SOLOPOS.COM - Fanny Widadie (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Harga beras saat ini mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, menembus Rp18.000 per kilogram untuk beras premium dan 15.000 per kilogram untuk beras medium.

Harga ini jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) sebesar 13.900 per kilogram untuk beras premium dan 10.900 per kilogram untuk beras medium. Ini berdampak tambahan beban pada rumah tangga miskin. Secara makro dapat meningkatkan inflasi pada awal 2024 ini.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Pemerintah bekerja sama dengan Perum Bulog melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mempercepat penyaluran beras di pasar-pasar tradisional dan ritel modern.

Operasi pasar atau SPHP di banyak daerah di Indonesia diharapkan menstabilkan harga beras. Fenomena kenaikan harga beras sering terjadi, terutama saat musim paceklik ketika  produksi (supply) dalam negeri menurun dan saat permintaan (demand) meningkat.

Ini wajar dalam hukum ekonomi. Perum Bulog selama ini ditugasi pemerintah menjaga stabilitas harga dengan operasi pasar, yaitu menyalurkan cadangan beras ketika pasar mengalami kenaikan harga.

Kebijakan stabilisasi harga tersebut termasuk kebijakan populis oleh pemerintah dalam melindungi konsumen, memenuhi keterjangkauan kebutuhan pokok.

Kebijakan populis adalah kebijakan pemerintah yang dirancang untuk menarik dukungan rakyat dengan memberikan solusi yang simpel dan sederhana dari masalah yang kompleks.

Fokus memenuhi kebutuhan dan keinginan jangka pendek masyarakat luas daripada mempertimbangkan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Kebijakan operasi pasar atau SPHP adalah solusi jangka pendek dalam menurunkan harga beras melalui peningkatan supply.

Tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut karena secara hukum ekonomi dapat menurunkan harga beras dalam jangka pendek. Kebijakan populis jangka pendek lainnya oleh pemerintah adalah pemenuhan cadangan beras pemerintah (CBP) melalui impor.

Pada 2023 Perum Bulog mengimpor hampir 3,5 juta ton beras dan pada 2024 ditugasi mengimpor dua juta ton beras sebagai CBP. Ini sungguh ironis di negeri agraris, kebutuhan pokok beras bergantung pada negara lain.

Pemenuhan beras melalui impor bukan langkah tepat, terlebih di tengah penurunan produksi beras dunia saat ini akibat perubahan iklim dan banyak negara produsen mulai membatasi ekspor.

Menggantungkan pangan pokok, apalagi beras, kepada negara lain sangatlah berbahaya bagi kedaulatan pangan. Kebijakan populis stabilisasi harga melalui operasi pasar dan impor beras memang akan menguntungkan konsumen untuk menjaga harga beras; tetapi di sisi produsen (petani) rugi.

Petani selalu terjebak dalam ketidakadilan harga gabah hasil panen yang rendah akibat impor beras. Impor beras hanya menguntungkan konsumen, bahkan dapat menjadi komoditas politik.

Pemerintah perlu memikirkan solusi kebijakan jangka panjang tentang masalah beras ini karena beras merupakan kebutuhan pangan pokok strategis dan berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi dan politik.

Kebijakan Jangka Panjang

Kebijakan populis yang selama ini dilakukan perlu diganti dengan kebijakan jangka panjang secara komprehensif yang melibatkan aspek produksi, distribusi, dan konsumsi.

Dari sisi produksi, peningkatan produksi beras dalam negeri mutlak dilakukan tidak hanya intensifikasi sebagaimana program swasembada, tetapi perlu ditambahkan resilience (tahan) terhadap perubahan iklim.

Fenomena El Nino pada 2023 mengakibatkan banyak petani gagal panen dan kemunduran panen padi pada 2024 ini. Fenomena perubahan iklim memang tidak dapat dihindarkan saat ini yang mengancam produksi pangan nasional.

Sistem pertanian yang resilience terhadap perubahan iklim dengan memanfaatkan teknologi pertanian presisi atau smart farming menjadi alternatif solusi.

Masalah klasik kelangkaan dan mahalnya input pertanian seperti pupuk, benih unggul, dan pestisida membuat inovasi petani terhambat dan peningkatan produksi tak berjalan.

Subsidi pertanian perlu dialokasikan pemerintah dan mempermudah syarat mendapatkannya sebagaimana yang dikeluhkan petani selama ini. Dari aspek distribusi, tata nagia beras perlu dikelola rantai pasoknya dari hulu (petani) sampai hilir (konsumen) agar tidak dikuasai dan menguntungkan beberapa pelaku (aktor) saja.

CBP di Perum Bulog hanya menyimpan 4% dari produksi nasional, selebihnya berada di gudang pengusaha sehingga kurang efektif dalam mengatur tata niaga perberasan.

Pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan asosiasi pedagang beras dan petani untuk menghindari penimbunan stok dan transparansi harga untuk kepentingan bersama. Regulasi Perum Bulog perlu diarahkan ke desentralisasi daripada sentralisasi dalam kinerja mengatur pengadaan dan stok beras.

Perlu ada kewenangan pemerintah daerah mengatur CBP di gudang Bulog daerah melalui pengadaan pembelian gabah beras daerah sesuai harga setempat dan mengatur pengeluaran untuk menjamin kebutuhan daerah terpenuhi sebelum stok dikirim ke daerah lain.

Selama ini sentralisasi di Perum Bulog menghambat efektivitas penyerapan gabah petani dan stok beras daerah akibat tergantung pada regulasi pusat, bukan bersifat desentralisasi, padahal daerah memiliki masalah beras berbeda.



Dari aspek konsumsi, program diversifikasi konsumsi pangan nonberas perlu digalakkan melalui pengembangan pangan baru dan sosialisasi pangan lokal. Bahan pangan lokal yang berlimpah seperti singkong dan umbi-umbian dapat menjadi pangan alternartif pengganti beras.

Diversifikasi pangan sangat penting dalam mengatur permintaan agar tidak bergejolak ketika harga beras naik. Kebijakan populis berupa operasi pasar dan impor beras hanya dapat menyelesaikan masalah harga beras dalam jangka pendek; masalah harga perberasan akan terulang kembali tiap tahun.

Kebijakan komprehensif jangka panjang dapat diimplementasikan sebagai komitmen pemerintah mengatasi masalah pangan beras yang kompleks dan berkelanjutan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Maret 2024. Penulis adalah dosen di Program Studi Agrobisnis Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya