SOLOPOS.COM - Suci Handayani (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota  serta memilih presiden dan wakil presiden.  Pemilu secara serentak diharapkan sebagai solusi untuk memperbaiki pelaksanaan pemilu sehingga lebih efisien.

Keserentakan bisa menekan biaya pemilu, pemborosan waktu, dan memperkecil konflik di masyarakat. Keserentakan pemilu diharapakan membuat proses demokrasi lebih bersih dari unsur-unsur kepentingan tertentu. Waktu pemungutan suara  Pemilu 2024 ditetapkan Rabu 14 Februari 2024.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Masa kampanye mulai 28 November 2024 sampai 10 Februari 2024, selama 75 hari. Masa kampanye lebih cepat dibandingkan masa kampanye Pemilu 2019 yang selama 6,5 bulan. Kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan  menawarkan visi, misi,  program, dan/atau citra diri  peserta pemilu.

Kampanye adalah wujud pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu. Keberhasilan menyakinkan pemilih diharapkan meningkatkan partisipasi mereka dalam pemilu. Secara nasional target partisipasi dalam Pemilu 2024 meningkat 3,5% daripada Pemilu 2019, yakni dari 77,5% menjadi 81%.

Materi kampanye yang boleh disampaikan mencakup beberapa hal. Pertama, visi, misi, dan program pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Kedua, visi, misi, dan program partai politik peserta Pemilu 2024 yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota. Ketiga, visi, misi, dan program calon anggota DPD.

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, calon anggota DPRD kabupaten/kota, dan calon anggota DPD dapat menyampaikan citra diri berupa nomor urut dan foto/gambar.

Kampanye pada Pemilu 2019 mengacu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan secara khusus Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Ketentuan tempat kampanye itu kini tidak berlaku lagi setelah putusan Mahkaman Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan KPU Nomor  20 Tahun 2023. Putusan tersebut memberikan celah dan ruang partai politik untuk berkampanye di lembaga pendidikan dan fasilitas pemerintah sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

Pelaksana kampanye pemilu, peserta, dan tim  kampanye dapat menggunakan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan untuk kampanye sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat dan hadir tanpa atribut kampanye. Tempat yang mutlak dilarang sama sekali untuk kampanye adalah tempat ibadah.

Undang-undang menegaskan bahwa kampanye adalah satu sarana pendidikan politik. Konsekuensinya adalah partai politik dan pihak lain yang melaksanakan kampanye agar  melakukan kampanye edukatif dan programatik.

Saat ini barangkali publik belum membayangkan pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan karena selama ini tempat pendidikan menjadi tempat terlarang untuk pelaksanaan kampanye.

Sesungguhnya setelah mendapatkan izin dari penanggung jawab, pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan berpotensi menumbuhkembangkan budaya kampanye edukatif dan kampanye programatik sehingga demokrasi Indonesia semakin baik, lebih matang seiring proses demokrasi yang semakin bertumbuh positif.

Secara umum mahasiswa yang berusia 17 tahun atau lebih memenuhi persyaratan sebagai pemilih dalam Pemilu 2024.  Memberikan informasi kepada calon pemilih yang baru kali pertama mau mengunakan hak pilih dalam pemilu tentu saja positif karena membekali calon pemilih pemula tentang berdemokrasi dan menggunakan hak pilih.

Sisi baik  kampanye di lembaga pendidikan lainnya adalah dapat membantu mendorong kontestasi yang lebih substansial. Selama ini kampanye sering  hanya unjuk kekuatan partai politik atau calon anggota legislatif (caleg) melalui kehadiran  konstituen,  panggung hiburan, jargon-jargon politik.

Dengan kampanye di lembaga pendidikan, khususnya kampus, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden atau caleg mau tidak mau harus memaparkan konsep yang jelas, visi dan misi yang tajam, serta adu gagasan dengan calon presiden dan calon wakil presiden lainnya atau caleg lainnya.

Mahasiswa bisa terlibat menakar dan mendalami  substansi  gagasan yang ditawarkan para caleg atau calon presiden dan calon wakil presiden. Keikutsertaan mahasiswa  tersebut sebagai bentuk partisipasi dalam tahapan pemilu, tidak hanya partisipasi memberikan suara pada hari pemungutan suara.

Untuk itulah, bagi pelaksana kampanye, penanggung jawab lembaga pendidikan, serta penyelanggara pemilu hendaknya memahami beberapa hal penting. Pertama, pelaksana kampanye harus memberikan informasi, sosialisasi, pendidikan demokrasi kepada mahasiswa sebagai audiens.

Sampaikan visi, misi, program kerja, dan langkah-langkah rasional jika terpilih. Materi yang disampaikan hendaknya membuat mahasiswa berpikir kritis dan mempunyai alternatif untuk memilih secara rasional dan bertanggung jawab. Mahasiswa calon pemilih pemula membutuhkan informasi yang beragam sehingga mempunyai referensi politik lebih lengkap sebelum menentukan pilihan.

Mahasiswa diharapkan menjadi pemilih rasional yang menentukan pilihan politik berdasarkan visi dan misi  partai politik, caleg, atau calon presiden dan calon wakil presiden beserta program kerjanya.

Kedua, menghindari politik identitas dan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA dalam berkampanye.  Pengalaman Pemilu 2019 yang diwarnai politik identitas dan sentimen SARA mengakibatkan polarisasi masyarakat  yang  membutuhkan waktu lama untuk rekonsiliasi. Itu jangan sampai terulang lagi.

Dibutuhkan komitmen kuat dari pelaksana kampanye agar caleg dan calon presiden serta calon wakil presiden tidak mengunakan politik identitas dan sentimen SARA dalam berkampanye. Harus ditegaskan untuk menghindari penggunaan politik identitas dan sentimen SARA.

Ketiga, jika penanggung jawab lembaga pendidikan memberikan izin partai politik, caleg, atau calon presiden dan calon wakil presiden berkampanye, untuk  mengedepankan asas dan prinsip keadilan, harus memberikan porsi yang seimbang kapeda partai politik lain, caleg lain, dan calon presiden serta calon wakil presiden lain yang mengajukan kampanye di lembaga pendidikan itu.

Harus dipertimbangkan agar pelaksanaan kampanye  tidak mengganggu kegiatan perkulihan, ketertiban umum, dan tidak  melibatkan mahasiswa  yang tidak berstatus sebagai pemilih.  Keempat, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus memastikan kampanye berjalan sesuai prinsip demokrasi dan regulasi yang berlaku.

Harus dipastikan metode  kampanye dengan pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka serta dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Peserta kampanye Pemilu 2024 di tempat pendidikan  adalah civitas academica yang tidak dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye Pemilu 2024 sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan mahasiswa yang mempunyai hak pilih.  Bawaslu  harus menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal  untuk menghindari konflik.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 November 2023. Penulis adalah anggota KPU Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, periode 2018-2023)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya