SOLOPOS.COM - Hendromasto Prasetyo, Praktisi Komunikasi Warga Solo tinggal di Jakarta

Hendromasto Prasetyo, Praktisi Komunikasi Warga Solo tinggal di Jakarta

Pemungutan suara Pemilukada Jakarta sudah purna. Berdasar hitungan cepat alias quick count yang digelar berbagai Lembaga Survei Indonesia, Walikota Solo Joko Widodo dan mantan Bupati Belitung Timur Basuki Tjahaja Purnama tampil perkasa menjadi juara. Jokowi-Ahok mendulang suara hingga 42,5 persen. Pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli duduk di posisi ke dua dengan perolehan 33,6 persen. Di posisi ke tiga, ada Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini dengan 11,9 persen. Tiga pasangan berikutnya berturut-turut menyusul di belakang tiga pasangan tersebut. Masing-masing Faisal Basri-Biem Benyamin 4,9 persen, Alex Noerdin-Nono Sampono 4,8 persen, dan Hendardji Soepandji-A.Riza Patria 2,1 persen. Pemilukada Jakarta dipastikan berlanjut ke putaran ke dua.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Tentu hasil hitung cepat bukan menjadi harga mati. Masih ada hasil hitungan manual oleh KPU Jakarta dalam beberapa hari ke depan. Menimbang hitungan cepat yang ada, Jokowi-Ahok di posisi pertama belum aman sepenuhnya. Pasangan dengan latar belakang pengusaha mebel dan kontraktor ini mesti mengamankan suara tambahan agar pada putaran ke dua nanti mampu tetap perkasa. Pasangan duet putra Betawi Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli juga belum habis sepenuhnya. Jago dari Partai Demokrat ini jelas akan mengerahkan segala daya beserta upaya demi menaklukan Jokowi-Ahok di putaran ke dua.

Dengan menimbang soliditas suara masing-masing calon, jelas juara satu dan dua putaran pertama akan berusaha semaksimal mungkin menggaet suara pemilih empat calon lain yang sudah tergusur dari gelanggang. Nah, dari hitung-hitungan perolehan suara putaran pertama, jelas pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini di posisi ke tiga memegang peran penting. Pasangan ini menjadi kuda hitam yang punya pengaruh penting di putaran ke dua walau telah tersingkir di putaran pertama.

Bagi Jokowi-Ahok dan Fauzi Bowo-Nacrowi Ramli, jika suara Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini bisa dirangkul, jelas sudah akan ada tambahan suara hingga 10 persen lebih. Bayangkan juga jika suara calon lain ikut terkondisikan beralih dalam gerbong yang sama. Secara matematis, dua calon di putaran ke dua yang sukses merangkul suara dari empat calon gagal di putaran pertama itulah pemenang Pilkada Jakarta nanti.

 

Angjang Rasa

Hidayat Nur Wahid-Didik J, Rachbini sebagai kuda hitam jelas sudah terbaca oleh Jokowi. Tidak ada hujan dan angin, penggemar musik cadas itu siang kemarin mendadak mendatangi Hidayat Nur Wahid sebagai sesama Cagub. Silaturahmi adalah bahasa Jokowi menyebut rangka kedatangannya menemui Hidayat saat ditanya para pemburu berita usai pertemuan itu. Menemui Ustad-nya dia tambahkan. Bisa jadi benar kedatangan Jokowi menemui Hidayat Nur Wahid adalah silaturahmi belaka. Bisa benar pula pertemuan itu adalah perjumpaan biasa antara ustad dan ikhwannya.

Apa pun yang Jokowi lakukan dalam pertemuan itu, gaya khas Jawa telah dia tunjukkan kepada orang banyak di Jakarta yang jauh dari nilai-nilai Jawa. Pertemuan antara Wong Solo dan Wong Klaten itu jika ditilik dari kerangka kultural boleh disebut sebagai proses anjang rasa, bukan sekadar anjang sana. Jokowi mungkin tak tahu jika dia akan berada di posisi paling unggul putaran pertama mengingat kedatangannya terjadi saat proses pemungutan suara masih berlangsung.

Namun, dari hitung-hitungan internal Posko Borobudur tempat tim sukses Jokowi-Ahok bermarkas, sudah pasti sejak jauh hari Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini telah terdeteksi akan menjadi kuda hitam yang tak boleh dinafikkan begitu saja. Lalu, dengan sendirinya sangatlah perlu untuk membangun komunikasi. Mendatangi sang kuda hitam adalah wajib. Dan dalam alam rasa Jawa, kedatangan Jokowi bisa disebut sebagai proses dia mangku Hidayat. Konon, seperti aksaranya, manusia Jawa akan ‘mati’ jika dipangku.

Repotnya, tidak ada jaminan jika sudah dipangku lantas Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini akan mengalihkan dukungan suaranya kepada Jokowi. Bukankah proses serupa juga bisa dilakukan Fauzi Bowo bersama Nachrowi Ramli? Perlu diingat bahwa proses yang terjadi adalah kelindan dalam ruang politik dengan hukum tiada kawan atau lawan abadi. Namun, jika menilik perjalanan pencalonan jago PKS dalam Pemilukada Jakarta, Jokowi boleh berharap Hidayat bersama PKS akan bergabung dengannya. Saat itu, incumbent meniupkan angin sorga berupa pinangan bermahar posisi calon wakil gubernur kepada partai modern bernafaskan Islam itu. Angin itu terbukti hanya menjadi angin belaka.

Di lain pihak, pendekatan Jokowi kepada Hidayat akan menarik kerut kening akar rumput mengingat ideologi ke dua partai pengusung tidak sama. Namun, lagi-lagi ini soal politik yang acap kali justru meminggirkan ideologi organisasi demi tujuan bersama. Hingga tulisan ini diketik, proses saling menjajagi secara intens dilakukan oleh tim sukses dua pasangan yang lolos ke putaran kedua dengan menghitung ulang potensi suara bidikannya. Proses yang tak mudah dan murah. Apa pun nanti hasil saling jajag itu, Jokowi-Ahok telah membuktikan bahwa uang bukan segalanya dalam politik menilik pasangan ini termasuk minim modal jika dibandingkan calon lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya