kini mereka mendesak pemerintah menerapkan kebijakan serupa terhadap aplikasi e-commerce lain seperti Shopee dan Lazada. Apakah jika semua aplikasi e-commerce itu ditutup, omzet pedagang tradisional atau offline itu akan kembali meningkat seperti sedia kala?

Apakah setelah e-commerce ramai-ramai ditutup, para konsumen akan kembali mendatangi penjualan ritel eceran untuk memenuhi kebutuhan? Jawabannya tentu belum pasti dan tidak semudah itu.

Pola berbelanja masyarakat saat ini telah berubah. Perkembangan teknologi digital telah membuat pola hidup masyarakat berubah. Terlebih lagi setelah pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu yang membuat masyarakat di dunia, tak terkecuali di Indonesia, mulai mengubah gaya hidup.

Dari yang dulu mengerjakan segala sesuatu secara offline, kini mereka mulai memanfaatkan teknologi untuk memudahkan pekerjaan. Perkembangan teknologi memang tidak bisa dibendung.

Teknologi menawarkan sederet kemudahan dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan. Masyarakat yang harus siap menghadapi perubahan zaman. Kita tidak bisa melawan kemajuan teknologi itu. Demikian pula perkembangan teknologi di bidang pemasaran.

Jalan satu-satunya adalah mengikuti perkembangan itu dengan penyesuaian-penyesuaian agar bisa bertahan. Para pedagang retail offline yang merasa tersaingi dengan e-commerce yang sekarang menjadi pilihan banyak konsumen harus lekas berbenah.

Mereka tidak bisa melawan kemajuan teknologi. Cara satu-satunya tentu juga harus mengikuti perkembangan teknologi itu sembari melakukan inovasi untuk menarik minat konsumen. Alasan tua dan gagap teknologi (gaptek) tidak bisa lagi dipakai.

Pengusaha yang ingin bisnisnya tetap eksis dan berkembang harus mulai belajar mengikuti perkembangan zaman. Mengutip kata-kata Charles Darwin, yang dikenal sebagai Bapak Evolusi Dunia, bukan spesies terkuat yang bertahan hidup, bukan pula yang paling cerdas, tapi yang bertahan adalah yang paling mudah beradapasi dengan perubahan.



Pedagang di Tanah Abang atau pasar offline lainnya harus mulai beradaptasi dengan perkembangan zaman. Jika tidak mau beradaptasi dan hanya mengambinghitamkan pihak tertentu, niscaya mereka akan tergerus zaman dan lama-lama menghilang.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 November 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya