SOLOPOS.COM - Nadia Sukmawati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tengkes  atau stunting salah satu persoalan yang saat ini menjadi prioritas di tingkat kabupaten/kota, termasuk Kota Solo. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Solo, pada 2022 sebanyak 788 anak atau 3,1% anak di Kota Solo mengalami tengkes.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menargetkan zero stunting di Kota Solo pada 2024.  Tengkes bukan hanya kondisi ketika anak-anak memiliki tinggi badan lebih pendek daripada anak lain seusia, tetapi anak yang mengalami tengkes juga memiliki risiko yang lebih besar mengalami gangguan kesehatan metabolik, penyakit jantung, kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah terserang penyakit, dan menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Tengkes pada anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, kurangnya asupan gizi selama masa ibu hamil, kebutuhan gizi anak tidak tercukupi, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan, serta terbatasnya akses ke pelayanan kesehatan dan anak yang terkena paparan rokok.

Berdasarkan riset yang dilakukan tim Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, anak yang berasal dari keluarga perokok 5,5% berisiko lebih besar terkena tengkes dibandingkan anak yang berasal dari keluarga bukan perokok. Hal ini disebabkan paparan langsung asap rokok yang dihirup anak-anak dapat mengganggu kesehatan anak.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 rokok menjadi pos pengeluaran terbesar kedua setelah beras, melebihi telur dan ayam sebagai kebutuhan protein. Tingginya pengeluaran untuk konsumsi rokok menjadi relevan jika dilihat dari tingginya penambahan jumlah perokok, bahkan pada masa pandemi Covid-19.

Hasil penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) menjelaskan jumlah perokok dewasa bertambah dari 60,3 juta orang menjadi 69,1 juta pada 2021. Hal tersebut sangat memprihatinkan dari sisi kesehatan masyarakat. Seharusnya jumlah pengeluaran belanja makanan lebih tinggi dibandingkan rokok dan kebutuhan pangan menjadi prioritas  agar kebutuhan gizi dapat terpenuhi.

Target Kota Solo untuk menjadi kota zero stunting pada 2024 harus diikuti berbagai macam upaya dan membutuhkan peran banyak pihak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah  Kota Solo adalah pengembangan  kampung bebas dari asap rokok (KBAR). KBAR adalah  gerakan masyarakat di tingkat rukun warga (RW) melalui komitmen dari pengurus RW dan didukung pemerintah kelurahan.

Komitmen pemerintahan kelurahan ditunjukkan dengan surat keputusan tentang KBAR dari lurah. Gerakan tersebut dilakukan dnegan mengembangkan beberapa program atau ditunjukkan dengan indikator. Beberapa indikator, antara lain, aturan tidak boleh merokok di dalam rumah atau dalam pertemuan warga, tidak menyediakan asbak di dalam rumah,  tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat, dan merokok di tempat yang telah disediakan/saung rokok.

Dalam progran KBAR ini terdapat pendataan perokok dewasa atau anak sehingga upaya yang dilakukan bisa diktehaui hasilnya dengan penurunan jumlah perokok. Untuk menekan angka perokok pemula, program KBAR juga mendata toko yang menjual rokok dan meminta mereka tidak mengiklankan atau mempromosikan rokok di tempat berjualan, termasuk komiten untuk tidak menjual rokok kepada anak.

Pengembangan KBAR ini dilakukan di 86 kampung dan menjadi salah satu bentuk dan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam mendukung  Peraturan Daerah Kota Solo Nomor 9 Tahun 2029 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dengan implementasi yang optimal  program KBAR dapat menjadi salah satu strategi untuk menekan tengkes di Kota Solo.

Program yang dikembangkan dalam KBAR diharapkan bisa mengubah perilaku atau pola kebiasaan masyakarat, terutama mengenai kebiasaan merokok di dalam rumah. Gerakan yang dilakukan adalah smoke free home—rumah yang terbebas dari aktivitas merokok—sehingga membuat anak-anak dan ibu hamil di dalam rumah tidak terpapar asap rokok.

Rumah yang bebas dari paparan asap rokok tentu memiliki kualitas udara yang lebih baik sehingga anak dan ibu hamil akan terjamin kulaitas kesehatannya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana KBAR yang sudah terbentuk terjamin keberlanjutannya dan bisa diperluas di kampung yang lain?

Implementasi KBAR memerlukan keterlibatan seluruh elemen pemerintah maupun masyarakat, kesadaran mengenai bahaya rokok pada pertumbuhan anak, dan pentingnya KBAR sebagai salah satu langkah mencegah tengkes. Pengembangan program KBAR seharusnya menjadi gerakan yang dilakukan oleh seluruh kampung di Kota Solo.

Perlu ada aturan tegas dan komitmen yang besar dari pemerintah, penanggung jawab kawasan tanpa rokok, dan masyarakat. Dengan kebiasaan tidak merokok di rumah diharapkan mendorong kebiasaan yang baik lainnya, yakni memprioritaskan belanja protein dan sayur guna memenuhi gizi dan berhenti merokok sehingga Kota Solo dapat mencapai dan mempertahankan zero stunting pada 2024.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Mei 2023. Penulis adalah pengurus Pemuda Penggerak dan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya