SOLOPOS.COM - Para calon peserta didik difasilitasi dalam pembuatan akun untuk PPDB Online 2024 di SMAN 1 Sragen, Jumat (14/6/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Kecurangan masih terjadi dalam proses penerimaan peserta didik baru atau PPDB di sejumlah daerah pada 2024. Kecurangan-kecurangan yang terjadi tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Kecurangan berulang ini seakan-akan dimaklumi, dianggap normal, dianggap biasa saja dan tidak membuat jera berbagai pihak yang terlibat, termasuk orang tua calon siswa baru.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada Juni 2024 menjelaskan dugaan kecurangan dalam PPDB 2024—di jenjang SMPN maupun SMAN—relatif sama dengan yang terjadi pada tahun lalu.

Modus kecurangan yang terungkap atau ketahuan adalah memanipulasi kartu keluarga (KK) di jalur zonasi dan mutasi atau perpindahan tugas orag tua, tipu-tipu nilai di jalur prestasi, jual beli kursi, titipan orang dalam, dan gratifikasi.

JPPI menyebut ini kasus rutin dan terjadi tiap tahun. Tidak ada modus kecurangan baru, begitu-begitu saja setiap tahun. Modus-modus kecurangan itu dilakukan melalui dua jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam.

Aneka praktik curang ini masih terjadi di banyak daerah. Sayangnya, meski berulang kali terjadi dengan modus sama, praktik curang pada PPDB ini tak juga dibenahi.

Sistem penerimaan siswa baru saat ini yang dikenal dengan PPDB zonasi masih jauh panggang dari api untuk memberantas praktik diskriminasi di satuan pendidikan.

Masalah ini bukan cuma di level implementasi, tetapi juga dipicu oleh sistem atau regulasi yang belum berkeadilan bagi seluruh siswa. Sistem zonasi yang dimulai pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy belakangan malah melahirkan diskriminasi baru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018, PPDB zonasi bertujuan pemerataan pendidikan dan menghapus segrerasi karena ada sekolah favorit.

Zonasi malah berakibat calon siswa yang benar-benar warga dekat sekolah tidak diterima. Di jalur prestasi, yang berprestasi malah tidak diterima. Di jalur afirmasi, yang punya KIP tidak terjamin diterima.

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi harus mengevaluasi PPDB. Evaluasi itu bagian krusial setiap kebijakan atau program, termasuk zonasi sekolah. Memang tidak ada sistem yang sempurna, tapi yang paling baik adalah sistem yang terbuka untuk perbaikan.

Cita-cita program zonasi sekolah sebenarnya sangat baik. Program ini lahir dari keinginan memerataan kualitas sekolah di Indonesia. Implementasinya berupa peningkatan jumlah sekolah negeri di lokasi yang kosong, rotasi guru dan persebaran guru di semua sekolah secara adil, serta pemerataan siswa.

Cetak biru pendidikan dasar berbasis zonasi sekolah adalah memberikan kesetaraan pendidikan untuk semua pihak. Seharusnya hasil evaluasi tahunan jangan hanya ditumpuk di meja kerja.

Pemerintah harus mengambil kebijakan-kebijakan strategis untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem ini supaya perebutan kursi sekolah negeri tidak memunculkan modus-modus curang.

Apabila kecurangan masih terjadi, artinya memang belum ada perbaikan di sana-sini. Lantas apa gunanya sistem zonasi sekolah ketika malah menjadi arena bermain curang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya