SOLOPOS.COM - Presenter Najwa Shihab memberikan sambutan saat pembukaan acara Mata Najwa On Stage yang digelar di Pendapa G.P.H. Joyokusumo Institut Seni Indonesia Solo, Rabu (10/7/2024). (Solopos/Joseph Howi WIdodo)

Institut Seni Indonesia (ISI) Solo merayakan ulang tahun atau dies natalis ke-60 pada Senin (15/7/2024) ini.  Perayaan 60 tahun berkarya di dunia pendidikan tinggi seni tentu diwarnai refleksi dan perumusan strategi menjawab tantangan zaman.

Pada salah satu rangkaian acara perayaan dies natalis ke-60 ISI Solo itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Hilmar Farid menyebut kebudayaan Indonesia menyimpan kekayaan yang bisa menjadi basis perumusan strategi dan solusi untuk berbagai masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Ucapan Hilmar Farid itu layak dimaknai sebagai impresi bagi ISI Solo agar menguatkan karsa dan karya menemukan “intan berlian” kekayaan budaya Indonesia yang bisa diberdayakan menjadi solusi dan strategi bagi aneka masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.

ISI Solo sebagai salah satu perguruan tinggi seni di Indonesia pastilah mendasarkan karsa dan karya—terutama secara akademik dalam wujud tridarma perguruan tinggi—yang berbasis pada kebudayaan, berbasis nilai-nilai lokal budaya Jawa yang menjadi lokasi perguruan tinggi ini.

Sejauh ini ISI Solo memang menunjukkan jati diri kuat sebagai lembaga akademis yang tekun melestarikan, merevitalisasi, dan memberdayakan kekayaan budaya tradisi Jawa, khususnya lewat jalan kesenian.

Langkah-langkah ISI Solo dalam konteks ini telah mencatatkan jejak-jejak emas dalam perkembangan kebudayaan di Kota Solo, Soloraya, Jawa Tengah, dan Indonesia secara umum.

Jejak-jejak emas pada masa lalu maupun yang baru saja berlalu harus menjadi bahan refleksi untuk merumuskan misi dan visi yang harus diwujudkan pada masa kini dan masa depan, seturut perubahan dan perkembangan zaman.

Di tengah gejala mayoritas perguruan tinggi di negeri ini terjebak pada langkah-langkah teknokratis-pragmatis yang adalah buah dari kapitalisasi dan neoliberalisasi pendidikan tinggi, ISI Solo hendaknya bisa menyajikan penawar dengan aktivitas akademik yang berbasis pada kebudayaan bangsa dan—terutama—kebudayaan lokal.

Tridarma perguruan tinggi ala ISI Solo tentu berbeda dengan perguruan tinggi akademis lain yang bidang keilmuannya jauh lebih luas dan lebih umum.

Justru dalam kekhususan itulah ISI Solo harus mengambil peran secara penuh menggali kekayaan budaya lokal maupun kebudayaan nasional untuk menemukan strategi dan solusi atas berbagai masalah bangsa ini.

Tentu saja pada umur 60 tahun ISI Solo harus makin membumi, tak hanya nyaman di menara gading dunia akademik, dengan terlibat menyelesaikan aneka persoalan di tengah masyarakat bangsa ini.

Seluruh civitas academica ISI Solo harus intensif menyajikan alternatif solusi dan strategi membangun bangsa ini berbasis kebudayaan dengan bahasa kesenian. Ini akan memberdayakan kekayaan budaya yang sekian lama terabaikan atau malah secara sengaja disia-siakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya