SOLOPOS.COM - Petugas menata bilik suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Gudang Logistik KPU Sragen, di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, pada Senin (13/11/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Proses dan tahapan Pemilihan Umum 2024 masih panjang. Kini dinamika wacana politik makin berwarna. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia atau DPP PDIP—partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019—Megawati Soekarnoputri menilai telah terjadi manipulasi hukum dalam proses Pemilu 2024.

Sejumlah tokoh nasional yang berhimpun dalam Majelis Permusyawaratan Rembang menilai telah terjadi praktik pengabaian etika dan pengingkaran nurani hanya demi memburu kuasa dalam Pemilu 2024.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Salah satu yang mereka soroti adalah putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menunjukkan ada intervensi lembaga eksekutif terhadap yudikatif. Demokrasi Indonesia diayun-ayun. Kekuasaan terpusat di eksekutif mengintervensi lembaga yudikatif.

Mereka khawatir Pemilu 2024 tidak bisa berjalan dengan baik karena asas jujur dan adil dalam pemilu berpotensi terancam, sebagaimana ditunjukkan oleh temuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Harapan tentang penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagai jalan menuju konsolidasi demokrasi Indonesia terus dikemukakan banyak cendekiawan, tokoh nasional, dan guru bangsa.

Mereka—sebagai representasi suara nurani rakyat—menekankan pentingnya semua kontestan Pemilu 2024 mengedepankan praktik politik beretika dan bernurani.

Presiden Joko Widodo beberapa kali menyerukan bahwa aparatur sipil negara, alat-alat kekuasaan negara, dan semua unsur pejabat negara harus netral dalam proses Pemilu 2024.

Seruan ini layak diragukan setelah publik mengetahui dengan nyata praktik pengabaian etika dan pengingkaran nurani dalam salah satu proses yang terkait erat dengan tahapan Pemilu 2024 seperti yang dikemukakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Dalam konteks inilah etika dan nurani menjadi sangat penting dan relevan. Aparatur-aparatur negara yang berintegritas, beretika, dan bernurani harus menjadi simpul menguatkan netralitas aparatur negara dan alat-alat kekuasaan negara.

Konsolidasi demokrasi lewat proses pemilu yang akan mewujudkan kedewasaan berdemokrasi terlalu mahal apabila dibiarkan dibarter dengan kekuasaan yang diraih dengan segala cara—menihilkan etika dan mengingkari nurani.

Jangan biarkan gejala kemunduran demokrasi makin parah dengan praktik pemilu yang tanpa etika dan mengingkari nurani. Ini tanggung jawab bersama seluruh rakyat.

Nasihat-nasihat perlu disampaikan kepada masyarakat agar situasi tetap adem dan  kekecewaan disalurkan ke saluran yang demokratis. Ini tugas kaum cerdik pandai, cendekiawan, guru bangsa.

Pemilu 2024 harus berjalan dengan sehat, jujur, dan adil. Gejala-gejala ketidaknetralan alat-alat negara harus segera ditindak, bukan malah mengedepankan represi kepada yang melaporkan atau mengungkap gejala ketidaknetralan itu.

Seluruh elemen bangsa ini harus kembali ke nilai luhur etika dan moral. Berprasangka baik tetap harus dikedepankan karena tidak semua penyelenggara negara melanggar demokrasi. Sebagian besar penyelenggara negara masih punya hati nurani dan etika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya