SOLOPOS.COM - Muhammad Aslam (FOTO/Dok)

Muhammad Aslam (FOTO/Dok)

Anggota Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI)
tinggal di Solo

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Kata ”pajak” sering membuat masyarakat gelisah. Masyarakat menganggap pajak sebagai beban. Sesuai definisinya, masyarakat tidak memperoleh kontraprestasi atau manfaat secara langsung atas pajak yang dibayarkan. Kekhawatiran terjadi penggelapan atau penyelewengan pajak yang dilakukan pegawai pajak yang korup semakin menebalkan citra negatif pajak.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu), tercatat wajib pajak (WP) lebih dari 19,5 juta orang pribadi dan 12,9 juta badan (perusahaan, yayasan, dan lain-lain). Tetapi, hanya kurang lebih 8,5 juta WP orang pribadi yang menyerahkan SPT PPh orang pribadi pada Maret 2012 dan kurang lebih 500.000 WP badan yang menyerahkan SPT PPh badan pada April 2012. Jumlah penduduk di Indonesia mencapai 240 juta jiwa.
Sedangan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Solo tercatat lebih dari 64.500 WP orang pribadi dan 6.800 WP badan. Tetapi hanya kurang lebih 32.600 WP orang pribadi yang menyerahkan SPT PPh pada Maret 2012 dan 2.400 WP badan yang menyerahkan SPT PPh pada April 2012.
Jika dibandingkan dengan Jepang yang hampir 50% penduduknya adalah pembayar pajak aktif, data ini sudah menunjukkan rendahnya kepatuhan masyarakat Indonesia untuk membayar pajak. Faktor utamanya adalah pajak di Jepang dikelola secara akuntabel, transparan, dan hasilnya dikembalikan pada masyarakat dalam bentuk infrastruktur publik, sarana transportasi publik yang memadai, jaminan sosial, jaminan hari tua dan sarana publik lainnya.
Jepang sudah mempunyai sistem satu identitas nasional atau single ID yang mendukung semua pelayanan publik termasuk sistem pajaknya. Wajar, kepatuhan membayar pajak di Jepang tinggi. Sedangkan di Indonesia, faktor utama rendahnya tingkat kepatuhan membayar pajak adalah terbatasnya pengetahuan tentang perpajakan.
Penerimaan negara dari sektor pajak menopang sebagian besar roda perekonomian dan pembangunan nasional. Perluasan basis pajak menjadi pilihan terbaik saat ini guna meningkatkan penerimaan pajak. Untuk memperluas basis pajak diperlukan data yang akurat mengenai potensi pajak agar fondasi pajak aman dan kuat. Tahun ini, Ditjen Pajak kembali menyelenggarakan Sensus Pajak Nasional (SPN).
SPN dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia 1 Mei-31 Oktober. Ini adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, memenuhi target penerimaan pajak dan mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia.
Target SPN 2012 berupa perluasan basis pajak (WP dan objek pajak) sebanyak dua juta WP baru baik orang pribadi maupun badan (target KPP Pratama Solo sebanyak 15.000 WP baru); peningkatan jumlah penerimaan pajak; peningkatan jumlah pelaporan SPT; pemutakhiran data WP yang akurat dan optimal; dan pencairan tunggakan pajak. SPN juga mendata pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), konsultasi dan konseling perpajakan, sosialisasi hak dan kewajiban WP dan pengawasan kepatuhan WP.
SPN mendata orang pribadi dan badan usaha yang berada di sentra-sentra bisnis, apartemen, dan ditambah objek pajak potensial lainnya. Data yang diperoleh dapat menggambarkan potensi pajak tahun-tahun mendatang untuk dikembangkan agar lebih komprehensif dan diharapkan meningkatkan penerimaan sektor pajak.
SPN pada dasarnya merupakan kegiatan penyisiran dan pencacahan potensi pajak (wajib pajak dan objek pajak) yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dalam rangka ekstensifikasi (menjaring wajib pajak yang belum terdaftar dan objek pajak yang belum dipajaki) serta intensifikasi (optimalisasi pemajakan atas objek pajak yang belum sepenuhnya dipajaki). SPN menjadi sarana agar penerimaan sektor pajak meningkat.

Kolam Ikan
Manfaat SPN tidak secepat dan tidak sedahsyat sunset policy yang diselenggarakan beberapa tahun lalu. Tetapi, konstruksi basis pajak yang dibangun relatif lebih kuat. Target penerimaan negara dari sektor pajak menjadi lebih aman pada masa mendatang karena data potensi pajak yang terkumpul akurat.
SPN juga memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Seluruh potensi pajak akan diperiksa dan diteliti. Selama ini banyak orang pribadi maupun badan yang tidak membayar pajak penghasilan padahal penghasilannya sudah di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP). Tetapi, pajak penghasilan buruh dan karyawan kecil lainnya dipotong secara otomatis oleh pengusaha atau pemberi kerja begitu melewati batas PTKP.
Selain itu, SPN juga bisa menjawab tudingan sebagian masyarakat bahwa Ditjen Pajak hanya lincah menjaring di ”kolam ikan”, bukan di ”lautan yang luas”. Ditjen Pajak harus membuktikan bahwa SPN mampu menjaring WP baru dan tidak menjaring di ”kolam ikan” saja.
Apabila selama SPN ditemukan ada potensi pajak, akan diberikan NPWP kemudian mendapat sosialisasi dan edukasi tentang perpajakan agar sadar dan peduli pajak. Sosialisasi dan edukasi tersebut mencakup tata cara menghitung dan membayar pajak yang benar dan sesuai dengan ketentuan dan sistem perpajakan yang berlaku saat ini yaitu self assesment. Apabila masih bingung dapat bertanya langsung kepada petugas SPN.
SPN harus diimbangi dengan bimbingan atau konseling dan penegakan hukum pajak yang adil. Inilah fungsi SPN untuk mengetahui kepatuhan dan pengawasan terhadap WP dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Harapannya, semua subjek pajak terdaftar, memiliki NPWP, dan dapat dikenakan pajak. Tidak ada lagi yang lolos dan dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya tepat waktu.
SPN bukan senjata untuk menodong/menagih atau menakut-nakuti masyarakat supaya membayar pajak langsung. SPN hampir sama dengan sensus penduduk. Perbedaannya dalam objek dan tujuannya. SPN hanya mengumpulkan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas dan melengkapi basis pajak. Masyarakat tidak akan dimintai uang untuk setor pajak seketika itu juga.
Masyarakat yang menjadi responden cukup menyiapkan data atau dokumen seperti kartu identitas (KTP atau paspor/kitas), kartu NPWP, surat pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) bila ada, kartu/nomor pelanggan PLN, SPT Tahunan PPh tahun terakhir penyampaian SPT, SPPT PBB, dan data gross income atau penghasilan kotor per bulan atas seluruh penghasilan yang diterima responden.
Petugas SPN dilengkapi surat tugas yang diterbitkan KPP setempat, surat pemberitahuan SPN, memakai tanda pengenal serta berseragam rompi dan topi yang bertuliskan ”Sensus Pajak Nasional”. Apabila petugas SPN tidak berseragam dan/atau tidak dapat menunjukkan surat tugas, masyarakat berhak menolak. Dan jangan sekali-kali memberikan fotokopi dokumen karena petugas hanya mewawancarai dan mengumpulkan data hasil wawancara.
Masyarakat harus berhati-hati terhadap penipuan yang berkedok SPN yang meminta uang dari responden. SPN tidak memungut biaya dan tidak dimaksudkan untuk memeriksa dan menghitung kewajiban pajak sebenarnya dari responden. Apabila masih meragukan maka teleponlah ke KPP setempat atau ke Kring Pajak 500200.
Ditjen Pajak juga harus mengarahkan SPN untuk penguatan monografi fiskal yang menggambarkan potensi pajak masyarakat dan memetakan masyarakat yang belum menjadi pembayar pajak agar tidak menimbulkan ketidakadilan.
Responden yang menjadi WP dan/atau calon WP akan senang dan bangga jika pajak yang dibayarkan lebih banyak dialokasikan untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, transportasi publik yang memadai, jaminan sosial, jaminan hari tua maupun sarana publik lainnya daripada untuk pembiayaan rutin seperti gaji PNS/TNI/Polri atau biaya penyelenggaraan pilkada.
Masyarakat dengan senang hati menjadi WP yang jujur, suka dan rela. Apalagi ditambah jaminan tidak ada lagi hasil pajak yang digelapkan atau diselewengkan oleh pegawai pajak yang korup dengan WP yang nakal. Apabila jaminan ini bisa dipenuhi, tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak akan meningkat. Inilah tantangan Ditjen Pajak agar kepercayaan dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan secara jujur, suka dan rela dapat meningkat.  Masyarakat tidak usah takut terhadap SPN. Jawablah Formulir Isian Sensus (FIS) dengan benar atau berusaha untuk benar. Kalau merasa benar mengapa takut?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya