SOLOPOS.COM - Arif Yudistira (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Saya  teringat tulisan Gus Dur dalam pengantar buku Rama Mangun yang bertajuk  Menumbuhkan Sikap Religus Anak-anak (1986). Di buku itu Gus Dur menulis bahwa keteladanan adalah kata kunci dari kerja mengembangkan religiositas pada diri anak.

Keteladanan bukanlah sesuatu yang abstrak. Keteladanan adalah hal yang dilihat anak dalam keseharian. Anak yang melihat orang tuanya sehari-hari akan berbeda dengan anak yang jarang melihat orang tuanya.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Semakin sering anak merasakan sentuhan, kasih sayang dan perhatian orang tua, anak akan tumbuh dengan kasih sayang. Sebaliknya, anak yang tumbuh tanpa kasih sayang yang cukup akan tumbuh dengan cinta kasih orang lain.

Ia akan mencari dunia yang menerimanya dengan penuh cinta. Anak akan tumbuh bersama lingkungan tempatnya tumbuh. Lingkungan anak itulah yang kelak membentuk anak. Teman-teman, komunitas, dan tempat pergaulan turut serta membentuk siapa dirinya.

Orang tua sering lupa bahwa dunia anaknya tidak bisa dilepaskan dari dunia yang dibentuk orang dewasa. Kegagalan orang tua memberi teladan, contoh, pelajaran, dan kasih sayang kepada anak mereka sering tidak bisa ditebus oleh kegagalan dalam mendidik anak mereka.

Banyak pakar dan peneliti mengatakan masa golden age adalah usia rentan, tetapi pendidikan tetaplah seumur hidup. Siapa mau melihat anak gagal dalam hidup atau kecelakaan saat usia remaja atau gagal dalam pernikahan?

Kasus seperti ini tentu sangat menyakitkan bagi orang tua. Ini seperti membuat gedung tinggi tetapi runtuh seketika oleh bencana. Mendidik anak tidak bisa dengan cara dibiarkan begitu saja. Ini seperti melepas kawanan domba yang baru pindah rumah.

Tentu saja domba itu tidak langsung mengerti rumah barunya, tetapi langsung kabur sekehendak hatinya. Bingung dan pergi dari pemiliknya. Rama Mangun dalam buku Menumbuhkan Sikap Religus Anak-anak (1986) menulis bahwa anak dalam banyak hal jauh belum dewasa, tetapi dalam banyak hal pula ia sangat dewasa.

Inilah keajaiban manusia. Ia ciptaaan Tuhan yang membuat kejutan tak selalu pasti. Itulah mengapa pendidikan kepada anak tidak bisa selalu kaku dan keras terus-menerus. Tidak bisa selalu lembek dan lemah lembut.

Masa remaja bukanlah masa yang bisa dilepas ibarat kawanan domba di tanah lapang yang luas. Kesalahan orang tua saat melihat remaja adalah mereka menganggap anak itu sudah dewasa. Ia dilepas begitu saja.

Sementara mereka harus berhadapan dengan realitas yang keras dan kejam yang memerlukan pendampingan orang tua. Mereka masih memerlukan pembanding, membutuhkan cerita dan teladan tentang bagaimana orang lain menjalani masa remaja dengan berhasil.

Mereka memerlukan petunjuk menghadapi puberitas, menemukan cinta kasih orang lain, sampai dengan menemukan identitas dan jati dirinya. Bila anak dilepas ibarat kawanan domba, bagaimana ia akan menemukan dan menaklukkan masa remaja  dengan gemilang? Bagaimana anak menemukan kesadaran religius dalam hidup mereka? Bagaimana anak melihat dunia yang tidak sekadar hitam dan putih?.

Peran Orang tua

Paul W. Robinson, Timothy J., dan Robert D. Hill (1993) menulis buku bagus bertajuk Tingkah Laku Negatif Anak. Mereka menulis tentang hak atas gaya hidup. Orang tua memiliki hak atas gaya hidup anaknya.

Gaya hidup harus memberi mereka kebebasan untuk berupaya mencapai hal-hal yang dirasa penting. Anak-anak harus berusaha menyesuaikan diri dengan gaya hidup orang tua mereka. Setelah dewasa mereka punya hak menjadi yang mereka inginkan.

Banyak kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja di Indonesia saat ini menunjukkan betapa kurangnya keterlibatan orang tua serta campur tangan mereka terhadap gaya hidup anaknya. Orang tua seolah-olah melepas polah dan gaya hidup hedon anaknya.

Parahnya, mereka seolah-olah cuek saat anak mereka menghambur-hamburkan duit dan kekayaan orang tua. Tindakan memanjakan, memberi segalanya untuk anak, tanpa rem dan kontrol adalah tindakan bodoh dan berbahaya bagi anak.

Kasus penganiayaan secara keji dan biadab yang dilakukan oleh Mario Dandy, anak seorang pegawai eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, adalah contoh tentang orang tua yang membiarkan anak remaja memiliki gaya hidup hedon.

Tingkah pamer motor dan mobil mewah menjadi sorotan. Itu gambaran gaya hidup berlebihan yang dibiarkan oleh orang tuanya. Orang tua seolah-olah membiarkan dan memberikan kemudahan terhadap anak untuk berfoya-foya dan memanfatkan kekayaan orang tua.

Tindakan ini dilihat dari segi pengasuhan justru bertolak belakang dan merusak pertumbuhan mentalitas anak. Kebiasaan menikmati harta orang tua serta gaya hidup  yang kebablasan membuat Mario Dandy lupa daratan dan mati rasa kemanusiaannya.

Hanya karena mendengar kabar yang tak jelas kebenarannya, terprovokasi, Mario Dandy menjadi beringas, keji, dan kejam; seolah-olah mau membunuh David, anak seorang ketua Gerakan Pemuda Ansor.

Tindakan di luar batas kemanusiaan justru menyeret orang uanya, membuat bapaknya bernasib apes, dicopot dari jabatannya dan membuat dirinya mendekam di penjara. Apa yang menimpa Mario Dandy membuat kita merenung kembali tentang pentingnya pendidikan religiositas.

Pendidikan religiositas tidak sekadar pendidikan tentang ketaatan pada nilai-nilai religius atau ketuhanan, tetapi pendidikan yang mengejawantahkan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari.

Kasus Mario Dandy menunjukkan kegagalan pendidikan cinta kasih dalam keluarga. Betapa lemahnya pengawasan, pendampingan, dan pendidikan orang tua kepada anaknya. Pemberian kebebasan kepada anak justru tidak mendidik anak semakin dewasa.

Yang terjadi malah sebaliknya, menjadikan anak kering dari perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat. Perlakuan yang salah terhadap anak inilah yang justru membuat anak cacat mental, melakukan tindak kekerasan di luar nalar dan menghancurkan masa depan dirinya dan orang-orang terdekatnya.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 Maret 2023. Penulis adalah peminat dunia pendidikan dan anak. Kini menjadi anggota staf di Pondek Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding Schoo; Yogyakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya